a. Konsep Sehat
Menurut WHO. Sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
Menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan tugasnya secara efektif.
Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992, Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Asmadi, 2008)
b. Konsep sakit
Menurut Parson. Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah sistem biologis dan kondisi penyesuaian.
Menurut Bauman. Mengemukakan ada tida kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi tentang keadaan sakit yang dirasakan, dan kemampuan beraktivitass sehari-hari yang menurun.
Menurut batasan medis. Batasan medis mengemukakan dua bukti adanya sakit, yaitu tanda dan gejala.
Menurut perkins. Sakit adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan ganguan pada aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani maupun sosial. (Asmadi, 2008)
c. Interaksi antara sehat/sakit dan keluarga
Status sehat/sakit pada anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Menurut Gilliss dkk. (1989) keluarga cenderung menjadi reaktor terhadap masalah kesehatan dan menjadi faktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga.
Menurut Suchulan (1965) dan Doberty dan Canphell (1988) yang disederhanakan oleh Marilyn M. Friedman, ada 6 tahap interaksi antara sehat/sakit dan keluarga :
1) Tahap pencegahan sakit dan penurunan resiko
Keluarga dapat memainkan peran vital dalam upaya peningkatan kesehatan dan penurunan resiko, misalnya mengubah gaya hidup dari kurang sehat ke arah lebih sehat (berhenti merokok, latihan yang teratur, mengatur pola makan yang sehat), perawatan pra dan pasca-partum, iunisasi, dan lain-lain.
2) Tahap gejala penyakit yang dialami oleh keluarga
Setelah gejala diketahui, diinterpretasikan keparahannya, penyebabnya, dan urgensinya, beberapa masalah dapat ditentukan. Dalam berbagai studi Litman (1974) disimpulkan bahwa keputusan tentang kesehatan keluarga dan tindakan penanggulanangannya banyak ditentukan oleh ibu, yaitu 67%, sedangkan ayah hanya 15,7%. Tidak sedikit masalah kesehatan yang ditemukan pada keluarga yang kacau/tertekan.
3) Tahap mencari perawatan
Apabila keluarga telah menyatakan anggota keluarganya sakit dan membutuhkan pertolongan, setiap orang mulai mencari informasi tentang penyembuhan, kesehatan, dan validasi profesional lainnya. Setelah informasi terkumpul keluarga melakukan perundingan untuk mencari penyembuhan/perawatan di klinik, rumah sakit, di rumah, dan lain-lain.
4) Tahap kontak keluarga dengan institusi kesehatan
Setelah ada keputusan untuk mencari perawatan, dilakukan kontak dengan institusi kesehatan baik profesional atau nonprofesional sesuai dengan tingkat kemampuan, misalnya kontak langsung dengan peskesmas, rumah sakit, praktik dokter swasta, paranormal/dukun, dan lain-lain.
5) Tahap respons sakit terhadap keluarga dan pasien
Setelah pasien menerima perawatan kesehatan dari praktisi, sudah tentu ia menyerahkan beberapa hak istimewanya dan keputusannya kepada orang lain dan menerima peran baru sebagai pasien ia harus mengikuti aturan atau nasehat dari tenaga profesional yang merawatnya dengan harapan agar cepat sembuh. Oleh karena itu terjadi respons dari pihak keluarga dan pasien terhadap perubahan tersebut
6) Tahap adaptasi terhadap penyakit dan pemulihan
Adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri seorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada sistem keluarga, khususnya pada sektor perannya dan pelaksana fungsi keluarga. Untuk mengatsi hal tersebut, pasien/ keluarga harus mengadakan penyesuaian atau adaptasi. Besarnya daya adaptasi yang di perlukan dipengaruhi oleh keseriusan penyakitnya dan sentralitas pasien dalam unit keluarga (Sursman & Salter 1963). Apabila keadaan serius (sangat tidak mampu/semakin buruk) atau pasien tersebut orang penting dalam keluarga, pengaruh kondisinya pada keluarga semakin besar. (ALi Zaidin, 2009)
0 komentar:
Posting Komentar