Blogger templates

Kamis, 02 Februari 2012

Indonesia Sanitation and Environmental Health


Kondisi Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010 

Tulisan dan uraian berikut akan kami tampilkan data dan pokok hasil pencapaian bidang Kesehatan lingkungan dan sanitasi. Dengan membaca hasil riset Kesehatan dasar tahun 2010, khususnya bidang Kesehatan lingkungan dan sanitasi, mungkin dapat menjadi acuan dan pijakan kita untuk lebih mengkritisi wilayah kita masing-masing serta lebih mengoptimalkan pencapaiannya. Berdasarkan hasil Riskesda tahun 2010, pencapaian bidang Kesehatan lingkungan dan sanitasi sebagaimana uraian berikut ini (Sumber Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010  Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010). 
 
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) khususnya yang terkait dengan Kesehatan lingkungan, disamping untuk mengevaluasi program yang sudah ada dan menindaklanjuti upaya perbaikan yang akan dijalankan, juga diperlukan untuk mengidentifikasi faktor risiko lingkungan berbagai jenis penyakit, sehingga diharapkan dapat berperan mengendalikan penyakit berbasis lingkungan.  Pada Riskesdas 2010 data Kesehatan lingkungan yang dikumpulkan meliputi data kebutuhan air keperluan rumah tangga, sanitasi, dan Kesehatan perumahan.

Air keperluan rumah tangga
Data kebutuhan air keperluan rumah tangga meliputi jenis sumber utama air yang digunakan untuk seluruh keperluan rumah tangga termasuk minum dan memasak, jumlah pemakaian air per orang per hari, jenis sumber air minum, jarak dan waktu tempuh ke sumber air minum, kemudahan memperoleh air minum, orang yang biasa mengambil air minum dari sumbernya, cara pengolahan air minum dalam rumah tangga, cara penyimpanan air minum dan serta akses terhadap sumber air minum.

Pengelompokan jumlah pemakaian air untuk keperluan rumah tangga per orang per hari mengacu pada kriteria risiko Kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan higiene yang digunakan World Health Organization (WHO). Jumlah pemakaian air per orang per hari adalah jumlah pemakaian air rumah tangga dalam sehari semalam dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Jumlah pemakaian air dikelompokkan menjadi beberapa kriteria :
         Pemakaian air lebih kecil dari 5 liter/orang/hari, menunjukkan tidak akses
         Pemakaian air antara 5-19,9 liter/orang/hari, menunjukkan akses kurang
         Pemakaian air antara 20-49,9 liter/orang/hari, menunjukkan akses dasar
         Pemakaian air antara 50-99,9 liter/orang/hari, menunjukkan akses menengah
         Pemakaian air lebih besar atau sama dengan 100 liter/orang/hari, menunjukkan akses optimal.
Untuk menilai akses terhadap sumber air minum, dalam penyajian ini digunakan dua kriteria, yaitu kriteria yang digunakan pemerintah dalam laporan Millenium Development Goals (MDGs) 2010 dan kriteria yang digunakan Joint Monitoring Program (JMP) WHO-UNICEF 2004.


Kriteria akses terhadap sumber air minum terlindung yang digunakan MDGs adalah bila jenis sumber air minum berupa perpipaan, sumur pompa, sumur gali terlindung dan mata air terlindung dengan jarak dari sumber pencemaran lebih dari 10 meter, dan air hujan. Sedangkan kriteria akses terhadap air minum yang digunakan JMP WHO-UNICEF 2004 adalah bila pemakaian air keperluan rumah tangga minimal 20 liter per orang per hari, berasal dari sumber air yang improved dan sumber air minumnya berada dalam radius satu kilometer dari rumah. Pada kriteria MDGs maupun JMP WHO- UNICEF, air kemasan (bottled water) tidak dikategorikan sebagai sumber air minum terlindung.

Dalam laporan Riskesdas ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai akses terhadap sumber air minum dengan mempertimbangkan jenis sumber air minum terlindung, keberadaan sarana dalam radius satu kilometer, mudah diperoleh sepanjang tahun, dan memiliki kualitas air yang baik secara fisik (tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau).

