FOKUS /KEGIATAN PRIORITAS | INDIKATOR | TARGET | |
2010 | 2014 | ||
Penyehatan air bersih dan sanitasi | 1. Persentase penduduk yg memiliki akses terhadap air minum yang berkualitas 2. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat 3. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat 4. Persentase penduduk Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) 5. Persentase propinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan STBM Sanitasi Total berbasis Masyarakat) sebesar 100% Kab/Kota | 62 85 64 71 18 | 67 100 75 100 100 |
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan | 1. Persentase cakupan tempat- tempat umum yang memenuhi syarat Kesehatan 2. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat Kesehatan 3. Persentase cakupan tempat pengelolaan makanan yang Memenuhi syarat Kesehatan | 76 75 55 | 85 85 75 |
Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan | Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak Kesehatan akibat perubahan iklim | 20 | 100 |
Pengembangan wilayah sehat | 1. Persentase Kab/kota/ Kawasan yang telah melaksanakan Kab/Kota/Kawasan sehat 2. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan kab/kota sehat yang sesuai standar sebesar 50% | 50 12 | 100 100 |
Senin, 28 Juni 2010
Target STBM
Sabtu, 26 Juni 2010
Pengukuran Kebisingan
Cara Pengukuran Tingkat Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:
- Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan)
- Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi.
Sound Level Meter (SLM)
Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.
Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.
Standar Kebisingan
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak.
- Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.
- Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE 01/MEN/1978
Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu
NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A)
Nilai Ambang Kebisingan Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan | Intensitas (dB A) | |
8 4 2 1 | Jam | 85 88 91 94 |
30 15 7,5 3,75 1,88 0,94 | Manit | 97 100 103 106 109 112 |
28,12 14,06 7,03 3,52 1,75 0,88 0,44 0,22 0,11 | Detik | 115 118 121 124 127 13 133 136 139 |
3. Kriteria Kebisingan Menurut Department of Labor OSHA
Waktu (jam/hari) | Tingkat Kebisingan (dB A) |
8 6 4 3 2 1,5 1 0,5 <0,25 | 90 92 95 97 100 102 105 110 115 |
4. Standard Kebisingan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan Kesehatan
Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
No | Zona | Maksimum dianjurkan (dBA) | Maksimum diperbolehkan (dBA) |
1 | A | 35 | 45 |
2 | B | 45 | 55 |
3 | C | 50 | 60 |
4 | D | 60 | 70 |
Keterangan:
Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan Kesehatan dsb;
Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;
Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
5. Kriteria Kebisingan menurut Formula ACGIH dan NIOSH. Formula ini, dengan menggunakan rumus tertentu, dipakai untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman.
Kriteria Kebisingan Menurut ACGIH dan NIOSH
DB | Waktu Paparan yang diperbolehkan (jam) | DB | Waktu Paparan yang diperbolehkan(jam) |
80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 | 25,4 20,16 16 12,7 10,08 8 6,35 5,04 4 3,17 2,52 2 1,59 1,26 1 0,79 0,63 0,5 0,4 0,31 0,25 0,2 0,16 0,13 0,1 0,08 | 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 | 37,5 2,98 2,36 1,88 1,49 1,18 0,94 0,74 0,59 0,47 0,37 0,3 0,23 0,19 0,15 0,12 0,09 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,02 0,01 |
Jumat, 25 Juni 2010
Pengendalian Kebisingan
Cara Pengendalian Kebisingan
Pengendalian kebisingan mutlak diperlukan untuk memperkecil pengaruhnya pada Kesehatan kita. Usaha pengendalian kebisingan harus dimulai dengan melihat komponen kebisingan, yaitu Sumber radiasi, Jalur tempuh radiasi, serta Penerima (telinga). Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.
Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control).
Pada Active Noise Control dapat dilakukan dengan Kontrol pada Sumber. Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi sumber, yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin supaya kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan mengisolasi elemen getar, melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005):
- Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah
- Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sbg penggantian proses riveting.
- Modifikasi tempat mesin, seperti pemberian dudukan mesin dengan material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi.
- Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja
Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit harga terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol lingkungan.
Jika kita berada pada lingkungan kerja dengan kebisingan > 100 dB A, maka usaha kontrol pada sumber kebisingan harus dilakukan. Menurut Standard Basic Requirement OSHA, rekayasa mesin harus dilakukan pada kondisi ini, dengan beberapa teknik berikut :
- Cladding, adalah teknik untuk mengurangi pancaran bising dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang bervariasi.
- Silencer, Attenuator, Muffler. digunakan untuk mereduksi bising fluida dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida.
