Blogger templates

Jumat, 20 Mei 2011

Kiat Hindari Tumor Payudara

FIBROADENOMA mammae atau tumor jinak rentan menyerang wanita usia muda. Tanda-tanda adanya tumor jinak di payudara cukup mudah diidentifikasi seperti benjolan pada payudara, warna kulit yang berubah, bentuk dan letak payudara yang tidak normal, serta kelainan pada puting. Agar tumor itu tidak berkembang, ada beberapa jenis pengobatan yang bisa dipilih, antara lain kemoterapi, terapi radiasi, terapi hormon, dan terapi biologik.

Payudara adalah satu bagian tubuh yang sangat dibanggakan wanita. Jika bagian ini terserang penyakit, perempuan bisa panik dan kondisi psikologisnya terganggu. Menurut dr Arman Muchtar SpB Onk, Ahli Bedah Tumor dan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Thamrin, benjolan atau tumor pada payudara tak semuanya ganas (kanker). Umumnya tumor pada payudara adalah tumor jinak akibat infeksi atau kelainan pertumbuhan. Sel tumor jinak bertumbuh lambat dan tidak menyebar ke bagian lain.

Fibrodenoma mammae (FAM) pada umumnya menyerang wanita di bawah usia 30 tahun. FAM atau dikenal dengan tumor payudara ini membuat kaum wanita selalu cemas. Kadang mereka beranggapan bahwa tumor sama dengan kanker. Sekadar diketahui, kecil kemungkinan fibroadenoma berkebang menjadi kanker ganas.



Pertumbuhan FAM umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Hanya ukuran dan tempat pertumbuhannya saja yang dapat menyebabkan nyeri. Diungkapkan dr Arman, kalau ada kelainan di seputar payudara, hendaknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"Setiap kelainan di payudara baik benjolan, kelainan kulit, kelainan yang tak normal di payudara harus segera diperiksakan. Kalau usianya masih muda dan bisa digerakkan ke kanan dan kekiri kemudian permukaannya licin, berarti jinak. Tapi kalau usianya tua dengan benjolan keras dan batasannya tidak tegas serta permukaan kasar, kemungkinan besar itu tumor ganas. Tanda yang memperjelas bahwa itu adalah tumor ganas adalah bentuk ukuran dan berat dari salah satu payudara berubah, keluar darah, nanah atau cairan encer dari puting susu," paparnya panjang.

Tumor sebagai sel yang abnormal terbentuk pada payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak beraturan. Sel-sel tersebut merupakan hasil mutasi gen dengan perubahan-perubahan bentuk, ukuran maupun fungsinya. Sedangkan, Fibroadenoma mammae terjadi akibat adanya kelebihan estrogen. Ukurannya akan meningkat pada saat menstruasi atau pada saat hamil karena produksi hormon estrogen meningkat.

Namun menurut dr Arman, penyebab terjadinya Fibroadenoma mammae ini belum bisa dipastikan. Bisa saja karena pola makan yang kurang sehat, bisa juga karena menikah muda. Tidak memberi ASI pada anak juga menjadi penyebab utama tumbuhnya tumor.

Wanita lebih rentan terkena FAM dibandingkan laki-laki yang memiliki keseimbangan hormon estrogen. Hormon estrogen pada wanita tidak seimbang sehingga mengakibatkan terjadinya menopause. Selain itu, ada pula bahan-bahan kimia yang diduga memicu timbulnya jenis tumor ini. Senyawa kimia seperti aflatixin B1, ethionine, saccarin, asbestos, nikel, chrom, arsen, arang, tarr asap rokok, dan oral kontrasepsi. Faktor fisik juga disinyalir menyebabkan timbulnya tumor. Penyebab terakhir adalah kelemahan genetis sel-sel tubuh sehingga memudahkan munculnya tumor.

Pengobatannya adalah dengan mengangkat tumor yang ada di payudara. "Biasanya tumor jinak jumlahnya lebih dari satu dan bisa disembuhkan dengan cara mengangkatnya secara langsung," ungkapnya.

Setelah pembedahan, kebanyakan wanita menerima pengobatan tambahan untuk mengurangi peluang tumbuhnya sel-sel tumor yang baru. Jenis pengobatan yang mengangkat tumor cukup variatif, antara lain kemoterapi, terapi radiasi, terapi hormon, dan terapi biologik. Karena itu, penting adanya diskusi tentang jenis pengobatan dan jenis tumor dengan dokter spesialis.

"Ini akan menenangkan pikiran pasien dan membantunya melawan tumor dan kanker payudara," katanya.

Selain pengobatan medis, ada juga pengobatan alternatif. Namun, bagi dr Arman, cara itu belum bisa dikatakan sebagai pengobatan karena tidak akan diketahui secara pasti penyakit yang diderita si pasien.

"Kalau di China, mungkin hal seperti itu bisa dilakukan. Tapi di Indonesia rasanya belum," ungkapnya.



0 komentar:

Posting Komentar