Blogger templates

Jumat, 24 Februari 2012

5 Hal Ini Membuat Tulang Cepat Keropos

Tulang keropos atau Osteoporosis merupakan penyakit yang pasti kamu tidak mau parahnya lagi Osteoporosis ini tidak dapat di sembuhkan walaupun tidak dapat di sembuhkan kamu dapat mencegah agar tulang kamu keropos dengan memakan beberapa suplemen nah berikut ini ada 5 Hal yang Bikin Tulang Cepat Keropos seperti yang palingseru.com kutip dari inilah.com kamu mau tahu apa aja itu simak berikut ini.
1. Kurang minum air putih

Tubuh membutuhkan sangat banyak cairan, termasuk tulang. Air putih dipercaya mampu mencegah pembusukan tulang. Jadi, biasakan minum banyak air putih.

2. Banyak konsumsi garam

Menurut National Osteoporosis Foundation, Amerika, makanan yang mengandung banyak garam bisa membuat kalsium dalam tubuh berkurang, kepadatan tulang pun ikut berkurang.Solusinya, jauhi makanan yang mengandung garam lebih dari 20%, seperti makanan kaleng, keripik kentang, dan makanan beku.

3. Duduk terlalu lama

Jika tak sempat olahraga, lakukan aktivitas ringan seperti stretching atau jalan di sekitar meja kerja agar otot-otot tak tegang, juga merilekskan tulang belakangmu. Berdalih pekerjaan menumpuk sampai tak sempat bergerak dari meja kerja akan merugikan diri sendiri.

4. Makan siap saji

Kandungan lemak, sodium, dan gula yang tinggi pada makanan siap saji menyebabkan kepadatan tulang berkurang. Apalagi, biasanya kamu menyantap makanan siap saji sepaket dengan minuman bersoda. Kombinasi lengkap yang ampuh merusak tulang!

5. Kurang olahraga

Ini yang paling sering jadi masalah. Olahraga masih ada di urutan ke sekian dibandingkan shopping atau tidur seharian saat weekend. Padahal, olahraga menjadi cara jitu mencegah keroposnya tulang.

Kamis, 23 Februari 2012

Kebisingan dan <a href="http://toko-alkes.com">Kesehatan</a>


Pengaruh Bising Terhadap Kesehatan

Pada tulisan terdahulu kita sudah singgung sekilas Kesehatan.blogspot.com/2012/02/kebisingan.html">pengertian dan katagori kebisingan. Pada kesempatan ini kita coba tulis sekilas informasi terkait pengaruh kebisingan terhadap Kesehatan.

Pengaruh bising terhadap Kesehatan tergantung pada intesitas, frekuensi, lama paparan, jenis bising dan sensitivitas individu. Intesitas bising yang tinggi lebih menggangu dibanding intesitas bising yang rendah. Bising hilang timbul lebih menggangu dari bising kontinyu. Diantara bising hilang timbul, maka bising pesawat udara lebih mengganggu dibanding bising lalu lintas dan bising kereta api.

Ear Plug
Dampak negatif utama yang timbul sebagai akibat dari kebisingan terutama pada aspek Kesehatan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen.

Kesepakatan para ahli mengemukakan bahwa batas toleransi untuk pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah. Apakah kebisingan dapat menyebabkan perubahan yang menetap seperti penyakit tekanan darah tinggi.

Gangguan Kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising.

Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja.Gangguan Kesehatan yang ditimbulkan akibat bising pada tenaga kerja bermacam-macam. Efek atau gangguan kebisingan dapat dibagi menjadi dua yaitu (Siswanto, 1992).:

Gangguan fisiologis dapat berupa peningkatan tekanan darah dan penyakit jantung.
Kebisingan bisa direspon oleh otak yang merasakan pengalaman ini sebagai ancaman atau stres, yang kemudian berhubungan dengan pengeluaran hormon stres seperti epinephrine, norepinephrine dan kortisol. Stres akan mempengaruhi sistim saraf yang kemudian berpengaruh pada detak jantung, akan berakibat perubahan tekanan darah. Stres yang berulang-ulang bisa menjadikan perubahan tekanan darah itu menetap. Kenaikan tekanan darah yang terus- menerus akan berakibat pada hipertensi dan stroke.

