Blogger templates

Tampilkan postingan dengan label Inspeksi Sanitasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspeksi Sanitasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Juni 2012

Evaluasi Kegiatan

Pengertian dan Tujuan Evaluasi

Rekan-rekan Sanitarian, pasti sudah sangat terbiasa dengan kegiatan evaluasi. Salah satu tahap pelaksanaan manajemen itu secara langsung maupun tidak langsung sudah sering kita lakukan. Kita melakukan evaluasi cakupan akses sanitasi dasar kita, jamban improved kita, laik sehat rumah makan dan restoran kita dan lain sebagainya. Berdasarkan waktu, kita  melakukan evaluasi itu di akhir tahun untuk kepentingan penyusunan rencana kerja. Atau evaluasi pada pertengahan kegiatan untuk kepentingan repoting dan recording kegiatan kita. Berikut beberapa pengertian evaluasi menurut beberapa ahli :

Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan kemudian dibuat suatu kesimpulan dan penyusunan saran pada setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar, 1996). Evaluasi adalah a) cara sistematis untuk belajar dari pengalamanpengalaman yang dimiliki dalam meningkatkan perencanaan yang baik dengan melakukan seleksi yang cermat terhadap alternatif yang akan diambil; b) merupakan proses berlanjut dengan tujuan kegiatan pelayanan Kesehatan menjadi lebih relevan, efisien dan efektif; c) proses menentukan suatu keberhasilan atau mengukur pencapaian suatu tujuan dengan membandingkan terhadap standar/ indikator menggunakan kriteria nilai yang sudah ditentukan; d) didukung oleh oleh informasi yang sahih, relevan dan peka (WHO, 1990).

Tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi atau penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan. Suprihanto (1988), mengatakan bahwa tujuan evaluasi antara lain: a) sebagai alat untuk memperbaiki dan perencanaan program yang akan datang, b) untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta dimasa yang akan datang, c) memperbaiki pelaksanaan dan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program perencanaan kembali suatu program melalui kegiatan mengecek kembali relevansi dari program dalam hal perubahan kecil yang terus-menerus dan mengukur kemajuan target yang direncanakan.

Menurut Lavinghouze (2007),  bahwa kegiatan  evaluasi dilakukan untuk: a) menyediakan pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat, stakeholder, dan lembaga donor; b) membantu menentukan tujuan yang telah ditentukan pada perencanaan; c) meningkatkan program implementasi;  b) memberikan kontribusi untuk pemahaman ilmiah tentang hasil suatu program;  dan e) meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap  masyarakat, dan f) menginformasikan kebijakan. Sementara itu, menurut   Hawe,  et al.  (1998),    evaluasi  proses  dilakukan    untuk:          1) Menilai pencapaian program; 2) Menilai kepuasan sasaran; 3) Menilai pelaksanaan aktivitas program; 4) Menilai tampilan  komponen dan material program.


Berdasarkan ruang lingkupnya menurut Azwar (2000), evaluasi dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : 1) evaluasi terhadap masukan  (Input) yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan ataupun sumber sarana; 2) evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai rencana, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan; 3) evaluasi terhadap keluaran  (output), evaluasi pada tahap akhir ini adalah evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan(summative evaluation) yang tujuan utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yaitu untuk mengukur keluaran serta untuk  mengukur dampak yang dihasilkan. Dari kedua macam evaluasi akhir ini, diketahui bahwa evaluasi keluaran lebih mudah dari pada evaluasi dampak. Pada penelitian ini yang akan dilihat adalah evaluasi keluaran

Ruang lingkup evaluasi dibedakan atas 4 kelompok, yaitu: a) evaluasi terhadap masukan (input) meliputi pemanfaatan berbagai sumber daya, sumber dana, tenaga dan sarana, b) evaluasi terhadap proses (process) dititikberatkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau tidak, c) evaluasi terhadap keluaran (output) adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai, d) Evaluasi terhadap dampak (impact) mencakup pengaruh yang timbul dari program yang dilaksanakan.