Secara garis besar Hasil Riskesdas 2010 pada kriteria Air Keperluan Rumah Tangga Sebagai berikut :
  • a.    Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa jenis sumber utama air untuk seluruh keperluan rumah
    tangga pada umumnya menggunakan sumur gali terlindung (27,9%) dan sumur bor/pompa (22,2%) dan air ledeng/PAM (19,5%).
  • b.         Berdasarkan karakteristik tempat tinggal, terdapat perbedaan jenis penggunaan sumber utama air untuk keperluan rumah tangga. Di perkotaan, pada umumnya rumah tangga menggunakan sumur bor/pompa (30,3%), sedangkan di perdesaan lebih banyak menggunakan sumur gali terlindung (29,6%).
  • c.    Secara nasional, rumah tangga di Indonesia menggunakan sumur gali terlindung (24,7%), air ledeng/PAM (14,2%), sumur bor/pompa (14,0%), dan air dari depot air minum (DAM) (13,8%) untuk sumber air minum.
  • d.    Berdasarkan tempat tinggal, baik di perkotaan maupun di perdesaan, sumber utama air untuk minum cukup bervariasi. Penggunaan sumber air minum di perkotaan yang cukup menonjol adalah air dari DAM (21,1%), air ledeng/PAM (18,5%), air kemasan (13,2%), dan sumur bor/pompa (15,9%). Di perdesaan, rumah tangga lebih banyak yang menggunakan sumur gali terlindung (30,0%), sumur bor/pompa (12,0%), mata air terlindung (11,8%), sumur gali tidak terlindung (11,6%), air PAM (9,5%), air hujan (4,7%).
  • e.    Jumlah pemakaian air per orang per hari secara nasional pada umumnya lebih dari 20 liter. Persentase pemakaian air tertinggi adalah lebih atau sama dengan 100 liter per orang per hari.
  • f.     Secara nasional, letak sumber utama air minum pada umumnya berada di dalam rumah (53,3%) dan di sekitar rumah dengan jarak tidak lebih dari 10 meter (28,5%). Persentase rumah tangga dengan sumber utama air di dalam rumah tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan (66,9.
  • g.    Untuk kemudahan dalam memperoleh air minum, secara nasional terdapat 81 ,7 persen rumah tangga mudah memperoleh air minum sepanjang tahun dan 17,8 persen sulit memperoleh air minum pada musim kemarau.
  • h.    Secara nasional, anggota rumah tangga yang biasa mengambil air untuk kebutuhan minum rumah tangga adalah laki-laki (51 ,4%) dan perempuan (47,1%) yang telah dewasa. Akan tetapi, masih terdapat anak laki-laki (0,5%) dan anak perempuan (1,0%) berumur di bawah 12 tahun yang biasa mengambil air untuk kebutuhan minum rumah tangga.
  • i.      Secara nasional, 90 persen kualitas fisik air minum di Indonesia termasuk dalam kategori baik (tidakkeruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa, dan tidak berbau). Akan tetapi, masih terdapat rumah tangga dengan kualitas air minum keruh (6,9%), berwarna (4,0%), berasa (3,4%), berbusa (1 ,2%), dan berbau (2,7%).
  • j.      Berkaitan dengan tempat tinggal, persentase rumah tangga dengan kualitas fisik air minum baik (tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa, dan tidak berbau) di perkotaan (94,2%) lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan (85,6%). Persentase rumah tangga dengan kualitas fisik air minum keruh di perdesaan (10,2%) lebih tinggi dari pada di perkotaan (3,8%).
  • k.    Pengolahan air minum di rumah tangga sebelum dikonsumsi, pada umumnya dilakukan dengan cara dipanaskan/dimasak terlebih dahulu (77,8%) dan ditempatkan dalam dispenser (panas/dingin) (10,7%). Selain dipanaskan/dimasak dan disimpan dalam dispenser (panas/dingin), pengolahan air minum sebelum dikonsumsi dilakukan dengan cara penyinaran dengan sinar ultra violet (UV) (1,9%), disaring/filtrasi (0,9%), dan menambahkan larutan klor (klorinasi) (0,1%).
  • l.      Persentase rumah tangga di perkotaan (69,0%) yang mengolah air sebelum diminum dengan cara dimasak lebih rendah dibandingkan dengan di perdesaan (87,1%). Sebaliknya, persentase rumah tangga yang tidak mengolah air sebelum dimasak di perkotaan (9,3%) lebih tinggi daripada di perdesaan (6,8 %).
  • m.  Pada umumnya rumah tangga menyimpan air minum dalam wadah tertutup dan bermulut sempit seperti teko/ceret/termos/jerigen (64,1 %), dispenser (19,6%), ember/panci tertutup (9,5%) dan kendi (3,1%). Akan tetapi, masih terdapat rumah tangga yang menyimpan air minum dalam wadah terbuka (ember/panci terbuka) (0,9%).
  • n.    Sesuai kriteria MDGs (air perpipaan, sumur pompa, sumur gali terlindung dan mata air terlindung dengan jarak ke sumber pencemaran lebih dari 10 meter dan penampungan air hujan) tanpa memperhitungkan sumber air minum kemasan atau dari depot air minum. Secara nasional akses terhadap air minum terlindung baru mencapai 45,1
  • o.    Berdasarkan tempat tinggal, terdapat perbedaan persentase rumah tangga dalam hal akses terhadap sumber air minum terlindung antara di perkotaan dan di perdesaan, di mana di perdesaan (48,8%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (41 ,6%). Akan tetapi, bila memperhitungkan air kemasan dan air dari depot air minum, persentase rumah tangga yang akses terhadap air minum terlindung menunjukkan keadaan yang sebaliknya, di mana di perkotaan (75,9%) lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan (56,9%).
  • p.    Berdasarkan kriteria lain seperti sumber air minum terlindung (termasuk air kemasan), sarana berada dalam radius 1 kilometer, tersedia sepanjang waktu, dan kualitas fisik airnya baik (tidak keruh, berbau, berasa, berwarna dan berbusa), rumah tangga yang akses terhadap air minum berkualitas secara nasional telah mencapai 67,5 persen;
  • q.         Berdasarkan tempat tinggal, dengan memperhitungkan air minum dari sumber air dan kemasan, terdapat perbedaan persentase rumah tangga dengan akses terhadap air minum berkualitas antara perkotaan dan perdesaan. Persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum berkualitas di perkotaan (80,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan (53,9%). Berdasarkan pengeluaran rumah tangga, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga, semakin tinggi pula persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum berkualitas

