Blogger templates

Tampilkan postingan dengan label Kesehatan Lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan Lingkungan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Februari 2012

Environmental Health

Basic Of Environmental Health
Environmental health is a multi-disciplinary science that studies the dynamics of the interactive relationship between a group of people with a variety of changes in components of the human environment that could be expected to cause health problems in the community and efforts to control and prevention.
In its broadsense, environmental health is the segment of public health concerned with assessing that is, understanding, and controlling the people on their impacts of environment and the Impacts of the environment on Them.
Based on the above understanding, environmental health is a part of public health attention on the assessment, understanding, and control of human impacts on the environment and human impacts on the environment.
Environmental health is essentially a condition or state of optimum environments, and therefore contributes positively to the establishment of an optimum health status as well.
According to the Law of the Republic of Indonesia Number 36 Year 2009 on Health, stated that the environmental health efforts aimed at realizing the quality of a healthy environment, whether physical, chemical, biological, and social which allows each person to achieve the degree of the highest health. Healthy environment as referred to in this legislation covers neighborhoods, workplaces, recreation areas, and places and public facilities, which must be free from elements that cause health problems, among others, liquid waste; solid waste; waste gases; waste that is not processed in accordance with the requirements set by the government; disease-carrying animals; hazardous chemicals; noise that exceeds the threshold; radiation ionizing and non ionizing rays; contaminated water; air polluted, and contaminated food.
Environmental Health
While the linkages between environmental health and the onset of health problems and illnesses, according to Soemirat (2005), arises whether the disease in humans depends on three important elements, namely: 1) host (host), ie all the factors contained in human beings that can arise and affect journey of a disease. Agents are grouped into biological classes, and the Environment (environment) is the aggregate of all conditions and external influences that affect the lives and development of an organism.
Imbalance of the relationship between host, agent and environment are not balanced cause disease. Imbalance can occur due to a lack of host resistance, disease resistance of seedlings increased or changing environments, by contrast, people will be healthy (not affected by disease) in the event of balance, that is a good host resistance, the ability of germs that low and a good environment. Based on the description, it appears that the approach is limited to discussion of the epidemiology of health problems especially those related to illness. Therefore, in recent epidemiological approach is growing, so it can be applied in various spheres of life in the community environment.

Rabu, 19 Mei 2010

Deklarasi ODF Kec. Padang

Deklarasi Open Defecation Free (ODF) Kecamatan Padang Kab. Lumajang

Satu lagi Deklarasi penting dilakukan di Kabupaten Lumajang, Deklarasi Kecamatan Padang, sebagai Kecamatan ke tiga dengan 100% masyarakat telah bebas dari buang air besar sembarangan. Deklarasi ini dilakukan oleh masyarakat dengan penanda tanganan prasasti dilakukan oleh Bupati Lumajang (Dr. Sjahrazad Masdar, MA), pada Tanggal 18 Mei 2010, di Kantor Kecamatan Padang Kabupaten Lumajang.

Pada tingkat lokal Deklarasi ini menjadi cukup bermakna karena beberapa hal, antara lain :

Deklarasi ini merupakan first step dari banyak deklarasi serupa yang ditargetkan akan dilakukan di Kabupaten Lumajang. Sebagaimana komitmen Pemerintah Kabupaten Lumajang bahwa target Kabupaten Lumajang pada tahun 2013 seluruh wilayah Kabupaten sudah mnecapai status ODF. Sebagaimana kita ketahui bahwa target Nasional kondisi ini akan dicapai sampai tahun 2014 (100 % Stop BAB sembarangan).

100_5983Deklarasi yang dihadiri oleh (tidak lebih) dari 500 undangan, dari kalangan Legislatif, Kementerian Kesehatan, Birokrasi (Kepala Dinas/Kantor/Intansi Vertikal, Camat, Danramil, Kapolsek, se Kabupaten Lumajang, serta masyarakat Kecamatan padang. Secara implisit, tingkat kehadiran dengan beragam latar belakang ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Gerakan STBM telah menjadi sebuah totalitas gerakan di masyarakat. Sebagai catatan, bahwa peran Lintas Sektor khususnya Koramil sangat mewarnai Gerakan STBM di Kabupaten Lumajang, sehingga secara bermakna berperan dalam percepatan pencapaian target ODF.

