Blogger templates

Kamis, 03 September 2009

Desinfeksi Air Sumur

Prosedur Disinfeksi Sarana Air Bersih

Mengingat kecenderungan pencemaran baik fisik, kimia, maupun bakteriologis pada sarana air bersih jenis sumur, saat ini semakin meningkat. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka kegiatan desinfeksi pada sumur dapat dipertimbnagkan sebagai salah satu alternatif pemecahannya. Bahan yang dipergunakan sebagai disinfektan biasanya mempergunakan kaporit dengan dosis 1 gram/100 liter air. Berikut prosedur pemberian kaporit (proses disinfeksi) pada sumur.

Sumur Gali
  1. Buat larutan kaporit sebanyak 20 liter (dosis pemberian 0,5 sendok makan kaporit untuk 20 liter air).
  2. Desinfekstan dinding sumur, lantai sumur dan timba dengan cara menyikatnya mempergunakan sikat yang sudah dicelupkan ke dalam larutan kaporit.
  3. Ukur banyaknya air sumur. Untuk setiap 1 meter kubik ditambahkan 20 liter larutan kaporit. Menentukan/mengukur volume air yang terdapat di dalam sumur dengan cara (Chandra, 2007):
  4. Mengukur dalamnya permukaan air (h) meter.
  5. Mengukur penampang sumur (d) meter
  6. Substitusi h dan d dalam rumus : Volume (liter) = 3,14 x d2 x h
Sumur Pompa
  1. Buat larutan kaporit sebanyak 20 liter ( dengan mmenambahkan 2 sendok makan kaporit pada 20 liter air).
  2. Pompa dilepas dari pipa dan tuangkan 20 liter larutan kaporit tersebut. Biarkan selama 24 jam.
  3. Pasang kembali pompa pada pipa, selanjutnya air dipompa (dibuang) sampai bau kaporit tidak ada lagi.
  4. Kegiatan pemberian kaporit tersebut seringkali juga harus kita lakukan pada saat terjadi KLB atau Wabah, atau pada saat terjadi banjir. Pada saat banjir, akan terjadi perembesan air banjir kedalam sumur penduduk. Demikian pula pada saat terjadi wabah penyakit pencernaan yang menular terutama kolera, maka semua persediaan air rumah tangga perlu didesinfektan, dengan cara sebagai berikut:
  5. Potong seruas bambu dengan ukuran panjang 50 cm, dengan diameter 5 cm
  6. Buat duaubang pada dasar bambu menyebelah 2 kali dengan ukuran 20 mm.
  7. Buat lubang pada ujung atas bambu dengan diameter 1,5 meter.
  8. Masukkan sedikit ijuk sampai dasar bambu untuk menutupi lubang-lubang agar pasir tidak keluar.
  9. Masukkan segelas pasir halus.
  10. Masukkan 2 gelas campuran pasir halus dan 100 gram kaporit.
  11. Masukkan lagi pasir halus 1 gelas atau sampai tabung bambu penuh.
  12. Gantungkan batu bata pada ujung bawah bambu dan biarkan tenggelam 1 m di bawah permukaan air sumur.

clip_image002

Jumat, 28 Agustus 2009

Rumah dan Lingkungan Sehat

Standar Rumah dan Lingkungan Sehat
 
Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan status lambang sosial (Azwar, 1996; Mukono, 2000). 

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan Kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dari Kesehatan masyarakat. Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat Kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan saran a yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan sosial (Krieger and Higgins, 2002).

Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk Kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk Kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik. 

Rumah Sehat
Kriteria rumah sehat didasarkan pada pedoman teknis penilaian rumah sehat Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI tahun 2007. Pedoman teknis ini disusun berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan Kesehatan Perumahan. Sedangkan pembobotan terhadap kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku didasarkan pada teori Blum, yang diinterpetasikan terhadapBobot komponen rumah (31%), Bobot sarana sanitasi (25%), Bobot Perilaku (44%)
clip_image002
Kelompok Komponen Rumah yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat menggunakan Indikator komponen sebagai berikut :
  1. Langit-langit
  2. Dinding
  3. Lantai
  4. Jendela kamar tidur
  5. Jendela ruang keluargaclip_image004
  6. Ventilasi
  7. Lubang asap dapur
  8. Pencahayaan
  9. Kandang
  10. Pemanfaatan Pekarangan
  11. Kepadatan penghuni.
Indikator sarana sanitasi meliputi :
  1. Sarana air bersih
  2. Jamban
  3. Sarana pembuangan air limbah
  4. Sarana pembuangan sampah.
clip_image006
Perilaku penghuni rumah dinilai dengan indikator penilaian yang meliputi :
  1. Kebiasaan mencuci tangan
  2. Keberadaan vektor tikus
  3. Keberadaan Jentik.
clip_image008
Komponen yang harus dimiliki rumah sehat (Ditjen Cipta Karya, 1997) adalah :
  1. Fondasi yang kuat untuk mene ruskan beban bangunan ke tanah dasar, memberi kestabilan bangunan , dan merupakan konstruksi penghubung antara bagunan dengan tanah;
  2. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, unt uk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu;
  3. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai;
  4. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga kerahasiaan ( privacy) penghuninya;
  5. Langit -langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari, minimum 2,4 m dari lantai, bisa dari bahan papan, anyaman bambu, tripleks atau gipsum; serta
  6. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi masuknya debu, angin dan air hujan.