Environmental Health

Basic Of Environmental Health
Environmental health is a multi-disciplinary science that studies the dynamics of the interactive relationship between a group of people with a variety of changes in components of the human environment that could be expected to cause health problems in the community and efforts to control and prevention.
In its broadsense, environmental health is the segment of public health concerned with assessing that is, understanding, and controlling the people on their impacts of environment and the Impacts of the environment on Them.
Based on the above understanding, environmental health is a part of public health attention on the assessment, understanding, and control of human impacts on the environment and human impacts on the environment.
Environmental health is essentially a condition or state of optimum environments, and therefore contributes positively to the establishment of an optimum health status as well.
According to the Law of the Republic of Indonesia Number 36 Year 2009 on Health, stated that the environmental health efforts aimed at realizing the quality of a healthy environment, whether physical, chemical, biological, and social which allows each person to achieve the degree of the highest health. Healthy environment as referred to in this legislation covers neighborhoods, workplaces, recreation areas, and places and public facilities, which must be free from elements that cause health problems, among others, liquid waste; solid waste; waste gases; waste that is not processed in accordance with the requirements set by the government; disease-carrying animals; hazardous chemicals; noise that exceeds the threshold; radiation ionizing and non ionizing rays; contaminated water; air polluted, and contaminated food.
Environmental Health
While the linkages between environmental health and the onset of health problems and illnesses, according to Soemirat (2005), arises whether the disease in humans depends on three important elements, namely: 1) host (host), ie all the factors contained in human beings that can arise and affect journey of a disease. Agents are grouped into biological classes, and the Environment (environment) is the aggregate of all conditions and external influences that affect the lives and development of an organism.
Imbalance of the relationship between host, agent and environment are not balanced cause disease. Imbalance can occur due to a lack of host resistance, disease resistance of seedlings increased or changing environments, by contrast, people will be healthy (not affected by disease) in the event of balance, that is a good host resistance, the ability of germs that low and a good environment. Based on the description, it appears that the approach is limited to discussion of the epidemiology of health problems especially those related to illness. Therefore, in recent epidemiological approach is growing, so it can be applied in various spheres of life in the community environment.