Secara praktis di lapangan, pengendalian bising pada sumber dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara pemeliharaan mesin-mesin secara kontinu, penempatan mesin-mesin pada ruangan khusus dan jauh dari kegiatan masyarakat atau karyawan, serta melengkapi mesin-mesin dengan penutup mesin sehingga dapat mengurangi kebisingan.
Metode lain untuk meredam bising seperti penggunaan alat peredam bising silencer yang diletakkan pada vent gas. Silencer dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan dengan frekuensi tinggi, kompresor, blower, dan pompa vakum. Alat ini didisain sedemikian rupa sehingga aliran udara melewati tabung akustik berlubang yang dikelilingi oleh lapisan tebal dari material penyerap suara yang akan menurunkan kebisingan dengan range frekuensi tinggi dengan penurunan tekanan minimum.
Silencer terbuat dari konstruksi baja dimana permukaan luar dilapisi dengan baik. Alat ini didisain untuk menangani udara kering dengan temperatur di bawah 93oC. Untuk temperatur tinggi digunakan kemasan fiberglass.
Selain pengendalian dengan melakukan kontrol pada sumber bising, pengendalian kebisingan juga dapat dilakukan dengan pengendalian pada medium perambatan. Usaha ini bertujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil jika sound barrier tidak ikut bergetar (resonansi) saat tertimpa gelombang yang merambat, hal ini sangat tergantung pada bahan dimensi.
Pengendalian kebisingan pada medium propagasi (medium rambat) sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antra lain usaha untuk melakukan pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik; Penggunaan material yang memiliki daya serap suara; Pembuatan Barrier yang berfungsi untuk menghalangi paparan bising dari sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima. Usaha lain dapat dilakukan misal dengan memasang panel dan penghalang, serta memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.
Salah satu usaha untuk mereduksi kebisingan pada daerah permukiman, dilakukan dengan Green Barrier yang membatasi daerah sumber kebisingan dengan daerah pemukiman masyarakat. Juga dapat dilakukan dengan memasang dinding pemisah antara sumber-sumber bising dengan ruangan tempat kerja (kedap suara).
Usaha terakhir untuk mengendalikan kebisingan dengan melakukan usaha proteksi secara personal. Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Secara umum, penggunaan earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs. Namun juga harus diingat bahwa proteksi yang berlebihan sangat dimungkinkan dapat mengurangi efektifitas proses.
Berikut beberapa penjelasan yang terkait dengan Earmuffs dan Earplugs.
Earmuffs, terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk intensitas tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya bisa disesuaikan untuk berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan walaupun terjadi infeksi pada telinga alat tetap dapat dipakai. Kekurangannya, penggunaan earmuffs menimbulkan ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal, sukar dipasang pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala dan kurang praktis karena ukurannya besar. Earmuffs lebih protektif daripada earplugs jika digunakan dengan tepat, tapi kurang efektif jika penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan kaca mata.
Earplugs, digunakan untuk tingkat kebisingan sedang (80-95 dB), dengan waktu paparan 8 jam. Terdapat berbagai macam earplugs, baik bentuk padat maupun berongga. Bahannya terbuat dari karet lunak, karet keras, lilin, plastik atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut.
Penguunaan ear plug mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah dibawa karena bentuknya yang kecil, tidak membatasi gerakan kepala, lebih nyaman digunakan pada tempat panas, juga lebih murah (dibandingkan ear muff), Ear Plug juga lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm. Sedangkan kekurangan ear plug atenuasi lebih kecil, sukar mengontrol atau diawasi, resiko infeksi pada saluran telinga.
Pengendalian pada penerima kebisingan dapat dilakukan dengan pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta melengkapi karyawan dengan alat pelindung diri (ear muff dan ear plug).
Rabu, 23 Juni 2010
Deklarasi ODF Kecamatan Kedungjajang
Untuk lebih melengkapi informasi ini, berikut sebagian prosesi Deklarasi Open Defecation Free Kec. Kedungjajang dalam format video :
See u next ODF .
Selasa, 01 Juni 2010
Standard Operational Procedure Sanitarian
- Ditentukan pada jarak terjauh dari sumber bising
- Jarak terdekat dari sumber kebisingan
- Jarak antara jarak terjauh dan terdekat dengan sumber bising.
