Blogger templates

Kamis, 30 Juli 2009

Sanitasi Bencana

Standar Sanitasi Darurat pada Daerah Bencana

Berikut beberapa summary dari dasar pelaksanaan permasalahan sanitasi yang harus diperhatikan pada daerah bencana :

Dasar pelaksanaan Sanitasi Darurat pada daerah bencana mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 12/MENKES/SK/I/2002 Tentang Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan.

Dasar hukum ini juga mengacu pada beberapa keputusan, baik keputusan Presiden maupun Menteri yang lain sebagai berikut :

  1. UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan
  2. Keputusan Presiden Nomor : 3/2001 tentang Badan Kordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi ( Bakornas PB-P ).
  3. Kepmenkes Nomor : 979/2001 tentang Protap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
  4. Kepses Bakornas PB-P Nomor : 2/2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi

Manajemen Penanggulangan bencana dilapangan (Tingkat Kabupaten/ Kota)
Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus tetap memperhatikan faktor safety / keselamatan bagi penolongnya setelah itu baru prosedur di lapangan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penanganan, secara umum pada tahap tanggap darurat dikelompokkan menjadi kegiatan sebagai berikut :
  1. Pencarian korban (Search)
  2. Penyelamatan korban Rescue)
  3. Pertolongan pertama (Live Saving)
  4. Stabilisasi korban
  5. Evakuasi dan rujukan
Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna menekan angka morbilitas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia dilokasi, dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah : Organisasi di lapangan, komunikasi, dokumen dan tata kerja.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 279/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Penilaian Risiko Bencana Di Provinsi Dan Kabupaten/Kota Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Unsur unsur Penilaian Risiko
Dalam melaksanakan Penilaian Risiko kita mengenal 2 determinan Yaitu Kelompok jenis bahaya dan Kelompok variabel. Dari kelompok jenis bahaya, termasuk didalamnya adalah jenisjenis bahaya sebagai berikut :
  1. Gempa Bumi
  2. Letusan Gunung Berapi
  3. Tsunami (Gelombang Pasang)
  4. Angin Puyuh (Putting Beliung)
  5. Banjir (Akibat Cuaca Ekstrim/Dampak La Nina)
  6. Tanah Longsor
  7. Kebakaran Hutan/Asap (Haze)
  8. Kekeringan (Cuaca Ekstrim/Dampak El Nino)
  9. KLB (Kejadian Luar Biasa/Wabah Penyakit Menular)
  10. Kecelakaan Transportasi/Industri
  11. Konflik Dengan Kekerasan Akibat Kerusuhan Sosial
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001 Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi 

Standar Minimal :  Adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan pelayanan Kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.
Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :
  1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciriciri demografinya.
  2. Jumlah fasilitas Kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
  3. Ketersediaan obat dan alat Kesehatan.
  4. Tenaga Kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
  5. Kelompokkelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas dan manula)
  6. Kemampuan dan sumberdaya setempat
Kebijakann Dalam Bidang Sanitasi :
Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana Kesehatan lingkungn yang ada ditempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih.

Alur fikir penanganan bencana, sesui Keputusan Menteri Kesehatan ini sebagai berikut :

Alur_SanitasiBencana


A. Pengadaan Air.
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga bersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problemaproblema Kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.

Tolok ukur kunci
a. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikitdikitnya 15 liter per orang per hari
b. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
c. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
d. 1 (satu) kran air untuk 80 100 orang

Kualitas air
Air di sumbersumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risikorisiko besar terhadap Kesehatan akibat penyakitpenyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek.