Gangguan pada indera pendengaran.
Trauma Akustik: Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan pemaparan tunggal (Single exposure) terhadap intensitas yang tinggi dan terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian yang disebabkan suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.

Temporary Threshold Shift (TTS) atau kurang pendengaran akibat bising sementara (KPABS). Adalah efek jangka pendek dari pemaparan bising, berupa kenaikan ambang sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan terhadap bising akan kembali normal. Faktor yang mempengaruhi terjadinya TTS adalah intensitas dan frekuensi bising, lama waktu pemaparan dan lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising dan kepekaan individual.

Permanent Threshold shift (PTS) atau kurang pendengaran akibat bising tetap. Adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Ini dapat disebabkan oleh efek kumulatif pemaparan terhadap bising yang berulang selama bertahun-tahun.

Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Kebisingan mengganggu perhatian yang terus menerus dicurahkan. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil dapat melakukan kesalahan-kesalahan.Akibat kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan

Nilai ambang batas kebisingan mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 5 1/KEPMEN/1999. Nilai ambang batas ini menggunakan patokan kebisingan di tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan Kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

Intensitas dan Jam Kerja Diperkenankan
Waktu pemaparan sehari
Waktu Intensitas
kebisingan (NAB)
1
Jam
3
8
Jam
85
4
Jam
88
2
Jam
91
1
Menit
94
30
Menit
97
1.5
Menit
100
7.5
Menit
103
3.75
Menit
106
1.88
Menit
109
0.94
Menit
112



Article Source :
Antara lain : Siswanto, A. dan Haryuti,1991,Kebisingan, Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Departemen Tenaga Kerja, Jawa Timur  dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/KEPMEN/1999

Rabu, 22 Februari 2012

Kebisingan


Pengertian dan Katagori Kebisingan

Kebisingan telah menjadi salah satu jenis pencemaran yang sangat diperhatikan, karena berdampak terhadap Kesehatan. Berbagai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sepakat memasukkan dampak kebisingan sebagai menu wajib dampak besar penting yang harus dikelola. Sebagaimana kita ketahui, berbagai jenis kegiatan, tentu akan menghasilkan dampak kebisingan dalam pelaksanaannya.

Beberapa pengertian dan pendapat tentang bising dan kebisingan antara lain : Bahwa bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak Kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab "penyakit lingkungan" yang penting. Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas-aktifitas alam. Pengertian lain menyebutkan bahwa bising adalah suara yang sangat komplek, terdiri dari frekuensi- frekuensi yang acak yang berhubungan satu sama lain. Sedangkan kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan.

Pengertian kebisingan terkait tempat kerja menurut Kepmenaker No 51  tahun 1999 adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses poduksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat kerja

Kebisingan dan Kesehatan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 8/Menkes/Per/XI/1 987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan Kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang tidak diingini sehingga mengganggu ketentraman orang terutama pendengaran.

Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
  1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
  2. Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 - 8.000 Hz.
  3. Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.

Menurut SK Dirjen P2M dan PLP, penjelasan terkait tingkat kebisingan sebagai berikut:
  1. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
  2. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
  3. Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.

Article Source :
  • Keputusan Menteri tenaga Kerja No 51. tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisik di tempat kerja
  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/Menkes/Per/XI/1 987
  • Surat Keputusan Dirjen P2M dan PLP Depkes RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan.
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/KEPMEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja

Minggu, 19 Februari 2012

Food Borne Disease

Macam-Macam Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan

Penularan penyakit melalui makanan (food borne disease) dapat digolongkan menjadi food infection dan food poisoning, sebagai berikut :

Food Infection: Adalah masuknya mikroorganisme dalam makanan, berkembang biak sangat banyak dan dimakan orang dimana mikroorganisme tersebut menyebabkan sakit. Jenis-jenis mikroorganisme yang paling sering Salmonella, Shigella, E. coli, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus. Bakteri patogen yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan merupakan penyebab penyakit. Bakteri patogen penyebab penyakit, mempunyai masa inkubasi dan gejala tergantung pada patogenitasnya.