Menurut Mantra (1997), evaluasi secara umum dibedakan atas :
  1. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program dengan tujuan menghasilkan informasi yang akan dipergunakan untuk mengembangkan program agar program sesuai dengan masalah atau kebutuhan masyarakat.
  2. Evaluasi proses adalah proses yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan keterjangkauan elemen fisik dan struktural dari program tersebut.
  3. Evaluasi sumatif yaitu memberikan pernyataan efektif suatu program selama kurun waktu tertentu dan dimulai setelah program berjalan.
  4. Evaluasi dampak program yaitu menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan target sasaran.
  5. Evaluasi hasil yaitu menilai perubahan-perubahan atau perbaikan dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status Kesehatan lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu.

Refference :
  • Mantra, I.B. (1997). Monitoring dan Evaluasi, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
  • Azwar, A., (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Putra.
  • Suprihanto. (1988). Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE


Jumat, 09 Maret 2012

Higiene Sanitasi Usaha Catering


Persyaratan Higiene Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan Jasaboga

Kejadian keracunan makanan di sekitar kita, masih sering  kita lihat dan dengar baik langsung maupun melalui media. Kita dapat mengambil beberapa contoh keracunan makanan yang menimpa banyak murid di beberapa sekolah karena mengkonsumsi makanan program pemberian makanan tambahan di sekolah mereka. Kita juga sering mendengar kejadian keracunan makanan pada saat dilakukan pesta dan hajatan.  Kejadian keracunan makanan, memang sering disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang dipersiapkan secara massal. Dan salah satu tersangka utama yang diduga sebagai sumber penyebab keracunan makanan ini (karena terkait dengan penyedian makanan secara massal), adalah usaha jasa boga atau catering. Berdasarkan hal ini maka kegiatan penyehatan usaha jasa boga, sebagai salah satu usaha mencegah dan meminimalisasi keracunan makanan ini sangat penting dilakukan.
 
Sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan No : 71 5/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan Higene dan Sanitasi jasa Boga, yang dimaksud jasa boga adalah sebuah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Jasa boga atau catering dikelompokkan dalam beberapa golongan. Penggolangan ini, antara lain didasarkan pada pertimbangan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani oleh sebuah usaha jasa boga. Resiko dimaksud utamanya terkait dengan aspek Kesehatan masyarakat. Jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan golongan C.

Jasaboga golongan A adalah jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, terdiri atas golongan A1, A2 dan A3. Kriteria jasaboga golongan A1 antara lain sebuah jasa boga yang melayani masyarakat umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga serta dikelola oleh keluarga. Kriteria jasa boga yang termasuk dalam golongan A2, antara lain jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan mempekerjakan tenaga kerja. Sedangkan jasa boga gologan A3 melayani masyarakat umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja.

Jasaboga golongan B adalah jasaboga yang melayani kebutuhan khusus seperti asrama penampungan haji, asrama transito, perusahaan, pengeboran lepas pantai, angkutan umum dalam negeri dan sarana pelayanan Kesehatan. Sedangkan jasaboga gologan C adalah jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.

Beberapa persyaratan hygiene dan Sanitasi Jasa Boga, sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan Higiene dan Sanitasi Jasa Boga, meliputi antara lain :

Persyaratan tenaga atau karyawan pengolah makanan, antara lain:
  • Memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan
  • Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter
  • Tidak mengidap penyakit menular atau pembawa kuman (carrier)
  • Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan Kesehatan
Persyaratan peralatan yang kontak dengan makanan, antara lain:
  • Permukaan utuh dan mudah dibersihkan
  • Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garamgaram yang lazim dijumpai dalam makanan
  • Bila kontak dengan makanan tidak mengeluarkan logam berat beracun yang membahayakan seperti timah hitam, arsen, tembaga dan lain-lain.
  • Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup sempurna
Persyaratan cara pengolahan makanan, antra lain:
  • Semua kegiatan mengolah makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan anggota tubuh
  • Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan memakai sarung tangan plastik sekali pakai, penjepit makanan dan sendok garpu.
  • Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan harus menggunakan celemek, tutup rambut dan sepatu dapur.
  • Perilaku tenaga/karyawan selama bekerja, tidak merokok, tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang polos, tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil, selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar, bersih dan tidak dipakai di luar tempat kerja.
Persyaratan higiene sanitasi penyimpanan makanan jasaboga, baik bahan baku maupun hasil olahannya, sebagai berikut :
Persyaratan penyimpanan bahan mentah
  • Penyimpanan bahan mentah harus di dalam lemari pendingin dengan mengatur suhu penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan dan lamanya waktu penyimpanan.
  • Ketebalan bahan padat tidak lebih dari 10 cm
  • Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80 90%
Persyaratan penyimpanan makanan terolah, diharuskan dalam bentuk kemasan tertutup serta disimpan dalam suhu 10. Persyaratan penyimpanan makanan jadi, antara lain :
  • Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan tikus
  • Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 0 C atau lebih atau disimpan dalam suhu dingin 4 0 C atau kurang.
  • Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam) disimpan dalam suhu 5 0 C sampai 1 0 C
Sedangkan cara penyimpanan makanan, harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
  • Tidak menempel pada lantai, dinding atau langitlangit dengan ketentuan jarak makanan dengan lantai 15 cm, dengan dinding 5 cm dan dengan langitlangit 60 cm.
  • Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan makanan mentah.