Tolok ukur kunci ;
  1. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
  2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah.
  3. Untuk air yang disalurkan melalui pipapipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,20,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
  4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap Kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah irencanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahanbahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah Kesehatan akibat konsumsi air itu.
  5. Prasarana dan Perlengkapan
Tolok ukur kunci :
  1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 1020 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alatalat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
  2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
  3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jamjam tertentu. Pisahkan petakpetak untuk perempuan dari yang untuk lakilaki.
  4. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
B. Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam

Tolok ukur kunci :
  1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
  2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban lakilaki dan jamban permpuan)
  3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
  4. Jamban umum tersedia di tempattempat seperti pasar, titiktitik pembagian sembako, pusat pusat layanan Kesehatan dsb.
  5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurangkurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.
  6. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
  7. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk 610 orang
C. Pengelolaan Limbah Padat
  1. Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaranakibat limbah padat, termasuk limbah medis.
  2. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi Kesehatan.
  3. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perbanperban kotor, obatobatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempattempat umum.
  4. Dalam batasbatas lokasi setiap pusat pelayanan Kesehatan, terdapat empat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
  5. Terdapat lubanglubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempattempat khusus untukmembuang sampah di pasarpasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
  6. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problemaproblema Kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
  7. 7. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 100 orang
  8. Tempat/lubang Sampah Padat
  9. Masyarakat memiliki cara cara untuk membuang limbah rumah tangga eharihari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
  1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
  2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga seharihari tidak dikubur ditempat.
D. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)
Sistem pengeringan :  Masyarakat memiliki lingkungan hidup seharihari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasaranaprasarana medis.
Halhal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
  1. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titiktitik engambilan/sumber air untuk keperluan seharihari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
  2. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.
  3. Tempat tinggal, jalan jalan setapak, serta prasana prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

Minggu, 26 Juli 2009

Standard Profesi Sanitarian Indonesia

Peran dan Fungsi Sanitarian Sesuai Standar Profesi Sanitarian

Standard Profesi Sanitarian Sudah Dituangkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 373/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian. Pada tahun 2005 standard ini sebetulnya juga telah ditetapkan oleh Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) dengan surat ketetapan nomor 03/MUNAS/V/2005.

Penetapan standar ini antara lain dilatar belakangi oleh kenyataan, bahwa tenaga Sanitarian / Kesehatan lingkungan harus siap bersaing dengan tuntutan perkembangan era globalisasi, khususnya pada aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Sanitarian Indonesia memang harus mampu berinteraksi bahkan bersaing dengan Sanitarian dari negara lain, hal ini memang sebuah keniscayaan.

Kita sudah sering melihat ketertinggalan dunia medis kita (bahkan) dari negara tetangga sesama Asean. Kita sudah amat bersusah payah meredam serbuan industri rumah sakit global yang mulai merambah pelayanan dasar kita. Dan sementara itu kita masih sangat sibuk merumuskan metode pelayanan publik yang membumi, ditengah cibiran sebagian besar masyarakat pengguna terhadap mutu pelayanan (belum berbicara teknologi) pada institusi pelayanan Kesehatan kita.

Secara prinisip sebetulnya tujuan penetapan standard profesi sanitarian ini adalah sebagai pedoman bagi para ahli Kesehatan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai tenaga Kesehatan di bidang Kesehatan lingkungan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.

Sanitarian di Indonesia sudah diberikan batasan sebagai tenaga profesional di bidang Kesehatan lingkungan yang memberikan perhatian terhadap aspek Kesehatan lingkungan air, udara, tanah, makanan dan vector penyakit pada kawasan perumahan, tempat-tempat umum, tempat kerja, industri, transportasi dan matra. Sementara kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan adalah lulusan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH), Akademi Kontrolir Kesehatan (AKK), Akademi Penilik Kesehatan (APK), Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS), Pendidikan Ahli Madya Kesehatan Lingkungan (PAM-KL), atau lulusan Pendidikan Tinggi yang menyelenggarakan Pendidikan Kesehatan Lingkungan.

Standard Kompetensi tenaga Sanitarian di Indonesia tersebut antara lain sebagai berikut :