Selasa, 31 Januari 2012

Jumlah dan Jenis Mikroorganisme dalam Air

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah dan Jenis Mikroorganisme dalam Air

Pengolahan limbah secara biologi adalah pengolahan air limbah dengan menggunakan mikroorganisme seperti ganggang, bakteri, protozoa, untuk menguraikan senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana. Pengolahan tersebut mempunyai tahapan seperti pengolahan secara aerob, anaerob dan fakultatif.

Pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan bahan organik, anorganik, amoniak, dan posfat dengan bantuan mikroorganisme. Penggunaan saringan atau filter telah dikenal luas guna menangani air untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara ini juga dapat diterapkan untuk pengolahan air limbah yaitu dengan memakai berbagai jenis media filter seperti pasir dan antrasit. Pada penggunaan sistem saringan anaerobik, media filter ditempatkan dalam suatu bak atau tangki dan air limbah yang akan disaring dilalukan dari arah bawah ke atas (Laksmi dan Rahayu, 1993).

Bau : Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau air limbah kegiatan industri, atau dapat juga berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air (Wardhana, 1999). Zat organik dalam limbah, yang secara umum mewakili bagian yang mudah menguap dari seluruh benda padat yang terdiri dari senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak-lemak dan minyak-minyak mineral, bentuknya tidak tetap dan membusuk dan mengeluarkan bau yang tidak sedap (Mahida, 1993).

Timbulnya bau pada air limbah secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi (Wardhana, 1999 ). Beberapa karakteristik fisik ini mencerminkan kualitas estetik dari air limbah (seperti warna dan bau ), sedangkan karakteristik lain seperti pH dan temperatur dapat memberikan dampak negatif pada badan air penerima.

Menurut Sunu (2001), faktor - faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air adalah :

Water Micro Organism
Sumber air :Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber air seperti air laut, air hujan, air tanah dan air permukaan. Komponen nutrient dalam air - Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan mikroorganisme. Air buangan sering mengandung komponenkomponen yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu. Komponen beracun - Bila terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik dapat membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainya dalam air. Organisme air - Adanya organisme lain di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri. Faktor fisik - Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik tekanan hidrostatik, aerasi dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air.

Tujuan pemrosesan air limbah secara biologi adalah untuk menghilangkan bahan organik dan anorganik yang terlarut dalam air yang sukar mengendap melalui proses penguraian biologis, penguraian ini memerlukan oksigen pada proses aerobik dan pada proses anaerobik berlangsung tanpa oksigen, proses biologis dapat digunakan untuk meniadakan pospat kebanyakan sistem biologis dapat mentolerir naik turunnya suhu. Pada pengolahan biologi air limbah, perlu dipertahankan agar mikroorganisme dapat menunjukkan kemampuannya yang optimal seperti bakteri untuk mengambil bahan-bahan organik dengan merancang peralatan dan sistem pengolahan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri.

Sebelum melakukan pengolahan perlu ditinjau bahwa pada proses pengolahan air limbah pH harus berkisar 7 atau 6,5 9,5 karena semua proses berlangsung pada suasana netral. Proses netralisasi pada umumnya dilakukan dengan penambahan Ca(OH)2 kemudian dilakukan pengadukan agar reaksi antara asam dan basa dapat berlangsung dengan baik (Djabu et al.,1 990).