Article Source:
  • Departemen Kesehatan RI, 2003, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.

Senin, 13 Februari 2012

Klinik Sanitasi


Jati Diri Klinik Sanitasi 

Sebetulnya program Klinik Sanitasi sudah mulai diperkenalkan dan dilaksanakan sejak tahun 2003. Namun dibanyak tempat program ini seperti jalan di tempat, tanpa tanda-tanda kehidupan, dengan segudang permasalahan dan alasan. Jikapun ada, dibanyak tempat, kegiatan klinik sanitasi seperti bergerak tanpa esensi, dan sebatas sekedar gerakan diatas kertas. Untuk mengingatkan kita bersama, berikut disarikan beberapa hal terkait dengan program klinik sanitasi. Sumber acuan menggunakan, Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, dan Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Depkes RI tahun 2003.

Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah Kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari tingginya angka kejadian dan kunjungan penderita beberapa penyakit ke sarana Kesehatan. Penyakit tersebut meliputi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), tuberkulosis paru, diare, malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), keracunan makanan, kecacingan, serta gangguan Kesehatan akibat keracunan bahan kimia dan pestisida.

Klinik sanitasi adalah suatu upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan Kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang berisiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar gedung.

Integrasi upaya Kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan ditetapkannya paradigma sehat yang lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui klinik sanitasi, ketiga upaya pelayanan Kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif dilakukan secara terintergrasi dalam pelayanan Kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis lingkungan, di dalam maupun di luar gedung.


Klinik sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat dalam mengatasi masalah Kesehatan lingkungan untuk pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan Puskesmas.

Secara umum klinik sanitasi bertujuan untuk meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat melaui upaya preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus. Secara khusus bertujuan:
  1. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam program pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan dengan memberdayakan masyarakat;
  2. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan dan perilaku masyarakat (pasien, klien dan masyarakat) untuk mewujudkan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat;
  3. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi penyakit berbasis lingkungan serta masalah Kesehatan lingkungan dengan sumber daya yang ada;
  4. Menurunnya angka penyakit berbasis lingkungan dan meningkatnya kondisi Kesehatan lingkungan.
Sasaran program klinik sanitasi meliputi: 1) penderita penyakit (pasien) yang berhubungan dengan masalah Kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang diketemukan di lapangan); 2) masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah Kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang menemui petugas klinik sanitasi di lapangan); 3) lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat sekitarnya.

Klinik sanitasi dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung puskesmas oleh petugas sanitasi dibantu oleh petugas Kesehatan lain dan masyarakat. Kegiatan dalam gedung difokuskan pada identifikasi penyakit yang diderita pasien, kegiatan konseling, penyuluhan dan membuat perjanjian untuk kunjungan rumah. Kegiatan di luar gedung berupa kunjungan rumah. Kegiatan tersebut meliputi inspeksi sanitasi lingkungan tempat tinggal pasien, penyuluhan yang lebih terarah kepada pasien, keluarga dan tetangga sekitar. Inspeksi sanitasi lingkungan bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan dan ketepatan jenis intervensi yang akan dilakukan.