Food Poisoning: Adalah bahan makanan yang memang mengandung bahan racun alami maupun makanan diberi zat-zat racun yang mempunyai tujuan komersial maupun nilai-nilai ekonomis, dapat juga disebabkan oleh makanan yang sudah tercemar oleh mikroorganime menghasilkan racun contoh bakteri Staphylococcus. Ada beberapa racun yang dihasilkan adalah eksotoksin dan endotoksin.
Food Borne Disease
Eksotoksin yaitu toksin yang disintesis di dalam sel mikroba, kemudian dikeluarkan ke substrat di sekelilingnya. Endotoksin yaitu toksin yang disintesis di dalam sel bakteri dan baru bersifat toksik bila sel mengalami lisis. Eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri biasanya bekerja secara spesifik terhadap tenunan-tenunan atau sel-sel tertentu. Misalnya sel-sel saraf, otot, sel-sel pada saluran pencernaan, dan sebagainya.
Beberapa eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri seperti racun botolinum yang bersifat neurotoksin (menyerang sel-sel saraf sehingga menyebabkan kelumpuhan), racun stafilokokus dan racun perfringens yang disebut enterotoksin karena penyerang sel-sel usus dan dapat menyebabkan diare. Endotoksin lebih bersifat tahan terhadap panas dibandingkan dengan eksotoksin.


Article Source : Zupardi, Imam. (1999), Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni Bandung.

Rabu, 15 Februari 2012

Sanitasi Alat Makan


Pencegahan Kontaminasi Makanan

Salah satu sumber penularan penyakit dan penyebab terjadinya keracunan makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat higiene. Keadaan higiene makanan dan minuman antara lain dipengaruhi oleh higiene alat masak dan alat makan yang dipergunakan dalam proses penyediaan makanan dan minuman. Alat masak dan alat makan ini perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikrobiologi usap alat makan meliputi pemeriksaan angka kuman.

Sanitasi alat makan dimaksudkan untuk membunuh sel mikroba vegetatif yang tertinggal pada permukaan alat. Agar proses sanitasi efisien maka permukaan yang akan disanitasi sebaiknya dibersihkan dulu dengan sebaik-baiknya Pencucian dan tindakan pembersihan pada peralatan makan sangat penting dalam rangkaian pengolahan makanan. Menjaga kebersihan peralatan makan telah membantu mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi terhadap peralatan dilakukan dengan pembersihan peralatan yang benar ).

Pencucian dan sanitasi peralatan dapur dapat dilakukan secara
manual dan mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual maupun mekanis pada umumnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

Pembuangan sisa makanan dan pembilasan: Sisa makanan dibuang kemudian peralatan dibilas atau disemprot dengan air mengalir. Tujuan tahap ini adalah menjaga agar air dalam bak-bak efisien penggunaannya.

Pencucian: Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi larutan deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar antara 43C- 49C (Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau spon untuk membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak. Hal yang penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan deterjen, untuk mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada peralatan akibat penggunaan deterjen yang berlebihan.

Pembilasan: Pembilasan dilakukan pada bak kedua dengan menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksud untuk menghilangkan sisa deterjen dan kotoran. Air bilasan sering digantikan dan akan lebih baik jika dengan air mengalir.

Sanitasi atau desinfeksi peralatan setelah pembilasan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang, kemudian merendamnya di bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 82C selama 2 menit atau 100oC selama 1 menit. Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air selama 2 menit kemudian ditempatkan di tempat penirisan. Disarankan untuk sering mengganti air pada ketiga bak yang digunakan. Selain itu suhu air juga harus dicek dengan termometer yang akurat untuk menjamin efektivitas proses pencuciannya

Penirisan atau pengeringan: Setelah desinfeksi peralatan kemudian ditiriskan dan dikeringkan. Tidak diperkenankan mengeringkan peralatan, terutama alat saji dengan menggunakan lab atau serbet, karena kemungkinan akan menyebabkan kontaminasi ulang. Peralatan yang sudah disanitasi juga tidak boleh dipegang sebelum siap digunakan.