Peran Sebagai Pelaksana Kegiatan Kesehatan Lingkungan

Sebagai pelaksana kegiatan Kesehatan lingkungan, Sanitarian mempunyai 4 (Empat) fungsi, antara lain :
    Bentuk Kampanye HAKLI
  1. Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan manusia.
  2. Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
  3. Menginformasikan hasil pemeriksaan/pengukuran.
  4. Menetapkan penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap standar baku mutu sanitasi bersih.
Peran Sebagai Pengelola Kesehatan Lingkungan.
Sebagai pengelola Kesehatan lingkungan, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
  1. Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan lingkungan
  2. Menginterprestasikan hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan manusia.
  3. Merancang dan merekayasa Penanggulangan masalah Lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan manusia.
  4. Mengorganisir Penanggulangan masalah Kesehatan lingkungan.
  5. Mengevaluasi hasil Penanggulangan.
Peran Sebagai Pengajar, Pelatih dan Pemberdayaan Masyarakat.
Sebagai pengajar, pelatih dan pemberdayaan masyarakat, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
  1. Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang Kesehatan lingkungan.
  2. Menentukan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang Kesehatan lingkungan yang perlu diintervensi.
  3. Merencanakan bentuk intervensi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang Kesehatan lingkungan.
  4. Melaksanakan intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah Kesehatan.
  5. Mengevaluasi hasil intervensi
Peran Sebagai Peneliti Kesehatan Lingkungan.
Sebagai peneliti, sanitarian mempunyai dua fungsi.
  1. Menentukan masalah Kesehatan lingkungan.
  2. Melaksanakan kegiatan penelitian teknologi tepat.
Peran dan fungsi serta jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang SANITARIAN secara lengkap dapat ANDA DOWNLOAD disini :

Senin, 29 Juni 2009

Jarak Septic Tank

Jarak Aman antara Septic Tank dengan Sumur Gali

Pada penelitian yang dilakukan oleh Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002:50), sumber kontaminasi yang berupa tinja manusia yang ditempatkan dalam lubang yang menembus permukaan air tanah. Sampel positif organisme coliform didapatkan pada jarak 4 sampai 6 m dari sumber kontaminasi. Daerah kontaminasi melebar ke luar sampai kira-kira 2 m pada titik yang berjarak sekitar 5 m dari jamban dan menyempit pada kira-kira 11 m. Kontaminasi tidak bergerak melawan arah aliran air tanah. Setelah beberapa bulan, tanah sekitar jamban akan mengalami penyumbatan (clogging), dan sampel yang positif dapat diperoleh hanya pada jarak 2-3 m dari lubang. Dengan kata lain, daerah kontaminasi tanah telah menyempit. Pola pencemaran secara kimiawi sama bentuknya dengan pencemaran bakteriologis, hanya jarak jangkaunya lebih jauh.
Septic Tank Komunal Dari sudut pandang sanitasi, yang penting diperhatikan adalah jarak perpindahan maksimum dari bahan pencemar dan kenyataan bahwa arah perpindahan selalu searah dengan arah aliran air tanah. Dalam penempatan sumur, harus diingat bahwa air yang berada dalam lingkaran pengaruh sumur mengalir menuju sumur tersebut. Tidak boleh ada bagian daerah kontaminasi kimiawi ataupun bakteriologis yang berada dalam jarak jangkau lingkaran pengaruh sumur (Soeparman, 2002:50).
Tindakan pencegahan pencemaran sumur gali oleh bakteri coliform, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan cubluk (kakus), lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah (cesspool; seepage pit) dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan jarak yang aman tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar letaknya tidak berada di bawah tempat-tempat sumber pengotoran seperti yang disebutkan di atas (Entjang, 2000:78). Sedangkan menurut Chandra (2007:46), Sumur harus berjarak minimal 15 meter dan terletak lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan sebagainya.
Sumur Peresapan Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (bidang resapan/tangki septic tank) lebih dari 11 meter, sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap perumahan adalah lebih dari 50 meter.

Jarak Aman Lubang Kakus dengan Sumber Air Bersih

Jarak aman antara Lubang Kakus dengan Sumber Air Minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :

  1. Topografi tanah : Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.
  2. Faktor hidrologi : yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.
  3. Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.
  4. Jenis mikroorganisme : Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antra lain dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1 bulan.
  5. Faktor Kebudayaan : Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.
  6. Frekuensi Pemompaan : Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan (Chandra, 2007:126-127).