Strategi operasional dari program klinik sanitasi meliputi :
  1. Inventarisasi masalah Kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat dengan cara pengumpulan data dan pemetaan yang berkaitan dengan penyakit, perilaku, sarana sanitasi, dan keadaan lingkungan.
  2. Mengintegrasikan intervensi Kesehatan lingkungan dengan program terkait di puskesmas dalam rangka pemberantasan penyakit berbasis lingkungan.
  3. Menentukan skala prioritas penyusunan perencanaan dan pelaksanaan penanganan masalah Kesehatan lingkungan
    dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang ada dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait, baik dalam lingkup kabupaten maupun puskesmas.
  4. Menumbuhkembangkan peran serta masyarakat melalui kemitraan dengan kelembagaan yang ada.
  5. Membentuk jaringan kerjasama antar kabupaten/kecamatan yang merupakan satuan ekologis atau satuan epidemiologis penyakit.
  6. Menciptakan perubahan dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya promosi Kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
  7. Mengupayakan dukungan dana dari berbagai sumber antara lain masyarakat, swasta, pengusaha, dan pemerintah.
Pemisahan Tempat Sampah Medis
Untuk melaksanakan kegiatan program klinik sanitasi diperlukan adanya tenaga pelaksana, sarana dan prasarana, dan dukungan dana. Tenaga pelaksana sebaiknya berlatarbelakang pendidikan Kesehatan lingkungan atau tenaga Kesehatan lain yang ditunjuk oleh kepala puskesmas dan telah mendapat pelatihan tentang klinik sanitasi.

Kelengkapan sarana dan prasarana seperti ruangan untuk konseling dan bengkel, peralatan, transportasi, alat peraga atau media penyuluhan, formulir pencatatan dan pelaporan, dan buku pedoman. Tenaga dan sarana/prasarana yang tersedia dapat diberdayakan dengan baik jika ada dukungan dana operasional.

Beberapa hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan klinik sanitasi sebagai berikut :

  1. Masih terbatasnya tenaga puskesmas sebagai pelaksana klinik sanitasi, sehingga kegiatan ini belum menjadi prioritas puskesmas.
  2. Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa yang ada di wilayah puskesmas karena luasnya wilayah, kondisi geografis, dan terbatasnya transportasi.
  3. Terbatasnya dana untuk kegiatan klinik sanitasi.

Beberapa peluang yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan klinik sanitasi sebagai berikut.
  1. Adanya dana operasional Puskesmas yang dapat
    dimanfaatkan untuk kegiatan klinik sanitasi.
  2. Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi kasus yang terjadi.
  3. Adanya mekanisme lokakarya mini di puskesmas yang dapat digunakan untuk pengembangan dan koordinasi kegiatan klinik sanitasi.
  4. Pendayagunaan tenaga Kesehatan lingkungan yang saat ini bekerja di luar bidang tugasnya untuk pelaksanaan klinik sanitasi.
  5. Adanya dana sektor lain yang dapat dialokasikan di desa sehingga dapat menunjang kegiatan klinik sanitasi.
  6. Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat selama ini.
  7. Telah tersediaannya alat (water test kit dan media penyuluhan).
  8.  Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan klinik sanitasi.

Selasa, 05 Mei 2009

Inspeksi Sanitasi Hotel Melati

Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan Hotel Melati


Pengertian Higiene menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1966 Tentang Hygiene,  adalah Segala usaha untuk melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat Kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun perorangan dengan tujuan memberi dasar-dasar selanjutnya hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna peri kehidupan manusia

Pengertian Sanitasi menurut WHO adalah Suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepadamanusia terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, Kesehatan, dan kelangsungan hidup.

Tempat-tempat Umum merupakan Suatu tempat dimana banyak orang berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara insidentil maupun terus-menerus, baik secara membayar maupun tidak. Sedangkan Usaha-usaha untuk umum merupakan Suatu usaha/kegiatan yang menghasilkan barang / jasa yang bertujuan untuk dapat dinikmai dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

Dasar Hukum
  • UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
  • UU No.11 tahun 1962 tentang Hyangiene utk Usaha bagi Umum
  • UU No.2 tahun 1966 tentang Hyangiene
  • Permenkes No.061/MENKES/PER/I/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Kolam Renang dan Pemandian Umum
  • Permenkes No.80/MENKES/II/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Hotel
  • Peraturan daerah yang mengatur kegiatan-kegiatan usaha bagi umum