Sebagai informasi perkembangan pelaksanaan STBM di Kabupaten Lumajang telah menunjukkan trend menjanjikan, sebagaimana data berikut :
100_5985
Kec gucialit : 9 Desa (Kecamatan ODF)
Kecamatan Senduro : 12 Desa (Kecamatan ODF)
Kecamatan Padang (odf) : 9 Desa (Kecamatan ODF)
Kecamatan Kedungjajang : 12 Desa (Rencana Deklarasi pada bulan juni
Kecamatan Pronojiwo : 2 Desa ODF
Kecamatan Pasirian : 2 Desa ODF
Kecamatan Yosowilangun : 4 Desa ODF
Sedangkan kecamatan lainnya telah menunjukkan trend ke arah jalan yang lurus dan telah mempunyai beberapa wilayah ODF ditingkat Posyandu, serta mempunyai target Kecamatan ODF serta perkembangan terakhir yang on schedulle :
  1. Kecamatan Pasrujambe, rencana Deklarasi ODF pada bulan Juni 2010, mulai bergerak serta telah terbentuk jejaring sanitasi.
  2. Kecamatan Yosowilangun, rencana Deklarasi ODF pada bulan Juli 2010, Muspika bergerak 2 kali seminggu turun ke desa.
  3. Kecamatan Tempursari, rencana Deklarasi ODF pada bulan Agustus 2010.
  4. DSCN0902Kecamatan Jatiroto, rencana Deklarasi ODF pada bulan Desember 2010, target ini dapat lebih cepat terealisasi mengingat totalitas dukungan Danramil dengan gerakan karya bhakti-nya.
  5. Kecamatan Pronojiwo, rencana Deklarasi ODF pada bulan September 2010, gerakan muspika dan lintas sektor 2 kali seminggu turun ke desa
  6. Kecamatan Tekung, rencana Deklarasi ODF pada bulan Desember 2010, gerakan muspika turun ke desa juga telah dilakukan
Jika target diatas terwujud, maka sepanjang tahun 2010 ini Kabupaten Lumajang akan mempunyai 10 Kecamatan ODF. Selanjutnya tantangan masih menanti  . mempertahankan perilaku Buang Air Besar Masyarakat hanya di jamban, agar tidak kembali menjadi OD lagi .

Jumat, 30 April 2010

Sick Building Syndrome

Dampak Kesehatan Pemakaian Air Conditioner (AC) dan Sick Building Syndrome

Pendingin udara atau Air conditioner (AC), saat ini merupakan kebutuhan pokok bagi sebuah lingkungan kerja. Dengan peningkatan suhu bumi yang semakin tidak kompromi, AC menjadi alternatif utama untuk kenyamanan. Dengan AC, maka temperatur, kelembaban, dan distribusi udara dapat diatur sesuai syarat dan keinginan. Berbagai kenyamanan penggunaan AC, seringkali membuat pengelola gedung melupakan perawatan yang benar terhadap AC dan menganggap bahwa udara dalam ruangan dengan AC selalu bersih dan sehat. Perawatan AC yang kurang benar berpeluang menyebarkan berbagai virus dan bakteri. Masalah Kesehatan yang muncul kemudian adalah terjadinya Sick Building Syndrome. Faktor yang ikut mempengaruhi penyakit ini antara lain sirkulasi ventilasi yang buruk, selain akibat pencemaran polusi udara asap kendaraan bermotor dan industri, kuman, virus, jamur, dan parasit. 

Rumah sakit sebagai sebuah lingkungan kerja merupakan institusi pelayanan Kesehatan yang di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia, dan aktivitas pelayanan Kesehatan. Disamping memberikan dampak positif sebagai tempat untuk menyembuhkan penyakit, ternyata rumah sakit juga memberikan dampak negatif bagi manusia seperti pencemaran, sumber penularan penyakit, termasuk gangguan Kesehatan bagi tenaga medis maupun non medis. Salah satu gangguan Kesehatan yang dapat terjadi pada tenaga medis dan non medis di rumah sakit adalah SBS (Sick Building Syndrome). SBS berhubungan dengan buruknya kualitas udara dalam ruangan kerja.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa di United States pada Tahun 1994 (Bureau of Labor Statistic di Amerika Serikat), 5 juta warganya yang bekerja di rumah sakit, 40% di antaranya adalah dokter, perawat, apoteker serta para asistennya menderita Sick Building Syndrome ini (Wichaksana (2002). Penting dicatat, mereka merupakan sebuah kelompok tenaga kerja yang mempunyai risiko besar terpajan bahan-bahan berbahaya di rumah sakit. Pada lingkungan Rumah sakit juga sangat dimungkinkan menjadi tempat berkembang biaknya sumber penyakit dan berkumpulnya bahan- bahan berbahaya biologi, kimia, dan fisik yang setiap saat dapat kontak dengan tenaga kerja, pasien, keluarga pasien, dan pengunjung.