Sanitasi Alat Makan
Desinfeksi Peralatan: Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara, maupun penyajian. Diketahui bahwa peralatan dapur seperti alat pemotong, papan pemotong, dan alat saji merupakan sumber kontaminan potensial bagi makanan.

Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung dari jenis alat yang digunakan. Alat saji dan alat makan harus dicuci, dibilas dan disanitasi segera setelah digunakan. Permukaan peralatan yang secara langsung kontak dengan makanan seperti pemanggang atau open (open listrik, kompor gas, maupun microwave) dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lainnya.


Article Source:
  • Mikrobiologi Pangan. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Balai Pengawasan Obat dan Makanan: BPOM, 2003, Jakarta.
  • Purnawijayanti, H.A. (2001) Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius: Yogyakarta.

Penyakit Karena Cacing Cambuk


Soil Transmitted Helminth Karena Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

Soil Transmitted Helminth (STH) adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan stadium di tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif bagi manusia. Jenis STH yang paling penting yang penularannya melalui lalat sebagai vektor mekanik adalah Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Kedua jenis cacing ini termasuk dalam kelompok infektif, dimana manusia merupakan hospesnya

Trichuris trichiura adalah spesies cacing yang termasuk ke dalam phylum Nematoda, kelas Aphasmidia, ordo Enoplida, super famili Trichuridae, famili Trichinellida dan genus Trichuris.

Cacing ini bersifat kosmopolit terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti di Indonesia. Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu speculum. Bagian anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.

Trichuris trichiura
Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000 10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutup. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih (Lihat Gambar 5). Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja.

Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina mengeluarkan telur kira-kira 30 90 hari.

Untuk menghindari terjadi penyebaran penyakit kecacingan, maka perlu dilakukan tindakan untuk memutus rantai penularannya, yaitu pengobatan masal pada penderita, perbaikan gizi, dan perbaikan atau peningkatan sanitasi lingkungan.

Article Source:
  • Gandahusada, S, Ilahude, H.H.D, Pribadi, W. 2006. Parasitologi Kedokteran, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
  • Hadiwartomo, 1994. Seminar Tentang Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Cacing. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  • Tjitra, E. 1991. Penelitian-Penelitian Soil Transmitted Helminth Di Indonesia, Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta.

Senin, 13 Februari 2012

Klinik Sanitasi


Jati Diri Klinik Sanitasi 

Sebetulnya program Klinik Sanitasi sudah mulai diperkenalkan dan dilaksanakan sejak tahun 2003. Namun dibanyak tempat program ini seperti jalan di tempat, tanpa tanda-tanda kehidupan, dengan segudang permasalahan dan alasan. Jikapun ada, dibanyak tempat, kegiatan klinik sanitasi seperti bergerak tanpa esensi, dan sebatas sekedar gerakan diatas kertas. Untuk mengingatkan kita bersama, berikut disarikan beberapa hal terkait dengan program klinik sanitasi. Sumber acuan menggunakan, Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, dan Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Depkes RI tahun 2003.

Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah Kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari tingginya angka kejadian dan kunjungan penderita beberapa penyakit ke sarana Kesehatan. Penyakit tersebut meliputi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), tuberkulosis paru, diare, malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), keracunan makanan, kecacingan, serta gangguan Kesehatan akibat keracunan bahan kimia dan pestisida.

Klinik sanitasi adalah suatu upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan Kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang berisiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar gedung.

Integrasi upaya Kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan ditetapkannya paradigma sehat yang lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui klinik sanitasi, ketiga upaya pelayanan Kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif dilakukan secara terintergrasi dalam pelayanan Kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis lingkungan, di dalam maupun di luar gedung.


Klinik sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat dalam mengatasi masalah Kesehatan lingkungan untuk pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan Puskesmas.

Secara umum klinik sanitasi bertujuan untuk meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat melaui upaya preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus. Secara khusus bertujuan:
  1. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam program pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan dengan memberdayakan masyarakat;
  2. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan dan perilaku masyarakat (pasien, klien dan masyarakat) untuk mewujudkan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat;
  3. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi penyakit berbasis lingkungan serta masalah Kesehatan lingkungan dengan sumber daya yang ada;
  4. Menurunnya angka penyakit berbasis lingkungan dan meningkatnya kondisi Kesehatan lingkungan.
Sasaran program klinik sanitasi meliputi: 1) penderita penyakit (pasien) yang berhubungan dengan masalah Kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang diketemukan di lapangan); 2) masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah Kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang menemui petugas klinik sanitasi di lapangan); 3) lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat sekitarnya.