Penyehatan sanitasi tempat-tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi TTU yang memenuhi syarat agar masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan terhadap Kesehatan masyarakat. Selain itu juga agar pengunjung TTU menggunakan dan memelihara fasilitas sanitasi yang tersedia di TTU tersebut, juga agar pengelola/penanggung jawab TTU dengan upaya sendiri menciptakan sanitasi TTU

Ruang Lingkup STTU
  1. Penyediaan air minum (Water Supply)
  2. Pengelolaan sampah padat, air kotor, dan kotoran manusia (Wastes Disposal meliputi sewage, refuse, dan excreta)
  3. Hygiene dan sanitasi makanan (Food Hygiene and Sanitation)
  4. Perumahan dan kontruksi bangunan (Housing and Construction)
  5. Pengawasan vektor (Vector Control)
  6. Pengawasan pencemaran fisik (Physical Pollution)
  7. Hygiene dan sanitasi industri (Industrial Hygiene and Sanitation)

Usaha Sanitasi Tempat-Tempat Umum
  1. Pengawasan dan pemeriksaan faktor  lingkungan TTU serta faktor manusia yang melakukan kegiatan.
  1. Penyuluhan terhadap masyarakat (edukasi) terutama untuk yang menyangkut pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya2 yang timbul dari TTU

Hotel sebagai salah satu jenis Tempat-Tempat Umum, secara sanitasi juga tidak luput dari penilaian dari aspek Kesehatan lingkungan. Sebagai contoh, penilaian pemeriksaan Kesehatan hotel melati mempergunakan From. H. 2 B, dengan dasar hukum pelaksanaan mempergunakan Lampiran Keputusan Dirjen PPM & PLP Nomor : 95 / - I / PD. 03. 04. LP. Tanggal 25 Mei 1991
RESTORAN



Checklist penilaian Kesehatan Hotel Melati secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

Jumat, 01 Mei 2009

Inspeksi Sanitasi Masjid

Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum, pada waktu waktu tertentu berkumpul untuk melakukan ibadah keagamaan Islam. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Masjid adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.

 OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Komponen penilaian meliputi :
1. Letak
2. Kontruksi
3. Persyaratan, seperti :
a. Alat sembahyang
b. Lantai
c. Ventilasi
d. Pencahayaan
e. Tempat sandal dan sepatu
f. Tersedia tempat sandal dan sepatu yang khusus



Checklist Inspeksi Sanitasi Masjid secara lengkap Dapat Anda DOWNLOAD disini

Selasa, 28 April 2009

Inspeksi Sanitasi Ponpes

Standar Sanitasi Pondok Pesantren Sehat

Salah satu persyaratan sanitasi pondok pesantren ini menyangkut tempat tidur pondok pesantren.
  1. Selalu dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan, tersedia tempat sampah sesuai dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai kebutuhan.
  2. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal  3 m2/tempat tidur (1.5 m x 2 m).
  3. Di dalam lingkungan Ponpes baik di dalam maupun diluar ruangan harus mendapat pencahayaan yang memadai.
  4. Mutu udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.    Tidak berbau (terutama H2S dan Amoniak). b.  Kadar debu tidak melampaui konsentrasi maksimu. 
Secara umum sanitasi Pondok Pesantren dinilai dari beberapa komponen, antara lain meliputi :
  1. Lingkungan dan bangunan pondok pesantren selalu dalam keadaan bersih dan tersedia sarana sanitasi yang memadai
  2. Lingkungan dan bangunan ponpes tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang mengerat, dan binatang mengganggu lainnya.
  3. Penularan penyakit dan kecelakaan.
  4. Konstruksi
  5. Ruang tidur
  6. Persyaratan Kesehatan fasilitas sanitasi
  7. Persyaratan pengelolaan makanan/minuman
  border=


Checklist Inspeksi Sanitasi Pondok Pesantren secara lengkap Dapat Anda DOWNLOAD disini

Senin, 06 April 2009

Inspeksi Sanitasi Gereja

Form Inspeksi Sanitasi Gereja

Geraja adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum pada waktu waktu tertentu dapat melakukan ibadah keagamaan Kristen. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Gereja adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.