Read about Permukiman Sehat Kesehatan.blogspot.com/2009/08/permukiman-sehat.html" target="_blank">DISINI

Kamis, 06 Agustus 2009

Syarat Septic Tank

Standar Septic Tank Jamban Sehat

Sebagai seorang yang berprofesi sebagai sanitarian atau Kesehatan masyarakat, tentu akan sangat akrab dengan kata septic tank. Bahkan dahulu diawal melakoni pendidikan Kesehatan lingkungan (saat ospek) nama ini dijadikan nama identitas, disamping nama-nama trend lainnya seperti bowl, jetting, dan lain-lain,  sehingga sekarangpun nama itu seakan telah menjadi trade mark sanitarian (sebagai mantri kakus). Berikut adalah informasi yang sebaiknya kita ketahui terkait dengan septic tank tersebut.

Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan ekskreta untuk kelompok kecil yaitu rumah tangga dan lembaga yang memiliki persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem penyaluran limbah masyarakat (Chandra, 2007). Septic tank merupakan cara yang terbaik yang dianjurkan oleh WHO tapi memerlukan biaya mahal, tekniknya sukar dan memerlukan tanah yang luas (Entjang, 2000).

Pembangunan septic tank juga perlu memperhatikan keadaan tanah, pada kondisi tanah yang terlalu lembab dalam jangka waktu yang lama, maka tanah tersebut tidak sesuai untuk lokasi septic tank. Pada tingkat tertentu kelembaban tanah sangat mendukung kehidupan manusia, tetapi pada tingkat kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menimbulkan permasalahan bagi manusia. 

Kelembaban tanah perlu diperhatikan karena berdasarkan beberapa studi disimpulkan bahwa air tanah juga tidak luput dari pencemaran. Bahan pencemar dapat mencapai aquifer air tanah melalui berbagai sumber diantaranya meresapnya bakteri dan virus melalui septic tank. Pada kondisi tanah kering, gerakan bahan kimia dan bakteri relatif sedikit, dengan gerakan ke samping praktis tidak terjadi. Dengan pencucian yang berlebihan (tidak biasa terjadi pada jamban dan septic tank) perembesan ke bawah secara vertikal hanya sekitar 3 m. Apabila tidak terjadi kontaminasi air tanah, praktis tidak ada bahaya kontaminasi sumber air.

Bentuk Septick TankDengan memperhatikan pola pencemaran tanah dan air tanah, maka hal-hal berikut. harus diperhatikan untuk memilih lokasi penempatan sarana pembuangan tinja (Soeparman, 2002):
  1. Pada dasarnya tidak ada aturan pasti yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan sumber air. Banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan bakteri melalui air tanah, seperti tingkat kemiringan, tinggi permukaan air tanah, serta permeabilitas tanah. Yang terpenting harus diperhatikan adalah bahwa jamban atau kolam pembuangan (cesspool) harus ditempatkan lebih rendah, atau sekurang-kurangnya sama tinggi dengan sumber air bersih. Apabila memungkinka, harus dihindari penempatan langsung di bagian yang lebih tinggi dari sumur. Jika penempatan di bagian yang lebih tinggi tidak dapat dihindarkan, jarak 15 m akan mencegah pencemaran bakteriologis ke sumur. Penempatan jamban di sebelah kanan atau kiri akan mengurangi kemungkinan kontaminasi air tanah yang mencapai sumur. Pada tanah pasir, jamban dapat ditempatkan pada jarak 7,5 m dari sumur apabila tidak ada kemungkinan untuk menempatkannya pada jarak yang lebih jauh.
     Pada tanah yang homogen, kemungkinan pencemaran air tanah sebenarnya nol apabila dasar lubang jamban berjarak lebih dari 1,5 m di atas permukaan air tanah, atau apabila dasar kolam pembuangan berjarak lebih dari 3 m di atas permukaan air tanah.
  2. Penyelidikan yang seksama harus dilakukan sebelum membuat jamban cubluk (pit privy), kakus bor (bored-hole latrine), kolam pembuangan, dan sumur resapan di daerah yang mengandung lapisan batu karang atau batu kapur. Hal ini dikarenakan pencemaan dapat terjadi secara langsung melalui saluran dalam tanah tanpa filtrasi alami ke sumur yang jauh atau sumber penyediaan air minum lainnya.
Secara teknis desain atau konstruksi utama septic tank sebagai berikut :Jamban dan Septick Tank
a. Pipa ventilasi. Pipa ventilasi secara fungsi dan teknis dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Mikroorganisme dapat terjamin kelangsungan hidupnya dengan adanya pipa ventilasi ini, karena oksigen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya dapat masuk ke dalam bak pembusuk, selain itu juga berguna untuk mengalirkan gas yang terjadi karena adanya proses pembusukan. Untuk menghindari bau gas dari septick tank maka sebaiknya pipa pelepas dipasang lebih tinggi agar bau gas dapat langsung terlepas di udara bebas (Daryanto, 2005).
  2. Panjang pipa ventilasi 2 meter dengan diameter pipa 175 mm dan pada lubang hawanya diberi kawat kasa (Machfoedz, 2004).
b. Dinding septic tank:
  1. Dinding septic tank dapat terbuat dari batu bata dengan plesteran semen (Machfoedz,2004)
  2. Dinding septic tank harus dibuat rapat air (Daryanto, 2005)
  3. Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang sama (Chandra, 2007).
c. Pipa penghubung:
  1. Septic tank harus mempunyai pipa tempat masuk dan keluarnya air (Chandra, 2007).
  2. Pipa penghubung terbuat dari pipa PVC dengan diameter 10 atau 15 cm (Daryanto, 2005)
d. Tutup septic tank:
  1. Tepi atas dari tutup septic tank harus terletak paling sedikit 0,3 meter di bawah permukaan tanah halaman, agar keadaan temperatur di dalam septic tank selalu hangat dan konstan sehingga kelangsungan hidup bakteri dapat lebih terjamin (Daryanto,2005).
  2. Tutup septic tank harus terbuat dari beton (kedap air).
Mekanisme Kerja Septic Tank
Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, sebagai tempat tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Di dalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses (Notoatmodjo, 2003):

a. Proses kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70%) zat-zat padat akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki tersebut. lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan di bawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.

b. Proses biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik dalam sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuknya gas dan zat cair lainnya, adalah juga pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan.

Kedua tahapan di atas berlangsung di dalam septic tank. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:
  1. Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septic tank sehingga isi septic tank harus dibersihkan minimal sekali setahun.
  2. Penggunaan air sabun dan desinfektan seperti fenol sebaiknya dihindari karena dapat membunuh flora bakteri di dalam septic tank.
  3. Septic tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran pengeluaran, kemudian dilapisi dengan lumpur dari septic tank lain untuk memudahkan proses dokomposisi oleh bakteri (Chandra, 2007).
Pendapat lain dikemukakan Suriawiria (1996), bahwa salah satu cara pengelolaan tinja manusia adalah dengan penggunaan tanki septik (septic tank) dan resapannya. Dengan cara ini maka buangan yang masuk ke dalam bejana/tangki akan mengendap, terpisah antara benda cair dengan benda padatannya. Benda padatan yang mengendap di dasar tangki dalam keadaan tanpa udara, akan diproses secara anaerobik oleh bakteri sehingga kandungan organik di dalamnya akan terurai. Akibatnya, setelah kurun waktu tertentu, umumnya kalau tangki septik tersebut sudah penuh dan isinya dikeluarkan, maka sisa padatan sudah tidak berbau lagi, seperti halnya kalau kotoran/tinja tersebut dibiarkan di luar tangki septik. Yang tetap menjadi masalah adalah untuk benda cairan setelah padatannya dipisahkan, karena di dalam cairan tersebut masih akan terkandung sejumlah mikroba, yang mungkin masih bersifat patogen (dapat menyebabkan penyakit). Karenanya salah satu cara pemecahan yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan resapan, untuk mengalirkan benda cairan setelah benda padatnya mengendap. Cara resapan yang digunakan adalah dengan membuat lapisan yang terdiri dari batu kerikil di bawah tanah sehingga air yang meresap masih mendapatkan suplai oksigen (aerobik), sehingga mikroba patogen akhirnya akan terbunuh.

Pembangunan Septic Tank
Untuk keperluan perencanaan maka volume septic tank harus dihitung. Perencanaan ini alan menyangkut jumlah pemakai, masa pengurasan, serta perkiraan volume rata-rata tinja yang dihasilkan. Untuk keperluan perencanaan apabila tidak tersedia data hasil penelitian setempat, maka dapat digunakan angka kuantitas tinja manusia sebesar 1 Kg berat basah per orang per hari (Soeparman, 2002).
clip_image002
Septic tank satu ruang

Keterangan:
A = Inlet
B = Outlet
C = Penahan
D = Busa yang mengapung
E = Lumpur
F = Ruang bebas busa
G = Ruang bebas lumpur
H = Kedalaman air dalam tangki
I = Ruang kosong
J = Kedalaman pemasukan penahan
K = Jarak penahan ke dinding, 20-30 cm
L = Sisi atas penahan 2,5 cm di bawah dinding atas tangki
M = Tutup tangki, biasanya bulat
N = Permukaan tanah, kurang dari 30 cm di atas tangki (jika kurang, naikkan tutup tangki ke permukaan tanah)


clip_image004
Septic tank dua ruang
A = Bagian inlet
B = Bagian outlet
C = Ruang penggelontoran
D = Sifon penggelontoran
E = Penurunan kedalaman cairan
F = Outlet
G = Tutup lubang pemeriksa
Article Source :
  1. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
  2. Daryanto. 2005. Kumpulan Gambar Teknik Bangunan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
  3. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: PT. Rineka Cipta
  4. Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kamis, 30 Juli 2009

Sanitasi Bencana

Standar Sanitasi Darurat pada Daerah Bencana

Berikut beberapa summary dari dasar pelaksanaan permasalahan sanitasi yang harus diperhatikan pada daerah bencana :

Dasar pelaksanaan Sanitasi Darurat pada daerah bencana mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 12/MENKES/SK/I/2002 Tentang Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan.

Dasar hukum ini juga mengacu pada beberapa keputusan, baik keputusan Presiden maupun Menteri yang lain sebagai berikut :

  1. UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan
  2. Keputusan Presiden Nomor : 3/2001 tentang Badan Kordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi ( Bakornas PB-P ).
  3. Kepmenkes Nomor : 979/2001 tentang Protap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
  4. Kepses Bakornas PB-P Nomor : 2/2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi

Manajemen Penanggulangan bencana dilapangan (Tingkat Kabupaten/ Kota)
Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus tetap memperhatikan faktor safety / keselamatan bagi penolongnya setelah itu baru prosedur di lapangan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penanganan, secara umum pada tahap tanggap darurat dikelompokkan menjadi kegiatan sebagai berikut :
  1. Pencarian korban (Search)
  2. Penyelamatan korban Rescue)
  3. Pertolongan pertama (Live Saving)
  4. Stabilisasi korban
  5. Evakuasi dan rujukan
Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna menekan angka morbilitas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia dilokasi, dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah : Organisasi di lapangan, komunikasi, dokumen dan tata kerja.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 279/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Penilaian Risiko Bencana Di Provinsi Dan Kabupaten/Kota Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Unsur unsur Penilaian Risiko
Dalam melaksanakan Penilaian Risiko kita mengenal 2 determinan Yaitu Kelompok jenis bahaya dan Kelompok variabel. Dari kelompok jenis bahaya, termasuk didalamnya adalah jenisjenis bahaya sebagai berikut :
  1. Gempa Bumi
  2. Letusan Gunung Berapi
  3. Tsunami (Gelombang Pasang)
  4. Angin Puyuh (Putting Beliung)
  5. Banjir (Akibat Cuaca Ekstrim/Dampak La Nina)
  6. Tanah Longsor
  7. Kebakaran Hutan/Asap (Haze)
  8. Kekeringan (Cuaca Ekstrim/Dampak El Nino)
  9. KLB (Kejadian Luar Biasa/Wabah Penyakit Menular)
  10. Kecelakaan Transportasi/Industri
  11. Konflik Dengan Kekerasan Akibat Kerusuhan Sosial
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001 Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi 

Standar Minimal :  Adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan pelayanan Kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.
Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :
  1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciriciri demografinya.
  2. Jumlah fasilitas Kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
  3. Ketersediaan obat dan alat Kesehatan.
  4. Tenaga Kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
  5. Kelompokkelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas dan manula)
  6. Kemampuan dan sumberdaya setempat
Kebijakann Dalam Bidang Sanitasi :
Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana Kesehatan lingkungn yang ada ditempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih.

Alur fikir penanganan bencana, sesui Keputusan Menteri Kesehatan ini sebagai berikut :

Alur_SanitasiBencana


A. Pengadaan Air.
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga bersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problemaproblema Kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.

Tolok ukur kunci
a. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikitdikitnya 15 liter per orang per hari
b. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
c. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
d. 1 (satu) kran air untuk 80 100 orang

Kualitas air
Air di sumbersumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risikorisiko besar terhadap Kesehatan akibat penyakitpenyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek.

Tolok ukur kunci ;
  1. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
  2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah.
  3. Untuk air yang disalurkan melalui pipapipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,20,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
  4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap Kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah irencanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahanbahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah Kesehatan akibat konsumsi air itu.
  5. Prasarana dan Perlengkapan
Tolok ukur kunci :
  1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 1020 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alatalat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
  2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
  3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jamjam tertentu. Pisahkan petakpetak untuk perempuan dari yang untuk lakilaki.
  4. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
B. Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam

Tolok ukur kunci :
  1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
  2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban lakilaki dan jamban permpuan)
  3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
  4. Jamban umum tersedia di tempattempat seperti pasar, titiktitik pembagian sembako, pusat pusat layanan Kesehatan dsb.
  5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurangkurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.
  6. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
  7. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk 610 orang
C. Pengelolaan Limbah Padat
  1. Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaranakibat limbah padat, termasuk limbah medis.
  2. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi Kesehatan.
  3. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perbanperban kotor, obatobatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempattempat umum.
  4. Dalam batasbatas lokasi setiap pusat pelayanan Kesehatan, terdapat empat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
  5. Terdapat lubanglubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempattempat khusus untukmembuang sampah di pasarpasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
  6. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problemaproblema Kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
  7. 7. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 100 orang
  8. Tempat/lubang Sampah Padat
  9. Masyarakat memiliki cara cara untuk membuang limbah rumah tangga eharihari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
  1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
  2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga seharihari tidak dikubur ditempat.
D. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)
Sistem pengeringan :  Masyarakat memiliki lingkungan hidup seharihari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasaranaprasarana medis.
Halhal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
  1. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titiktitik engambilan/sumber air untuk keperluan seharihari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
  2. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.
  3. Tempat tinggal, jalan jalan setapak, serta prasana prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

Minggu, 26 Juli 2009

Standard Profesi Sanitarian Indonesia

Peran dan Fungsi Sanitarian Sesuai Standar Profesi Sanitarian

Standard Profesi Sanitarian Sudah Dituangkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 373/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian. Pada tahun 2005 standard ini sebetulnya juga telah ditetapkan oleh Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) dengan surat ketetapan nomor 03/MUNAS/V/2005.

Penetapan standar ini antara lain dilatar belakangi oleh kenyataan, bahwa tenaga Sanitarian / Kesehatan lingkungan harus siap bersaing dengan tuntutan perkembangan era globalisasi, khususnya pada aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Sanitarian Indonesia memang harus mampu berinteraksi bahkan bersaing dengan Sanitarian dari negara lain, hal ini memang sebuah keniscayaan.

Kita sudah sering melihat ketertinggalan dunia medis kita (bahkan) dari negara tetangga sesama Asean. Kita sudah amat bersusah payah meredam serbuan industri rumah sakit global yang mulai merambah pelayanan dasar kita. Dan sementara itu kita masih sangat sibuk merumuskan metode pelayanan publik yang membumi, ditengah cibiran sebagian besar masyarakat pengguna terhadap mutu pelayanan (belum berbicara teknologi) pada institusi pelayanan Kesehatan kita.

Secara prinisip sebetulnya tujuan penetapan standard profesi sanitarian ini adalah sebagai pedoman bagi para ahli Kesehatan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai tenaga Kesehatan di bidang Kesehatan lingkungan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.

Sanitarian di Indonesia sudah diberikan batasan sebagai tenaga profesional di bidang Kesehatan lingkungan yang memberikan perhatian terhadap aspek Kesehatan lingkungan air, udara, tanah, makanan dan vector penyakit pada kawasan perumahan, tempat-tempat umum, tempat kerja, industri, transportasi dan matra. Sementara kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan adalah lulusan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH), Akademi Kontrolir Kesehatan (AKK), Akademi Penilik Kesehatan (APK), Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS), Pendidikan Ahli Madya Kesehatan Lingkungan (PAM-KL), atau lulusan Pendidikan Tinggi yang menyelenggarakan Pendidikan Kesehatan Lingkungan.

Standard Kompetensi tenaga Sanitarian di Indonesia tersebut antara lain sebagai berikut :

Peran Sebagai Pelaksana Kegiatan Kesehatan Lingkungan

Sebagai pelaksana kegiatan Kesehatan lingkungan, Sanitarian mempunyai 4 (Empat) fungsi, antara lain :
    Bentuk Kampanye HAKLI
  1. Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan manusia.
  2. Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
  3. Menginformasikan hasil pemeriksaan/pengukuran.
  4. Menetapkan penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap standar baku mutu sanitasi bersih.
Peran Sebagai Pengelola Kesehatan Lingkungan.
Sebagai pengelola Kesehatan lingkungan, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
  1. Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan lingkungan
  2. Menginterprestasikan hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan manusia.
  3. Merancang dan merekayasa Penanggulangan masalah Lingkungan yang mempengaruhi Kesehatan manusia.
  4. Mengorganisir Penanggulangan masalah Kesehatan lingkungan.
  5. Mengevaluasi hasil Penanggulangan.
Peran Sebagai Pengajar, Pelatih dan Pemberdayaan Masyarakat.
Sebagai pengajar, pelatih dan pemberdayaan masyarakat, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
  1. Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang Kesehatan lingkungan.
  2. Menentukan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang Kesehatan lingkungan yang perlu diintervensi.
  3. Merencanakan bentuk intervensi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang Kesehatan lingkungan.
  4. Melaksanakan intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah Kesehatan.
  5. Mengevaluasi hasil intervensi
Peran Sebagai Peneliti Kesehatan Lingkungan.
Sebagai peneliti, sanitarian mempunyai dua fungsi.
  1. Menentukan masalah Kesehatan lingkungan.
  2. Melaksanakan kegiatan penelitian teknologi tepat.
Peran dan fungsi serta jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang SANITARIAN secara lengkap dapat ANDA DOWNLOAD disini :

Senin, 29 Juni 2009

Jarak Septic Tank

Jarak Aman antara Septic Tank dengan Sumur Gali

Pada penelitian yang dilakukan oleh Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002:50), sumber kontaminasi yang berupa tinja manusia yang ditempatkan dalam lubang yang menembus permukaan air tanah. Sampel positif organisme coliform didapatkan pada jarak 4 sampai 6 m dari sumber kontaminasi. Daerah kontaminasi melebar ke luar sampai kira-kira 2 m pada titik yang berjarak sekitar 5 m dari jamban dan menyempit pada kira-kira 11 m. Kontaminasi tidak bergerak melawan arah aliran air tanah. Setelah beberapa bulan, tanah sekitar jamban akan mengalami penyumbatan (clogging), dan sampel yang positif dapat diperoleh hanya pada jarak 2-3 m dari lubang. Dengan kata lain, daerah kontaminasi tanah telah menyempit. Pola pencemaran secara kimiawi sama bentuknya dengan pencemaran bakteriologis, hanya jarak jangkaunya lebih jauh.
Septic Tank Komunal Dari sudut pandang sanitasi, yang penting diperhatikan adalah jarak perpindahan maksimum dari bahan pencemar dan kenyataan bahwa arah perpindahan selalu searah dengan arah aliran air tanah. Dalam penempatan sumur, harus diingat bahwa air yang berada dalam lingkaran pengaruh sumur mengalir menuju sumur tersebut. Tidak boleh ada bagian daerah kontaminasi kimiawi ataupun bakteriologis yang berada dalam jarak jangkau lingkaran pengaruh sumur (Soeparman, 2002:50).
Tindakan pencegahan pencemaran sumur gali oleh bakteri coliform, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan cubluk (kakus), lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah (cesspool; seepage pit) dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan jarak yang aman tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar letaknya tidak berada di bawah tempat-tempat sumber pengotoran seperti yang disebutkan di atas (Entjang, 2000:78). Sedangkan menurut Chandra (2007:46), Sumur harus berjarak minimal 15 meter dan terletak lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan sebagainya.
Sumur Peresapan Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (bidang resapan/tangki septic tank) lebih dari 11 meter, sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap perumahan adalah lebih dari 50 meter.

Jarak Aman Lubang Kakus dengan Sumber Air Bersih

Jarak aman antara Lubang Kakus dengan Sumber Air Minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :

  1. Topografi tanah : Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.
  2. Faktor hidrologi : yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.
  3. Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.
  4. Jenis mikroorganisme : Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antra lain dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1 bulan.
  5. Faktor Kebudayaan : Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.
  6. Frekuensi Pemompaan : Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan (Chandra, 2007:126-127).

Article Source :
  • Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
  • Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti
  • Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

    Selasa, 09 Juni 2009

    PENETAPAN KADAR SAKARIN, ASAM BENZOAT, ASAM SORBAT, KOFEINA, DAN ASPARTAM DI DALAM BEBERAPA MINUMAN RINGAN BERSODA SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJ

    PENDAHULUAN Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi minuman ringan yang beredar di masyarakat. Pada minuman ringan sering ditambahkan kofeina, pengawet dan pemanis buatan yang kadarnya perlu diperhatikan, karena apabila konsumsinya berlebihan dapat membahayakan kesehatan

    Fluiditas Serbuk/Granul(Flow Properties)

    Fluiditas Serbuk/Granul(Flow Properties)OlehSuprapto, S.Si., Apt.Fakultas Farmasi UMS 2007Sifat alir (fluiditas) serbuk berperan pada:Pengisian pada ruang kompresi (tablet)Pengisian ke cangkang kapsulFluiditasBobot tabletKadar zat aktifEfek terapiSerbukTerdiri dari sekumpulan partikelDidalam kesatuannya tiap partikel cenderung untuk bergulir ke bawah sesui dengan gaya beratnya (F1)Gerakan

    Selasa, 05 Mei 2009

    Inspeksi Sanitasi Hotel Melati

    Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan Hotel Melati


    Pengertian Higiene menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1966 Tentang Hygiene,  adalah Segala usaha untuk melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat Kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun perorangan dengan tujuan memberi dasar-dasar selanjutnya hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna peri kehidupan manusia

    Pengertian Sanitasi menurut WHO adalah Suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepadamanusia terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, Kesehatan, dan kelangsungan hidup.

    Tempat-tempat Umum merupakan Suatu tempat dimana banyak orang berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara insidentil maupun terus-menerus, baik secara membayar maupun tidak. Sedangkan Usaha-usaha untuk umum merupakan Suatu usaha/kegiatan yang menghasilkan barang / jasa yang bertujuan untuk dapat dinikmai dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

    Dasar Hukum
    • UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
    • UU No.11 tahun 1962 tentang Hyangiene utk Usaha bagi Umum
    • UU No.2 tahun 1966 tentang Hyangiene
    • Permenkes No.061/MENKES/PER/I/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Kolam Renang dan Pemandian Umum
    • Permenkes No.80/MENKES/II/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Hotel
    • Peraturan daerah yang mengatur kegiatan-kegiatan usaha bagi umum

    Penyehatan sanitasi tempat-tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi TTU yang memenuhi syarat agar masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan terhadap Kesehatan masyarakat. Selain itu juga agar pengunjung TTU menggunakan dan memelihara fasilitas sanitasi yang tersedia di TTU tersebut, juga agar pengelola/penanggung jawab TTU dengan upaya sendiri menciptakan sanitasi TTU

    Ruang Lingkup STTU
    1. Penyediaan air minum (Water Supply)
    2. Pengelolaan sampah padat, air kotor, dan kotoran manusia (Wastes Disposal meliputi sewage, refuse, dan excreta)
    3. Hygiene dan sanitasi makanan (Food Hygiene and Sanitation)
    4. Perumahan dan kontruksi bangunan (Housing and Construction)
    5. Pengawasan vektor (Vector Control)
    6. Pengawasan pencemaran fisik (Physical Pollution)
    7. Hygiene dan sanitasi industri (Industrial Hygiene and Sanitation)

    Usaha Sanitasi Tempat-Tempat Umum
    1. Pengawasan dan pemeriksaan faktor  lingkungan TTU serta faktor manusia yang melakukan kegiatan.
    1. Penyuluhan terhadap masyarakat (edukasi) terutama untuk yang menyangkut pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya2 yang timbul dari TTU

    Hotel sebagai salah satu jenis Tempat-Tempat Umum, secara sanitasi juga tidak luput dari penilaian dari aspek Kesehatan lingkungan. Sebagai contoh, penilaian pemeriksaan Kesehatan hotel melati mempergunakan From. H. 2 B, dengan dasar hukum pelaksanaan mempergunakan Lampiran Keputusan Dirjen PPM & PLP Nomor : 95 / - I / PD. 03. 04. LP. Tanggal 25 Mei 1991
    RESTORAN



    Checklist penilaian Kesehatan Hotel Melati secara lengkap Dapat DIDOWNLOAD disini

    Minggu, 03 Mei 2009

    Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

    Pengantar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
     
    Pembangunan yang di lakukan semua sektor pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Namun demikian tidak dapat terelakkan bahwa kenyataannya pembangunan yang dilakukan juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang merupakan tempat bagi masyarakat untuk mempertahankan kehidupannya. Hal ini terjadi karena lingkungan hidup mempunyai daya dukung dan daya tampung yang terbatas.

    Bilamana daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak dikelola secara seimbang maka akan merugikan bagi manusia/ masyarakat itu sendiri. Karena itu, maka telah dicanangkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan (1984), yang memuat makna mengolah sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan generasi masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan mengolah sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya.

    Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, telah diatur dalam suatu peraturan perundangan yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan hidup menurut UU tersebut adalah : Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
    Dalam pasal 15 ayat 1 di tetapkan bahwa untuk pelestarian lingkungan hidup, maka setiap rencana usaha dan/ atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ( AMDAL ).

    Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ).
     border= Dalam rangka pelaksanaan Undang Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, ketentuan tentang tata cara penyusunan dan penilaian AMDAL, telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

    AMDAL adalah : Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan\atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan\ atau kegiatan.

    Sedangkan yang dimaksud dengan dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang mendasar, yang diakibatkan oleh suatu usaha dan\atau kegiatan. Usaha dan\atau kegiatan yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
    1. Perubahan bentuk lahan dan bentang alam.
    2. Ekplorasi sumber daya alam, baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui.
    3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
    4. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.
    5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan\atau perlindungan cagar budaya.
    6. Introduksi jenis tumbuh tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik.
    7. Pembuatan dan penggunaan lahan hayati dan non hayati.
    8. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
    9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan\atau mempengaruhi pertahanan negara.
    Jenis rencana usaha dan\atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, tercantum dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 17 Tahun 2001.
    Sedangkan dampak penting suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, didasarkan pada kriteria :
    1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak.
    2. Luas wilayah persebaran dampak.
    3. Lama dan intensitas dampak berlangsung.
    4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak.
    5. Sifat kumulatif dampak.
    6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

    T u j u a n.
    Secara umum tujuan AMDAL adalah : Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dalam pelaksanaannya ada dua hal pokok yang menjadi tujuan AMDAL yaitu :
    1. Mengidentifikasi, memprakirakan, dan mengevaluasi dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan yang direncanakan.
    2. Meningkatkan dampak positif dan mengurangi sampai sekecil kecilnya dampak negatif yang terjadi dengan melaksanakan RKL RPL secara konsekuen.

    Proses AMDAL
    Suatu rencana usaha dan/ atau kegiatan wajib AMDAL atau tidak, dilakukan penapisan terlebih dulu dengan mengacu pada PP No. 27 Tahun 1999 dan Kep. Men. Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001. Bagi rencana usaha dan/ atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL, maka cukup menysusn Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)

    Sedangkan rencana usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL harus melakukan Studi AMDAL yang dituangkan dalam bentuk Dokumen AMDAL. Sebelum menyusun dokumen AMDAL yang pertama kali dilakukan adalah melakukan Pelingkupan yang merupakan proses untuk :
    1. Identifikasi dampak potensial
    2. Evaluasi dampak potensial
    3. Pemusatan dampak besar dan penting hipotesis

    Hasil pelingkupan merupakan dasar penyusunan dokumen AMDAL yang terdiri dari :
    1. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA.ANDAL).
    2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL).
    3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).
    4. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

    Dalam rangka penyusunan AMDAL, terdapat tiga komponen yang terkait dalam kegiatan, yaitu
    1. Pemrakarsa.
    Adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/ atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
    2. Instansi yang bertanggung jawab.
    Adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan berada pada Kepala Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
    3. Komisi penilai.
    Adalah komisi yang bertugas menilai Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dengan pengertian ditingkat pusat oleh Komisi Penilai Pusat dan tingkat daerah oleh Komisis Penilai Daerah.

    AMDAL merupakan salah satu azas untuk menunjang pembangunan berwawasan lingkungan. AMDAL termasuk model yang sangat berguna bagi penanaman modal, pemerintah maupun masyarakat. Dengan berpedoman pada dokumen AMDAL, maka dampak negatif dari suatu usaha dan/atau kegiatan dapat diminimalkan dan dampak positifnya dapat ditingkatkan.