Blogger templates

Rabu, 22 Mei 2013

Ini Alasan Pria Impoten Enggan Konsultasi ke Dokter


(Foto: thinkstock)

Jakarta, Sulit ereksi atau mempertahankan ereksi yang diketahui sebagai disfungsi ereksi (DE) merupakan masalah yang cukup kompleks bagi laki-laki. Meskipun dapat menurunkan kualitas hubungan seksual, laki-laki masih enggan konsultasi ke dokter. Mengapa?

"Sebagian besar laki-laki dengan DE tidak mau konsultasi karena merasa malu. Mereka merasa harga dirinya sebagai laki-laki berkurang dengan ketidakmampuan ini," ungkap dr Em Yunir, SpPD, KEMD, ahli endokrin FKUI-RSCM, dalam acara seminar media Disfungsi Ereksi: 'Mengapa Pria Enggan Membicarakan serta Mengkonsultasikannya ke Dokter Psikogenik', yang diadakan di Hotel Grand Sahid, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (22/5/2013).

Dilanjutkan oleh dr Yunir, keluhan DE baru akan muncul saat pasien ditanyakan oleh dokter. Sebelumnya, pasien biasanya akan lebih menceritakan masalah terkait penyakit kronik yang dianggap lebih berat. Padahal penting juga untuk menyampaikan masalah ereksinya.

Selain itu, DE lebih banyak terjadi pada laki-laki berusia 50 tahun ke atas. Pasien dengan usia tersebut cenderung merasa timbulnya gangguan pada ereksi ini sebagai sesuatu yang wajar, sehingga tidak perlu dikonsultasikan.

"Kadang pasien merasa gangguan tersebut wajar namun justru istri yang merasa terganggu dengan kondisi ini. Sehingga akhirnya baru diputuskan bersama akan dilakukan pengobatan," lanjut dr Yunir.

Oleh karena itu, laki-laki yang masih enggan berkonsultasi sebaiknya meminta pendapat dari pasangannya. Jika memang ia belum merasakan gangguan tersebut berpengaruh, pasangan biasanya bisa merasakan hal yang berbeda.

Dr Yunir juga mengungkapkan, pasien yang datang pertama kali untuk konsultasi biasanya tidak akan membawa istri dan cenderung kurang aktif menjelaskan masalahnya. Sehingga dibutuhkan peran aktif dokter untuk mencari apakah pasien memiliki gejala DE.

Banyak laki-laki yang juga enggan konsultasi karena merasa takut dengan pemeriksaan yang akan dilakukan dokter, seperti pemeriksaan fisik.

"Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebenarnya sederhana saja. Tidak menyeramkan seperti yang dibayangkan," imbuh Dr. dr. Nur Rasyid, SpU, ahli urologi FKUI-RSCM, dalam acara yang sama.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan mengkaji suara pasien. Setelah itu, pasien akan diminta berbaring dan dokter akan memeriksa apakah ada kelainan pada penis, testis, dan rambut di sekitarnya.

Dengan mau berkonsultasi, maka pengobatan yang diberikan akan semakin cepat dan akurat, sehingga kemungkinan untuk diberikan perawatan yang tepat juga akan membesar.

0 komentar:

Posting Komentar