Sedangkan komponen inspeksi sanitasi meliputi :
  1. Letak
  2. Kontruksi
  3. Persyaratan
  4. Bagian dalam

GEREJA

Checklist Inspeksi Sanitasi Gereja secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

Jumat, 13 Maret 2009

Inspeksi Sanitasi Salon Kecantikan

Form Inspeksi Sanitasi Salon Kecantikan

Salon kecantikan, kap salon dan sejenisnya adalah tempat tempat umum yang menetap dimana disediakan fasilitas salon kecantikan, kap salon bagi umum. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Salon Kecantikan adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum.
Sedangkan komponen penilaian meliputi antara lain :
 border=
  1. Perijinan
  2. Letak
  3. Bagian dalam
  4. Alat kerja dan bahan
  5. Karyawan
Checklist Inspeksi Sanitasi Salon Kecantikan secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

Selasa, 10 Maret 2009

Inspeksi Sanitasi Hotel


Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Hotel Melati

Secara umum sanitasi menitik beratkan aspek pencegahan, karena berdasarkan pengertiannya, sanitasi merupakan usaha Kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat Kesehatan manusia.  Sedangkan Hotel merupakan jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, yang dikelola secara komersial dengan klasifikasi hotel berbintang dan hotel melati.

Pengertian Hotel melati adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan yang khusus disediakan untuk memperoleh jasa pelayanan penginapan. Sedangkan hotel berbintang adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum. 

Menurut Depkes (1995) pengawasan hotel dan restoran/rumah makan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan dan penyuluhan hygiene sanitasi hotel dan restoran/rumah makan termasuk pemeriksaan spesimen di laboratorium. Hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh dinas Kesehatan kabupaten adalah laik sehat (laik hygiene sanitasi) hotel dan restoran/rumah makan yang merupakan rekomendasi dimana kondisi hotel dan restoran/rumah makan memenuhi persyaratan Kesehatan.

Usaha penyehatan usaha-usaha bagi umum termasuk hotel sangat penting dilakukan untuk meningkatkan Kesehatan masyarakat. Penyehatan Hotel perlu dilaksanakan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan gangguan Kesehatan serta untuk mendorong pengembangan pariwisata.



Penilaian pemeriksaan Kesehatan hotel melati ini mempergunakan From. H. 2 B, dengan dasar hukum pelaksanaan mempergunakan Lampiran Keputusan Dirjen PPM & PLP Nomor : 95 / - I / PD. 03. 04. LP. Tanggal 25 Mei 1991.

 border=Checklist penilaian Kesehatan Hotel Melati secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini.


Refferensi, antara lain :  
  • Departemen Kesehatan RI. (1995). Persyaratan Kesehatan Hotel, DitJen. P2MPLP, Jakarta. 
  • Lampiran Keputusan Dirjen PPM & PLP Nomor : 95 / - I / PD. 03. 04. LP. Tanggal 25 Mei 1991.

Senin, 23 Februari 2009

Inspeksi Sanitasi Depot Air Minum



Inspeksi Sanitasi DAM (Depot Air Minum)


Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat Kesehatan dan dapat langsung diminum, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang persyaratan kualitas air minum

Air minum harus memenuhi syarat-syarat Kesehatan, baik fisik kimia, radio aktif maupun mikrobiologi supaya tidak mengakibatkan gangguan Kesehatan pada manusia (Depkes RI., 2010). Air yang secara fisik tidak memenuhi syarat Kesehatan akan dengan mudah dihindari untuk diminum oleh manusia, misalnya air yang berbau, tidak jernih maupun terdapat rasa yang tidak biasa. Air minum yang tercemar bahan kimia dan radio aktif mengakibatkan gangguan Kesehatan yang umumnya bersifat kronis dan jangka panjang, sedangkan untuk mendeteksinya memerlukan pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih mahal. 

Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) adalah badan usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat dalam bentuk curah. Industri pengolahan air minum dalam skala kecil yang dikenal dengan nama (DAMIU) telah berkembang dengan sangat pesat, ini dapat dikatakan telah membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat atas penyediaan air minum dengan harga yang pantas dan terjangkau.  Jenis usaha ini harus mendapat pemantauan yang optimal, sehingga kualitas air hasil produksi yang dihasilkan DAMIU tidak merugikan Kesehatan masyarakat. 