Article Source :
  • Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
  • Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti
  • Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

    Selasa, 09 Juni 2009

    PENETAPAN KADAR SAKARIN, ASAM BENZOAT, ASAM SORBAT, KOFEINA, DAN ASPARTAM DI DALAM BEBERAPA MINUMAN RINGAN BERSODA SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJ

    PENDAHULUAN Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi minuman ringan yang beredar di masyarakat. Pada minuman ringan sering ditambahkan kofeina, pengawet dan pemanis buatan yang kadarnya perlu diperhatikan, karena apabila konsumsinya berlebihan dapat membahayakan kesehatan

    Fluiditas Serbuk/Granul(Flow Properties)

    Fluiditas Serbuk/Granul(Flow Properties)OlehSuprapto, S.Si., Apt.Fakultas Farmasi UMS 2007Sifat alir (fluiditas) serbuk berperan pada:Pengisian pada ruang kompresi (tablet)Pengisian ke cangkang kapsulFluiditasBobot tabletKadar zat aktifEfek terapiSerbukTerdiri dari sekumpulan partikelDidalam kesatuannya tiap partikel cenderung untuk bergulir ke bawah sesui dengan gaya beratnya (F1)Gerakan

    Selasa, 05 Mei 2009

    Inspeksi Sanitasi Hotel Melati

    Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan Hotel Melati


    Pengertian Higiene menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1966 Tentang Hygiene,  adalah Segala usaha untuk melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat Kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun perorangan dengan tujuan memberi dasar-dasar selanjutnya hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna peri kehidupan manusia

    Pengertian Sanitasi menurut WHO adalah Suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepadamanusia terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, Kesehatan, dan kelangsungan hidup.

    Tempat-tempat Umum merupakan Suatu tempat dimana banyak orang berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara insidentil maupun terus-menerus, baik secara membayar maupun tidak. Sedangkan Usaha-usaha untuk umum merupakan Suatu usaha/kegiatan yang menghasilkan barang / jasa yang bertujuan untuk dapat dinikmai dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

    Dasar Hukum
    • UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
    • UU No.11 tahun 1962 tentang Hyangiene utk Usaha bagi Umum
    • UU No.2 tahun 1966 tentang Hyangiene
    • Permenkes No.061/MENKES/PER/I/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Kolam Renang dan Pemandian Umum
    • Permenkes No.80/MENKES/II/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Hotel
    • Peraturan daerah yang mengatur kegiatan-kegiatan usaha bagi umum

    Penyehatan sanitasi tempat-tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi TTU yang memenuhi syarat agar masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan terhadap Kesehatan masyarakat. Selain itu juga agar pengunjung TTU menggunakan dan memelihara fasilitas sanitasi yang tersedia di TTU tersebut, juga agar pengelola/penanggung jawab TTU dengan upaya sendiri menciptakan sanitasi TTU

    Ruang Lingkup STTU
    1. Penyediaan air minum (Water Supply)
    2. Pengelolaan sampah padat, air kotor, dan kotoran manusia (Wastes Disposal meliputi sewage, refuse, dan excreta)
    3. Hygiene dan sanitasi makanan (Food Hygiene and Sanitation)
    4. Perumahan dan kontruksi bangunan (Housing and Construction)
    5. Pengawasan vektor (Vector Control)
    6. Pengawasan pencemaran fisik (Physical Pollution)
    7. Hygiene dan sanitasi industri (Industrial Hygiene and Sanitation)

    Usaha Sanitasi Tempat-Tempat Umum
    1. Pengawasan dan pemeriksaan faktor  lingkungan TTU serta faktor manusia yang melakukan kegiatan.
    1. Penyuluhan terhadap masyarakat (edukasi) terutama untuk yang menyangkut pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya2 yang timbul dari TTU

    Hotel sebagai salah satu jenis Tempat-Tempat Umum, secara sanitasi juga tidak luput dari penilaian dari aspek Kesehatan lingkungan. Sebagai contoh, penilaian pemeriksaan Kesehatan hotel melati mempergunakan From. H. 2 B, dengan dasar hukum pelaksanaan mempergunakan Lampiran Keputusan Dirjen PPM & PLP Nomor : 95 / - I / PD. 03. 04. LP. Tanggal 25 Mei 1991
    RESTORAN



    Checklist penilaian Kesehatan Hotel Melati secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

    Minggu, 03 Mei 2009

    Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

    Pengantar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
     
    Pembangunan yang di lakukan semua sektor pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Namun demikian tidak dapat terelakkan bahwa kenyataannya pembangunan yang dilakukan juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang merupakan tempat bagi masyarakat untuk mempertahankan kehidupannya. Hal ini terjadi karena lingkungan hidup mempunyai daya dukung dan daya tampung yang terbatas.