Klinik sanitasi dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung puskesmas oleh petugas sanitasi dibantu oleh petugas Kesehatan lain dan masyarakat. Kegiatan dalam gedung difokuskan pada identifikasi penyakit yang diderita pasien, kegiatan konseling, penyuluhan dan membuat perjanjian untuk kunjungan rumah. Kegiatan di luar gedung berupa kunjungan rumah. Kegiatan tersebut meliputi inspeksi sanitasi lingkungan tempat tinggal pasien, penyuluhan yang lebih terarah kepada pasien, keluarga dan tetangga sekitar. Inspeksi sanitasi lingkungan bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan dan ketepatan jenis intervensi yang akan dilakukan.

Strategi operasional dari program klinik sanitasi meliputi :
  1. Inventarisasi masalah Kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat dengan cara pengumpulan data dan pemetaan yang berkaitan dengan penyakit, perilaku, sarana sanitasi, dan keadaan lingkungan.
  2. Mengintegrasikan intervensi Kesehatan lingkungan dengan program terkait di puskesmas dalam rangka pemberantasan penyakit berbasis lingkungan.
  3. Menentukan skala prioritas penyusunan perencanaan dan pelaksanaan penanganan masalah Kesehatan lingkungan
    dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang ada dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait, baik dalam lingkup kabupaten maupun puskesmas.
  4. Menumbuhkembangkan peran serta masyarakat melalui kemitraan dengan kelembagaan yang ada.
  5. Membentuk jaringan kerjasama antar kabupaten/kecamatan yang merupakan satuan ekologis atau satuan epidemiologis penyakit.
  6. Menciptakan perubahan dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya promosi Kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
  7. Mengupayakan dukungan dana dari berbagai sumber antara lain masyarakat, swasta, pengusaha, dan pemerintah.
Pemisahan Tempat Sampah Medis
Untuk melaksanakan kegiatan program klinik sanitasi diperlukan adanya tenaga pelaksana, sarana dan prasarana, dan dukungan dana. Tenaga pelaksana sebaiknya berlatarbelakang pendidikan Kesehatan lingkungan atau tenaga Kesehatan lain yang ditunjuk oleh kepala puskesmas dan telah mendapat pelatihan tentang klinik sanitasi.

Kelengkapan sarana dan prasarana seperti ruangan untuk konseling dan bengkel, peralatan, transportasi, alat peraga atau media penyuluhan, formulir pencatatan dan pelaporan, dan buku pedoman. Tenaga dan sarana/prasarana yang tersedia dapat diberdayakan dengan baik jika ada dukungan dana operasional.

Beberapa hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan klinik sanitasi sebagai berikut :

  1. Masih terbatasnya tenaga puskesmas sebagai pelaksana klinik sanitasi, sehingga kegiatan ini belum menjadi prioritas puskesmas.
  2. Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa yang ada di wilayah puskesmas karena luasnya wilayah, kondisi geografis, dan terbatasnya transportasi.
  3. Terbatasnya dana untuk kegiatan klinik sanitasi.

Beberapa peluang yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan klinik sanitasi sebagai berikut.
  1. Adanya dana operasional Puskesmas yang dapat
    dimanfaatkan untuk kegiatan klinik sanitasi.
  2. Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi kasus yang terjadi.
  3. Adanya mekanisme lokakarya mini di puskesmas yang dapat digunakan untuk pengembangan dan koordinasi kegiatan klinik sanitasi.
  4. Pendayagunaan tenaga Kesehatan lingkungan yang saat ini bekerja di luar bidang tugasnya untuk pelaksanaan klinik sanitasi.
  5. Adanya dana sektor lain yang dapat dialokasikan di desa sehingga dapat menunjang kegiatan klinik sanitasi.
  6. Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat selama ini.
  7. Telah tersediaannya alat (water test kit dan media penyuluhan).
  8.  Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan klinik sanitasi.