- Fly grill diletakkan mendatar pada titik lokasi pengukuran
- Setiap titik lokasi dilakukan 10x pengukuran
- Selama 30 detik lalat yang hinggap di fly grill dihitung
- Jarang : = 2
- Sedang : >2-20
- Tinggi : > 20
- Termometer digunakan untuk mengukur suhu
- DHL Meter digunakan untuk mengukur kadar DHL
- Dry Oven digunakan untuk pemanasan sampel
- Desikator digunakan untuk menyerap kadar air
- Timbangan analitik digunakan untuk menimbang
- Cawan Porselen digunakan sebagai wadah kertas saring saat di oven
- Beker Glass wadah sampel saat akan diukur
- Aquades sebagai pelarut dan pengencer
- Kertas saring untuk menyaring suspended solid
- Tissue untuk membersihkan atau mengeringkan alat
- Nama/alamat pengirim
- Tempat pengambilan sampel
- Tanggal pengambilan
- Waktu pengambilan
- Tujuan pemeriksaan
- Bor tangan
- Sekop kecil dari bahan metal, plastik, dan kayu
- pH soil tester
- Termometer
- Higro meter
- Wadah sampel
- Alat tulis
- Checklist pengambilan sampel
- Rol meter
- Jenis sampel
- Spesifikasi pemeriksaan (fisik/kimia/mikrobiologi)
- Lokasi sampling
- Teknik sampling yang dilakukan
Rabu, 26 Mei 2010
Software Klinik Sanitasi
Software ini dibuat oleh Tim MIT Sanitasi Dinkes Kab. Lumajang dengan basis aplikasi menggunakan bahasa program Delphi. Spesifikasi komputer yang diperlukan termasuk minimal, yaitu Pentium III ke atas, OS windows xp,vista,windows 7, RAM minimum, VGA minimum, serta LAN yang bersifat optional.
Kamis, 20 Mei 2010
Pemeriksaan E Coli Dengan Metode H2S
Peralatan dan media pemeriksaan bakteriologis kualitas air dengan metode H2S antra lain :
- Kompor
- Tabung reaksi dg tutup ulir / botol bertutup tahan panas
- Sterilisator (autoclave, drying oven)
- Lampu spiritus
- Timbangan
- Pipet (1 ml , 10 ml )
- Gelas ukur, erlenmeyer
- Rak tabung
- Botol media
- Lain-lain (Ph lakmus, spidol, label)
- Sodium thiosulfate
- Kertas saring
- Pepton (bakteriological peptone)
- Dipotasium hydrogen phospate
- Ferric ammonium citrate
- Teepol
- Aquadest/aquabi dest
Prosedur pembuatan Media pemeriksaan
- Pepton : 40,0 GR ; K2HPO4 : 3,0 GR ; FAC : 1,5 GR ; NA2S2SO4 : 1,0 GR ; dan aquabidest 1.000 ml.
- Tambahkan Teepol 2,0 ml
- Dipanaskan sambil diaduk perlahan lahan sampai larutan homogen/merata, kemudian diamkan sampai dingin.
- Masukan kertas saring berlipat (8 x 8 cm) kedlm tabung/botol media, kemudian pipet larutan media 1 ml untuk sampel 20 ml, & 2,5 ml untuk sampel 100 ml.
- Tabung-tabung tersebut disteril pada suhu 121 oc selama 15 kemudian dikeringkan (oven 60 oc selama 30).
- Dinginkan, simpan media pada suhu 4 8 oc.
- Ambil 1 tabung media.
- Masukan sampel air 20 cc atau sampai tanda batas kedalam tabung/botol media (lewat mulut tabung diatas nyala api ,agar tetap steril).
- Simpan di rak tabung pada suhu ruangan selama 1 3 hari.
- Warna hitam dalam waktu 1 3 hari berarti mengandung 1 bakteri/100 ml.
- Warna hitam pekat dalamwaktu < 24 jam berarti mengandung > banyak bakteri/100 ml.
- Warna hitam dalam waktu 1 3 hari berarti mengandung > 5 bakteri/100 ml.
- Warna hitam pekat dalam waktu < 24 jam berarti mengandung > 50 bakteri/100 ml.
Rabu, 19 Mei 2010
Deklarasi ODF Kec. Padang
Kec gucialit | : | 9 Desa (Kecamatan ODF) |
Kecamatan Senduro | : | 12 Desa (Kecamatan ODF) |
Kecamatan Padang (odf) | : | 9 Desa (Kecamatan ODF) |
Kecamatan Kedungjajang | : | 12 Desa (Rencana Deklarasi pada bulan juni |
Kecamatan Pronojiwo | : | 2 Desa ODF |
Kecamatan Pasirian | : | 2 Desa ODF |
Kecamatan Yosowilangun | : | 4 Desa ODF |
- Kecamatan Pasrujambe, rencana Deklarasi ODF pada bulan Juni 2010, mulai bergerak serta telah terbentuk jejaring sanitasi.
- Kecamatan Yosowilangun, rencana Deklarasi ODF pada bulan Juli 2010, Muspika bergerak 2 kali seminggu turun ke desa.
- Kecamatan Tempursari, rencana Deklarasi ODF pada bulan Agustus 2010.