    Bilamana daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak dikelola secara seimbang maka akan merugikan bagi manusia/ masyarakat itu sendiri. Karena itu, maka telah dicanangkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan (1984), yang memuat makna mengolah sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan generasi masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan mengolah sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya.

    Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, telah diatur dalam suatu peraturan perundangan yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan hidup menurut UU tersebut adalah : Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
    Dalam pasal 15 ayat 1 di tetapkan bahwa untuk pelestarian lingkungan hidup, maka setiap rencana usaha dan/ atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ( AMDAL ).

    Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ).
     border= Dalam rangka pelaksanaan Undang Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, ketentuan tentang tata cara penyusunan dan penilaian AMDAL, telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

    AMDAL adalah : Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan\atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan\ atau kegiatan.

    Sedangkan yang dimaksud dengan dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang mendasar, yang diakibatkan oleh suatu usaha dan\atau kegiatan. Usaha dan\atau kegiatan yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
    1. Perubahan bentuk lahan dan bentang alam.
    2. Ekplorasi sumber daya alam, baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui.
    3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
    4. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.
    5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan\atau perlindungan cagar budaya.
    6. Introduksi jenis tumbuh tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik.
    7. Pembuatan dan penggunaan lahan hayati dan non hayati.
    8. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
    9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan\atau mempengaruhi pertahanan negara.
    Jenis rencana usaha dan\atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, tercantum dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 17 Tahun 2001.
    Sedangkan dampak penting suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, didasarkan pada kriteria :
    1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak.
    2. Luas wilayah persebaran dampak.
    3. Lama dan intensitas dampak berlangsung.
    4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak.
    5. Sifat kumulatif dampak.
    6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

    T u j u a n.
    Secara umum tujuan AMDAL adalah : Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dalam pelaksanaannya ada dua hal pokok yang menjadi tujuan AMDAL yaitu :
    1. Mengidentifikasi, memprakirakan, dan mengevaluasi dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan yang direncanakan.
    2. Meningkatkan dampak positif dan mengurangi sampai sekecil kecilnya dampak negatif yang terjadi dengan melaksanakan RKL RPL secara konsekuen.

    Proses AMDAL
    Suatu rencana usaha dan/ atau kegiatan wajib AMDAL atau tidak, dilakukan penapisan terlebih dulu dengan mengacu pada PP No. 27 Tahun 1999 dan Kep. Men. Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001. Bagi rencana usaha dan/ atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL, maka cukup menysusn Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)

    Sedangkan rencana usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL harus melakukan Studi AMDAL yang dituangkan dalam bentuk Dokumen AMDAL. Sebelum menyusun dokumen AMDAL yang pertama kali dilakukan adalah melakukan Pelingkupan yang merupakan proses untuk :
    1. Identifikasi dampak potensial
    2. Evaluasi dampak potensial
    3. Pemusatan dampak besar dan penting hipotesis

    Hasil pelingkupan merupakan dasar penyusunan dokumen AMDAL yang terdiri dari :
    1. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA.ANDAL).
    2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL).
    3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).
    4. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

    Dalam rangka penyusunan AMDAL, terdapat tiga komponen yang terkait dalam kegiatan, yaitu
    1. Pemrakarsa.
    Adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/ atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
    2. Instansi yang bertanggung jawab.
    Adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan berada pada Kepala Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
    3. Komisi penilai.
    Adalah komisi yang bertugas menilai Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dengan pengertian ditingkat pusat oleh Komisi Penilai Pusat dan tingkat daerah oleh Komisis Penilai Daerah.

    AMDAL merupakan salah satu azas untuk menunjang pembangunan berwawasan lingkungan. AMDAL termasuk model yang sangat berguna bagi penanaman modal, pemerintah maupun masyarakat. Dengan berpedoman pada dokumen AMDAL, maka dampak negatif dari suatu usaha dan/atau kegiatan dapat diminimalkan dan dampak positifnya dapat ditingkatkan.

    Jumat, 01 Mei 2009

    Inspeksi Sanitasi Masjid

    Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum, pada waktu waktu tertentu berkumpul untuk melakukan ibadah keagamaan Islam. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Masjid adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.

     OLYMPUS DIGITAL CAMERA

    Komponen penilaian meliputi :
    1. Letak
    2. Kontruksi
    3. Persyaratan, seperti :
    a. Alat sembahyang
    b. Lantai
    c. Ventilasi
    d. Pencahayaan
    e. Tempat sandal dan sepatu
    f. Tersedia tempat sandal dan sepatu yang khusus



    Checklist Inspeksi Sanitasi Masjid secara lengkap Dapat Anda DOWNLOAD disini

    Selasa, 28 April 2009

    Inspeksi Sanitasi Ponpes

    Standar Sanitasi Pondok Pesantren Sehat

    Salah satu persyaratan sanitasi pondok pesantren ini menyangkut tempat tidur pondok pesantren.
    1. Selalu dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan, tersedia tempat sampah sesuai dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai kebutuhan.
    2. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal  3 m2/tempat tidur (1.5 m x 2 m).
    3. Di dalam lingkungan Ponpes baik di dalam maupun diluar ruangan harus mendapat pencahayaan yang memadai.
    4. Mutu udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.    Tidak berbau (terutama H2S dan Amoniak). b.  Kadar debu tidak melampaui konsentrasi maksimu. 
    Secara umum sanitasi Pondok Pesantren dinilai dari beberapa komponen, antara lain meliputi :
    1. Lingkungan dan bangunan pondok pesantren selalu dalam keadaan bersih dan tersedia sarana sanitasi yang memadai
    2. Lingkungan dan bangunan ponpes tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang mengerat, dan binatang mengganggu lainnya.
    3. Penularan penyakit dan kecelakaan.
    4. Konstruksi
    5. Ruang tidur
    6. Persyaratan Kesehatan fasilitas sanitasi
    7. Persyaratan pengelolaan makanan/minuman
      border=


    Checklist Inspeksi Sanitasi Pondok Pesantren secara lengkap Dapat Anda DOWNLOAD disini

    Minggu, 12 April 2009

    Inspeksi Sanitasi Fisik Depot Air Minum

    Review Standar Depot Air Minum

    Depot air minum adalah badan usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat dalam bentuk curah dan tidak dikemas (Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Dirjen P2PL Depkes RI Tahun 2008). 

    Kualitas air produksi Depot Air Minum akhir-akhir ini ditengarai semakin menurun, dengan permasalahan secara umum antara lain pada peralatan DAM yang tidak dilengkapi alat sterilisasi, atau mempunyai daya bunuh rendah terhadap bakteri, atau pengusaha belum mengetahui peralatan DAM yang baik dan cara pemeliharaannnya

    Dasar pelaksanaan penyehatan Depot Air Minum ini adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Kepmenkes tersebut dalam kaitan dengan Depot Air Minum ini antara lain mengatur :

    Pasal 2
    Jenis air minum meliputi (harus memenuhi syarat Kesehatan air minum)
    a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga;
    b. Air yang didistribusikan melalui tangki air;
    c. Air kemasan;
    d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat;

    Pasal 6
    Pemeriksaan sampel air minum dilaksanakan di laboratorium pemeriksaan kualitas air yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

    Pasal 9
    Pengelola penyediaan air minum harus:
    a. menjamin air minum yang diproduksinya memenuhi syarat Kesehatan dengan melaksanakan pemeriksaan secara berkala memeriksa kualitas air yang diproduksi mulai dari:
    - pemeriksaan instalasi pengolahan air;
    - pemeriksaan pada jaringan pipa distribusi;
    - pemeriksaan pada pipa sambungan ke konsumen;
    - pemeriksaan pada proses isi ulang dan kemasan;
    b. melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelolanya dari segala bentuk pencemaran berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

    Peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan untuk pengolahan air minum harus menggunakan peralatan yang sesuai dengan persyaratan Kesehatan (food grade) seperti pada :
    • Pipa pengisian air baku
    • Tandon air baku
    • Pompa penghisap dan penyedot
    • Filter
    •  border= Mikro Filter
    • Kran pengisian air minum curah
    • Kran pencucian/pembilasan botol
    • Kran penghubung (hose)
    • Peralatan sterilisasi

    Sedangkan Air baku yang dipergunakan pada depot air minum ini harus memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

    Checklist Inspeksi Sanitasi Depot Air Minum yang kami sertakan pada tulisan ini antara lain Data Keadaan Umum Depot Air Minum (Form DAM 1) serta Format Pemeriksaan Fisik Depot Air Minum (Form DAM 4). Format secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

    Senin, 06 April 2009

    Inspeksi Sanitasi Gereja

    Form Inspeksi Sanitasi Gereja

    Geraja adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum pada waktu waktu tertentu dapat melakukan ibadah keagamaan Kristen. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Gereja adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.

    Sedangkan komponen inspeksi sanitasi meliputi :
    1. Letak
    2. Kontruksi
    3. Persyaratan
    4. Bagian dalam

    GEREJA

    Checklist Inspeksi Sanitasi Gereja secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

    Jumat, 13 Maret 2009

    Inspeksi Sanitasi Salon Kecantikan

    Form Inspeksi Sanitasi Salon Kecantikan

    Salon kecantikan, kap salon dan sejenisnya adalah tempat tempat umum yang menetap dimana disediakan fasilitas salon kecantikan, kap salon bagi umum. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Salon Kecantikan adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.
    Sedangkan komponen penilaian meliputi antara lain :
     border=
    1. Perijinan
    2. Letak
    3. Bagian dalam
    4. Alat kerja dan bahan
    5. Karyawan
    Checklist Inspeksi Sanitasi Salon Kecantikan secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

    Selasa, 10 Maret 2009

    Inspeksi Sanitasi Hotel


    Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Hotel Melati

    Secara umum sanitasi menitik beratkan aspek pencegahan, karena berdasarkan pengertiannya, sanitasi merupakan usaha Kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat Kesehatan manusia.  Sedangkan Hotel merupakan jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, yang dikelola secara komersial dengan klasifikasi hotel berbintang dan hotel melati.

    Pengertian Hotel melati adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan yang khusus disediakan untuk memperoleh jasa pelayanan penginapan. Sedangkan hotel berbintang adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum. 

    Menurut Depkes (1995) pengawasan hotel dan restoran/rumah makan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan dan penyuluhan hygiene sanitasi hotel dan restoran/rumah makan termasuk pemeriksaan spesimen di laboratorium. Hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh dinas Kesehatan kabupaten adalah laik sehat (laik hygiene sanitasi) hotel dan restoran/rumah makan yang merupakan rekomendasi dimana kondisi hotel dan restoran/rumah makan memenuhi persyaratan Kesehatan.

    Usaha penyehatan usaha-usaha bagi umum termasuk hotel sangat penting dilakukan untuk meningkatkan Kesehatan masyarakat. Penyehatan Hotel perlu dilaksanakan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan gangguan Kesehatan serta untuk mendorong pengembangan pariwisata.



    Penilaian pemeriksaan Kesehatan hotel melati ini mempergunakan From. H. 2 B, dengan dasar hukum pelaksanaan mempergunakan Lampiran Keputusan Dirjen PPM & PLP Nomor : 95 / - I / PD. 03. 04. LP. Tanggal 25 Mei 1991.

     border=Checklist penilaian Kesehatan Hotel Melati secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini.


    Refferensi, antara lain :  
    • Departemen Kesehatan RI. (1995). Persyaratan Kesehatan Hotel, DitJen. P2MPLP, Jakarta. 
    • Lampiran Keputusan Dirjen PPM & PLP Nomor : 95 / - I / PD. 03. 04. LP. Tanggal 25 Mei 1991.