Secara prinsip  proses pengolahan air yang dilakukan pada DAMIU (sebagaimana proses pengolahan lainnya),  harus mampu menghilangkan semua jenis pencemar, baik fisik, kimia maupun mikrobiologi.  Sedangkan secara garis besar, proses pengolahan air pada Depot Air Minum Isi Ulang terdiri atas penyaringan (filtrasi) dan desinfeksi.

Checklist inspeksi sanitasi Depot Air Minum (DAM) ini menggunakan acuan Petunjuk Teknis Dirjen PPM dan PLP. Komponen inspeksi meliputi :
     border=
  1. Keterangan umum
  2. Uraian diagnosa
  3. Standard alat, baik Filter maupun Alat steril
  4. E coli tandon
  5. E. Coli kran
  6. Standar Fisik produk
Checklist Inspeksi Sanitasi Depot Air Minum (DAM) secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

Sabtu, 21 Februari 2009

Inspeksi Sanitasi Kolam Renang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kolam Renang dan Pemandian Umum


Dasar pelaksanaan penyehatan klam renang dan pemandian umum ini terpat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Sedangkan Komponen umum inpeksi sanitasi kolam renang dan pemandian umum meliputi :
  1. Tata Bangunan
  2. Konstruksi bangunan
  3. Kelengkapan
  4. Persyaratan bangunan dan fasilitas sanitasi (seperti bak cuci kaki untuk kolam renang, dll), serta
  5. Area kolam renang dan kolam pemandian umum.
Beberapa persyaratan sanitasi kolam renang berdasarkan aspek bangunan, antara lain  :
  • Dinding kolam renang harus rata dan vertikal, bila diperlukan fasilitas injakan, pegangan dan tangga, tidak diperbolehkan adanya penonjolan.
  • Dilengkapi dengan saluran peluap di kedua belah sisinya.
  • Tangga kolam renang harus vertikal dan terbuat dari bahan berbentuk bulat dan tahan karat.
  • Lantai di tepi kolam renang yang kedap air memiliki lebar minimal  1 meter, tidak licin dan permukaannya miring ke luar kolam.
  • Harus ada tanda-tanda yang jelas untuk menunjukkan kedalaman kolam renang dan tanda pemisah untuk orang yang dapat berenang dan tidak dapat berenang.
  • Apabila dilengkapi dengan papan loncat, papan luncur, harus sesuai dengan ketentuan teknis untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
Sedangkan menyangkut standar sanitasi Bak Cuci Kaki Untuk Kolam Renang, antara lain disebutkan bahwa harus tersedia dengan ukuran minimal panjang 1.5 meter lebar 1.5 meter dlam 20 cm dan harus terisi air yang penuh. Standar kadar sisa chlor pada air bak cuci kaki adalah 2 ppm.

Checklist Inspeksi Sanitasi Kolam Renang dan Pemandian Umum secara lengkap Dapat DI DOWNLOAD DISINI

Selasa, 17 Februari 2009

Inspeksi Sanitasi Tempat Pangkas Rambut


Form Pemeriksaan Sanitasi Tempat Pangkas Rambut

Tempat pangkas rambut adalah suatu tempat beserta fasilitasnya untuk melayani pangkas rambut bagi umum. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Tempat Pangkas Rambut adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum

Beberapa persyaratan yang ditetapkan, antara lain :
  1. Ketersediaan tempat duduk yang bebas dari kutu busuk dan serangga lainya dan selalu di jaga kebersihannya
  2. Pencahayaan minuman 8 fc dan tidak menyilaukan
  3. Lubang fentilasi minimal 10 % dari luas lantai ruang tunggu
  4. Lantai tidak lebab dan mudah dibersihkan    
  5. Tersedia kotak sampah dan kantong pembungkus rambut sebelum dibuang
  6. Pencahayaan tidak menyilaukan, minimal 15 fc
  7. Lubang fentilasi minimal 10 % dari luas lantai ruang kerja
  8. Lantai tadak lembab dan mudah dibersihkan
  9. Harus ada tempat cuci tangan    
Sedangkan komponen- komponen inspeksi sanitasi Tempat Pangkas Rambut antara lain meliputi :
     border=
  1. Ruang tunggu
  2. Alat - alat Kerja
  3. Karyawan
 Checklist Inspeksi Sanitasi Tempat Pangkas Rambut secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini