1. KONSEP DASAR MASA NIFAS
a. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama6 minggu atau 40 hari. (Asuhan Kebidanan Nifas : 2)
Periode pascapartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. (Keperawatan Maternitas: 492).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil dan masa nifas berlangsung selam 6 minggu atau 40 hari.
b. Tujuan Masa Nifas
Tujuan masa nifas normal dibagi dua, yaitu:
Tujuan Umum
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
Tujuan Khusus
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya.
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan diri, nutrisi, kebersihan diri, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat.
4) Memberikan pelayanan keluarga berencana.
c. Tahapan Masa Nifas
Nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1) Puerpurium dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerpurium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
d. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
A. Perubahan Sistem Reproduksi
Involusi
a. Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
b. Proses Involusi Uteri
Proses involusi uterus adalah sebagi berikut:
1) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterin. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
2) Atrofi jaringan
Jaringan yang berfroliferasi karena adanya estrogen yang sangat besar kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
3) Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intra uterin.
Hormone oksitosin memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus sehingga akan mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta dan mengurangi perdarahan.
c. Bagian Bekas Implantasi Plasenta
1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12X5 cm, permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.
2) Terjadi pembentukan trombosis pada pembuluh darah, dismping pembuluh darah tertutup karena kontraksi rahim.
3) Bekas luka implantasi mengecil pada minggu ke 2 sebesar 6-8 cm, dan pada akhir masa nifas sebesar 2cm.
4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan bersama lokhea.
5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basilis endometrium.
6) Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu postpartum.
d. Perubahan – perubahan Normal Pada Uterus Selama Postpartum
Involusi Uteri | Tinggi Fundus Uteri | Berat Uterus | Diameter Uterus |
Plasenta lahir | Setinggi pusat | 1000gr | 12,5 cm |
7 hari ( 1 minggu) 14 hari ( 2 minggu) | Pertengahan antara simpisis dan pusat Tidak teraba | 500 gr
350 gr | 7,5 cm
5 cm |
6 minggu | Normal | 60 gr | 2,5 cm |
Lokhea
Lokhea adalah sekresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus, lokhea mempunyai reaksi basa / alkalis yang dapat menyebabkan organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam pada vagina normal.
Jenis-jenis lokhea:
1) Lokhea Rubra
Lokhea ini muncul pada hari pertama dan hari keempat postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena mengandung darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo dan mekonium.
2) Lokhea Sanguinolenta
Cairan yang berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlangsung dari hari keempat dan ketujuh postpartum.
3) Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan robekan/laserasi plasenta, muncul pada hari ketujuh dan hari keempat belas post partum.
4) Lokhea Alba
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender servik dan serabut jaringan yang mati, berlangsung selama 2 minggu sampai 6 minggu.
5) Lokhea Purulenta
Bila keluar cairan nanah dan berbau busuk selama postpartum.
Servik
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena mengandung pembuluh darah, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi/perlukaan kecil, karena robekan yang terjadi selama dilatasi. Bentuk seperti corong karena kontraksi korpus uteri sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan servik terbentuk cin-cin. Muara servik yang berdilatasi sela persalinan akan menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu keenam postpartum servik menutup.
Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami peregangan dan penekanan selam persalinan sehingga akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu. Penurunan estrogen berperan dalam penipisan vagina dan hilangnya rugae.
B. Perubahan Sistem Pencernaan
Ibu akan mengalami obstipasi setelah melahirkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapatkan tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan,kurang makan, haemoroid dan laserasi jalan lahir.
C. Perubahan Sistem Perkemihan
Ibu mengalami kesulitan buang air kecil karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus, sfingter ani selam persalinan, dan adanya edema kandung kemih. Edema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga menyebabkan retensio urine. Urine biasanya berlebihan pada hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan.
D. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligament, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menciut dan pulih kembali, sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjdi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Sebagai putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi yang berlangsung lama dan akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen menjadi lunak dan kendur.
E. Perubahan Sistem Endokrin
1. Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone yang diproduksi oleh plasenta.
Penurunan Human Placental Lactogen estrogen, dan progesterone, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetic kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada saat nifas.
Human Chorionic Gonadotropin menurun dengan cepat dan menetap hingga 3 jam dan hingga 7 hari postpartum dan sebagai pemenuhan mamae pada hari ke 3 post partum.
2. Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu dua minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ketiga, dan LH tetap rendah sebelum ovulasi terjadi.
3. Hormon Oksitosin
Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta, dan selanjutnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan perdarahan. Pada wanita yang menyusui bayinya akan merangsang oksitosin kembali dan membantu uterus kembali kebentuk normal dan merangsang pengeluaran air susu.
4. Hipotalamik pituitary ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesterone.
F. Perubahan Sistem Kardiovaskular
Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Apabila pada persalinan pervaginam haemokonsentrasi akan naik, dan pada sectio cesaria hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah melahirkan shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah ibu relative bertambah dan keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung dan dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitium cordial. Uumnya terjadi pada hari ketiga sampai lima hari postpartum.
G. Perubahan Sistem Hematologi
Pada hari pertama postpartum kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan visikositas sehingga meningkatkan factor pembekuan darah.
Jumlah hemoglobin, hematokrite, dan eritrosit akan sangt bervariasi pada awal postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah.
e. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
1. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama samapi hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurant tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini memebuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Komunikasa yang baik sangat diperlukan pad fase ini.
2. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bay, selain itu perasaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurangb hati-hati. Pada saat ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupkan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
3. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
f. Proses Laktasi dan Menyusui
a. Pengertian Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI.
b. Fisiologi Laktasi
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkatkan tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun drastis, sehingga prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI lebih lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu reflek prolaktin dan reflek aliran timbul akibat perangsangan puting susu akibat perangsangan hisapan puting susu oleh hisapan bayi.
c. Reflek Penting dalam Proses Laktasi
Refleks Prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting susu terngsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferen dibawa kehipotalamus didasar otak, lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin kedalam darah. Melalui sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar ( alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas, dan lamanya bayi menghisap.
Reflek Aliran ( Let Down Reflek)
Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusui selain mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah oksitosin dilepas kedalam darah akan mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju puting susu.
Reflek let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu merasakn sensasi apapun. Tanda-tanda lain dari reflek let-down adalah tetesan pada payudara yang sedang dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu.
2. K0NSEP PREEKLAMSI BERAT
a. Pengertian Pre Eklamsi
Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilann dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Keperawatan Maternitas Edisi 4, 629).
Hipertensi: vasospasme, terutama spasme arteriolar merupakan dasar dari proses preeklamsia dan eklamsia. Kontriksi vaskular menentukan tahanan terhadap aliran darah dan menyebabkan berkembangnya hipertensi arterial. Efek akhir adalah penurunan perfusi kemacam-macam organ uterus, ginjal, dan otak.
Proteinuria : perubahan-perubahan pada ginjal yang khas untuk preeklamsia dan eklamsia adalah pembengkakan endotel kapiler glomerolus yang disertai penyempitan lumen kapiler. Perubahan-perubahan ini tampaknya bertanggung jawab terhadap proteinuria, penurunan aliran darah ke ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Edema : retensi cairsn ekstravaskular dihubungkan dengan hemokonsentrasi yang disebabkan oleh menurunnya atau tidak adanya hipervolemia kehamilan normal.
b. Etiologi Pre Eklamsi
1) Primigravida
2) Grand multi gravida
3) Janin besar
4) Kehamilan dengan janin lebih dari satu
5) Morbid obesitas
6) Ibu dengan hipertensi
c. Patofisiologi Pre Eklamsi
Pada preeklamsi, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan terjadi peningkatan hematokrit maternal, sehingga perubahan fungsi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-utero plasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
d. Manifestasi Klinis
1) Tekanan darah sisitolik > 160 mmHg atau diastole > 11o mmHg.
2) Proteinuria + > 5g/24 jam
3) Oliguri
4) Sakit kepala hebat
5) Gangguan penglihatan
6) Nyeri epigastrium dan ikterus
7) Edema paru dan sianosis
8) Trombositopenia
9) Pertumbuhan janin terhambat.
e. Komplikasi
1) Atonia uteri
2) Sindrom HELLP
3) Gagal ginjal
4) Perdarahan otak
5) Edema paru
6) Gagal jantung
7) Syok
8) Kematian.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung sel darah lengkap.
2) Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan fibrinogen).
3) Enzim hati (laktat dehidrogenase, AST, SGOT, ALT, SGPT).
4) Kimia darah ( BUN, kreatinin, glukosa, asam urat).
5) Pemeriksaan silang darah.
6) Urine
g. Penatalaksanaan Nutrisi (diet)
1) Hindari makanan asin misalnya: makanan kaleng, soda, biskuit asin, kentang goreng dan asinan.
2) Konsumsi diet yang bergizi dan seimbang.
3) Hindari alkohol dan rokok.
4) Minum air 8-10 gelas setiap hari.
5) Konsumsi makanan yang ,mengandung serat, misalnya gandum utuh, buah-buahan mentah, dan sayur mayur.
h. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1) Ansietas b/d preeklamsi dan efeknya terhadap ibu dan bayi.
2) Kurang pengrtahuan tentang: penatalaksanaan (diet, tirah baring).
3) Kopinh individu/keluarga tidak efektif b/d keterbatasan aktivitas ibu dan kekhawatiran ibu tentang komplikasi kehamilan atau ketidakmampuan ibu untuk bekerja diluar rumah.
4) Ketidakberdayaan b/d ketidakmampuan untuk mengendalikan prognosisi.
5) Perubahan perfusi jaringan/organ, menurun, b/d hipertensi, vasospasme siklik, edema serebral dan perdarahan.
6) Resiko tinggi edema paru b/d penurunan tekanan osmotik koloid, peningkatan resistensi vaskular sistemik, kerusakan endotelium vaskular paru.
7) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d terapi magnesium sulfat, edema paru.
8) Resiko tinggi perubahan curah jantung menurun b/d terapi antihipertensi yang berlebihan, jantung terkena dalam proses penyakit.
9) Resiko tinggi infeksi b/d lingkungan rumah sakit dan kompromi pejamu.
10) Resiko tinggi mengalami solusio plasenta b/d vasospasme sistemik, hipertensi, penurunan perfusi uteroplasenta.
11) Resiko tinggi cedera janin b/d insufisiensi uteroplasenta, kelahiran prematur, solusio plasenta.
12) Resiko tinggi cedera pada ibu b/d iritabilitas SSP akibat edema otak, vasospasme, penurunan perfusi ginjal, terapi magnesium sulfat dan antihipertensi.
i. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan | Intervensi | Rasional | Hasil yang diharapkan |
Resti cedera pada ibu dan janin b/d ibu tidak mengidentifikasi perburukan preeklamsi | Diskusikan tanda dan gejala bahaya preeklamsi.
Menjelaskan cara mengkaji dan mencatat tekanan darah, dan anjurkan untuk menimbang BB setiap hari. | Pengetahuan dapat memampukan klien untuk menjadi mitra kerja dalam perawatn dirinya sendiri, dan pengetahuan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan. Mengobservasi dan melakukan keterampilan baru meningkatkan kepercayaan diri klien. | Klien dapat mengutarakan dengan benar tanda dan gejala perburukan preeklamsi.
Klien dengan benar mendemonstrasikan pengkajian dan pencatatan tekanan darah dan BB. |
Konstipasi b/d penurunan aktivitas fisik, penurunan motilitas dan pemberian suplemen besi. | Berikan konseling tentang diet tinggi serat dan asupan cairan.
| Serat dan cairan akan membantu menstimulasi defek konstipasi. | Klien melaporkan bahwa klien dapat defekasi secara teratur.
|
Kurang aktivitas hiburan b/d tirah baring | Diskusikan aktivitas yang disukai klien.
| Melihat sejauh mana klien mampu beraktivitas
| Klien mampu beraktivitas seperti sebelum sakit. |
3. KONSEP EKSTRAKSI FORCEF
a. Pengertian Ekstraksi Forcep
Ekstraksi forcep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepalanya. Cunam yang umum dipakai adalah cunam Neagle, sedang pada kepala yang menyusul dipakai cunam Piper dengan lengkung panggul agak datar dan tangkai yang panjang, melengkung ke atas dan terbuka.
b. Indikasi Persalinan Ekstraksi Forcep
1) Ibu : eklamsi, pre eklamsi, ruptur uteri membakat, penyakit jantung, penyakit paru-paru, gangguan kesadaran dan infeksi intra partum, ibu keletihan.
2) Janin : janin yang mengalami disstress, presentasi yang belum pasti, janin berhenti rotasi, kelahiran kepala pada presentasi bokong.
3) Waktu : persalinan kala II lama.
c. Kontra Indikasi Persalinan Ekstraksi Forcep
Seluruh kontra indikasi persalinan pervaginam seperti fistel vagina dan bayi anensefalus.
d. Komplikasi Persalinan Ekstraksi Forcep
1) Ibu : perdarahan akibat atonia uteri, trauma jalan lahir, infeksi pasca persalinan.
2) Bayi : cunam tidak dapat dikunci, fraktur tulang tengkorak, perdarahan intrakranial, cedera otot strenokleomastoid, paralisis nervus fasialis.
4. KONSEP EPISIOTOMI
a. Pengertian Episiotomi
Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah dapan perineum untuk melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah kelahiran.
Episiotomi adalah insisi perineum untuk melebarkan orifisium vulva pada saat melahirkan bayi. (perawatan maternitas)
b. Indikasi Episiotomi
1) Pada keadaan yang mungkin terjadi ruptur perineum.
2) Janin prematur.
3) Janin letak sungsang, persalinan dengan ekstraksi cunam, vakum, dan janin besar.
4) Rigiditas perineum-perineum yang tebal atau mempunyai parut akan memperlambat kala dua.
5) Overdistensi kalau terdapat bayi yang besar, presentasi bokong atau presentasi abnormal lainnya atau kala diperlukan ruang yang lebih luas seperti pada pemakaian forcep.
6) Untuk mempercepat kelahiran, kasus – kasus fetal distress perdarahan, prolapsus funikuli, bayi prematur.
7) Untuk mencegah robekan-robekan biasanya akan memanjang dari fourchette ke arah anus.
c. Macam-macam Episiotomi
1) Episiotomi mediana, merupsksn insisi yang paling mudah diperbaiki, lebih sedikit perdarahan, penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Eppisiotomi jenis ini dapat menyebabkan ruptur perinei totalis.
2) Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak digunakan karena lebih aman.
3) Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi introitus, perdarahan lebih banyak dan susah direparasi.