- Kecamatan Pronojiwo, rencana Deklarasi ODF pada bulan September 2010, gerakan muspika dan lintas sektor 2 kali seminggu turun ke desa
- Kecamatan Tekung, rencana Deklarasi ODF pada bulan Desember 2010, gerakan muspika turun ke desa juga telah dilakukan
Minggu, 09 Mei 2010
Konstruksi Jamban Pada Kondisi Khusus
- Jamban untuk daerah banjir/pasang surut, atau rumah panggung. Jamban model ini dirancang untuk digunakan pada daerah yang biasa terkena dampak banjir selama musim hujan. Juga cocok digunakan pada daerah pasang surut serta rumah panggung. Jika kita lihat gambar diatas, sumur penampung tinja berada diatas tanah. Sumur ini dihubungkan dengan slab dan closet melalui sejumlah ring beton dan pipa. Jumlah ring beton dan panjang pipa dapat disesuaikan dengan ketinggian air selama banjir atau pasang surut. Karena sumur akan penuh selama banjir atau pasang, maka bagian satu-satunya yang dapat digunakan dari tangki adalah bagian yang melewati permukaan banjir atau pasang. Rumah jamban perlu ditinggikan melebihi permukaan air yang tertinggi. Jamban model ini akan lebih mahal biaya pembuatannya daripada jamban jenis lain. Juga harus diperhitungkan semakin berkurangnya kekuatan bahan bangunan yang digunakan akibat terendam air. Akan sangat disarankan jika menggunakan bahan dengan spesifikasi tahan air.
- Tangki septic menggunakan pasangan batu bata biasa dengan adukan 1ps:2sm:3kp, sedangkan untuk adukan kedap air/plester menguunakan adukan 1sm:3ps
- Tangki septic harus dilengkapi dengan pipa udara dengan diameter 50 mm (2) dan tinggi 25 m dari permukaan tanah.
- Tangki septic harus dilengkapi dengan lubang periksa yang berukuran 40 cm x 40 cm.
- Konstruksi sumur resapan merupakan sumuran yang berdiameter 80 cm dengan kedalaman 160 cm
- Sumur resapan menggunakan pasangan batu bata system sarang lebah pada bagian bawah (daerah yang terendam air), dan konstruksi bata dengan adukan kapur untuk bagian atas (daerah kering).
Jumat, 30 April 2010
Sick Building Syndrome
- 52% pencemaran akibat ventilasi yang tidak adekuat dapat berupa kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang tidak merata, dan buruknya perawatan sarana ventilasi.
- Pencemaran udara dari alat- alat di dalam gedung seperti mesin fotokopi, kertas tisu, lem kertas dan lem wallpaper, zat pewarna dari bahan cetakan, pembersih lantai serta pengharum ruangan (sebesar 17%).
- Pencemaran dari luar gedung dapat juga masuk ke dalam ruangan, hal ini dikarenakan tidak tepatnya penempatan lokasi masuknya udara segar dalam ruangan (sebesar 11%).
- Pencemaran bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fibreglass dan bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut (sebesar 3%).
- Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin serta seluruh sistemnya (sebesar 5%).
- Sebesar 12 % dari sumber tidak diketahui (Aditama, 2002).
- a. Debu kertas.
- b. Asap rokok
- c. Debu dalam ruangan
- d. Penggunaan komputer
- a. Suhu ruangan yang tinggi (lebih dari 23C dalam ruangan ber-AC).
- b. Aliran udara dalam ruangan rendah (kurang dari 10 liter/ detik/ orang).
- c. AC dalam ruangan.
- d. Kontrol yang rendah terhadap suhu dan pencahayaan.
- e. Rendahnya perawatan dan kebersihan gedung.
- f. Kerusakan pada jaringan air.
Parameter | Keterangan |
Sistem ventilasi | 1. Kecepatan ventilasi (terlalu cepat, terlalu lambat). 2. Buruknya distribusi udara. 3. Sistem ventilasi yang tidak beroperasi. 4. Pengatur suhu udara (air conditioner). 5. Buruknya penyaringan. 6. Buruknya perawatan. |
Kontaminan gedung | 1. Asbestos 2. Karbondioksida 3. Karbon monoksida 4. Debu 5. Formaldehid, radon, ozon. 6. Spora, polen. 7. Bakteri. 8. Kelembaban (terlalu tinggi, terlalu rendah). 9. Ion 10. Bau, asap Polutan dari luar, dan senyawa organik (volatil). |
Penghuni | Usia, gender, status Kesehatan, pekerjaan. |
Lain- lain | 1. Bentuk gedung. 2. Radiasi elektromagnetik 3. Tidak ada kontrol lingkungan. 4. Pencahayaan 5. Kebisingan 6. Faktor psikologi 7. Stres 8. Terminal display. |