acKita masih mencatat bahwa AC bisa menyebabkan penderitaan bagi banyak orang. Terdapat 182 orang - peristiwa ini terjadi di Philadelpia, USA tahun 1976) - mengalami pegal- pegal, flu, kepala pusing, kejang otot, perut kembung, cepat lelah, dan 29 orang diantaranya kemudian meninggal dunia ( data Bureau of Labor Statistic, AS). Berdasarkan hasil penelitian, kasus ini disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophila. Bakteri itu hidup di alam bebas, terutama di daerah dengan kelembaban tinggi seperti sungai, danau, selokan, termasuk juga AC terutama di bagian cooling tower.
Penelitian yang dilakukan di PT. Infomedia Nusantara yang menggunakan AC lokal terhadap 89 responden ditemukan bahwa sebagian besar karyawan mengalami gangguan Kesehatan berupa bersin sebesar 57,3 %, sakit kepala sebesar 66,29 %, mata merah sebesar 5 1,69 %, mata pedih sebesar 58,43 %, mata gatal sebesar 74,16 %, dan kulit kering sebesar 17,9 1 % (Corie, 2004).

Berdasarkan bebeapa kenyataan diatas sangat penting untuk dilakukan pengendalian pencemaran udara di lingkungan rumah sakit, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya gangguan Kesehatan bagi seluruh pengguna rumah sakit (tenaga medis, non medis, pasien, maupun pengunjung).

Namun bagaimanakah sebetulnya pengaruh kualitas fisik dan mikrobiologi udara pada ruangan ber-AC terhadap munculnya Sick Building Syndrome (SBS), pada tempat kerja, akan selalu terkait dengan beberapa data berikut :
a. Pengaruh kualitas fisik dan kualitas mikrobiologi udara dalam ruang.
b. Apakah ada perbedaan keluhan Sick Building Syndrome (SBS) pada berbagai jenis tenaga kerja.

Sick Building Syndrome (SBS)

Istilah sindrom gedung sakit (Sick Building Syndrome) pertama diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia di awal tahun 1980-an yang lalu. Istilah ini kemudian digunakan secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang sindrom ini dari berbagai Negara Eropa, Amerika, bahkan dari Negara tetangga kita Singapura (Aditama, 2002).


Sick Building Syndrome atau sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat adanya gedung yang sakit, artinya terdapat gangguan pada sirkulasi udara dalam gedung itu. Adanya gangguan itulah yang menyebabkan gedung tersebut dikatakan sakit sehingga timbul sindrom ini yang memang terjadi karena penderitanya menggunakan suatu gedung yang sedang sakit (Aditama, 2002).

Menurut Burge (2004), Sick Building Syndrome (SBS) terdiri dari sekumpulan gej ala iritasi mukosa, kulit, dan gej ala lainnya terkait dengan gedung sebagai tempat kerja, penyebabnya adalah gedung yang tidak terawat dengan baik.

Sedangkan menurut Prof. Dr. Juli Soemirat Slamet, M.PH., Ph.D, Sick Building Syndrome adalah gej ala- gej ala gangguan Kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran pernafasan. Sekumpulan gej ala ini dialami oleh orang yang hidup atau bekerja di gedung atau rumah yang ventilasinya tidak direncanakan dengan baik (Sujayanto, 2001).

Gejala atau Keluhan SBS
Gejala-gejala yang timbul memang berhubungan dengan tidak sehatnya udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada sindrom ini antara lain dapat berupa batuk kering, sakit kepala, iritasi mata, hidung dan tenggorokan, kulit yang kering dan gatal, badan lemah dan lain- lain. Keluhan- keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu. Keluhan- keluhan yang ada biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa mengganggu dan yang penting amat berpengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang. Sindrom gedung sakit ini baru dapat dipertimbangkan bila lebih dari 20% atau bahkan 50% pengguna suatu gedung mempunyai keluhan- keluhan seperti di atas. Kalau hanya dua atau tiga orang maka mereka mungkin sedang kena flu biasa (Aditama, 2002).
Keluhan SBS dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Iritasi selaput lendir: iritasi mata, mata pedih, merah, dan berair.
2. Iritasi hidung: iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering.
3. Gangguan neurotoksik: sakit kepala, lemah atau capek, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi.
4. Gangguan paru dan pernafasan: batuk, nafas berbunyi, sesak nafas, rasa berat di dada.
5. Gangguan kulit: kulit kering dan gatal.
6. Gangguan saluran cerna: diare.
7. Lain- lain: gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar (Aditama, 2002).

Penyebab Terjadinya SBS
Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan suatu penyebab tunggal dari sindrom gedung sakit, namun sebagian besar keluhan yang timbul dari tejadinya SBS diakibatkan oleh pencemaran udara yang terjadi dalam ruangan. Menurut hasil penelitian dari Badan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat atau National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) 466 gedung di Amerika Serikat menemukan bahwa ada enam sumber utama pencemaran udara di dalam gedung, yaitu:
  1. 52% pencemaran akibat ventilasi yang tidak adekuat dapat berupa kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang tidak merata, dan buruknya perawatan sarana ventilasi.
  2. Pencemaran udara dari alat- alat di dalam gedung seperti mesin fotokopi, kertas tisu, lem kertas dan lem wallpaper, zat pewarna dari bahan cetakan, pembersih lantai serta pengharum ruangan (sebesar 17%).
  3. Pencemaran dari luar gedung dapat juga masuk ke dalam ruangan, hal ini dikarenakan tidak tepatnya penempatan lokasi masuknya udara segar dalam ruangan (sebesar 11%).
  4. Pencemaran bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fibreglass dan bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut (sebesar 3%).
  5. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin serta seluruh sistemnya (sebesar 5%).
  6. Sebesar 12 % dari sumber tidak diketahui (Aditama, 2002).
Burge (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peningkatan prevalensi SBS antara lain:
1. Faktor individu:
  • a. Debu kertas.
  • b. Asap rokok
  • c. Debu dalam ruangan
  • d. Penggunaan komputer

2. Faktor gedung:
  • a. Suhu ruangan yang tinggi (lebih dari 23C dalam ruangan ber-AC).
  • b. Aliran udara dalam ruangan rendah (kurang dari 10 liter/ detik/ orang).
  • c. AC dalam ruangan.
  • d. Kontrol yang rendah terhadap suhu dan pencahayaan.
  • e. Rendahnya perawatan dan kebersihan gedung.
  • f. Kerusakan pada jaringan air.
Usaha untuk mengerti penyebab SBS telah dilakukan dengan melakukan penyelidikan terhadap banyak parameter yang cenderung difokuskan pada kinerja ventilasi, kontaminan dan berbagai variasi parameter lainnya. Tipikal parameter yang telah diselidiki dapat dilihat pada tabel berikut:
Parameter yang Diselidiki pada SBS
Parameter Keterangan
Sistem ventilasi 1. Kecepatan ventilasi (terlalu cepat, terlalu lambat).
2. Buruknya distribusi udara.
3. Sistem ventilasi yang tidak beroperasi.
4. Pengatur suhu udara (air conditioner).
5. Buruknya penyaringan.
6. Buruknya perawatan.
Kontaminan gedung 1. Asbestos
2. Karbondioksida
3. Karbon monoksida
4. Debu
5. Formaldehid, radon, ozon.
6. Spora, polen.
7. Bakteri.
8. Kelembaban (terlalu tinggi, terlalu rendah).
9. Ion
10. Bau, asap
Polutan dari luar, dan senyawa organik (volatil).
Penghuni Usia, gender, status Kesehatan, pekerjaan.
Lain- lain 1. Bentuk gedung.
2. Radiasi elektromagnetik
3. Tidak ada kontrol lingkungan.
4. Pencahayaan
5. Kebisingan
6. Faktor psikologi
7. Stres
8. Terminal display.
Sumber: Liddament, 1990 dalam Pudjiastuti et al., 1998

Kamis, 19 November 2009

Indikator Kabupaten/Kota Sehat

Dasar Hukum dan Indikator Program Kabupaten/Kota Sehat

Bagi rekan Sanitarian mungkin sudah paham dengan program unggulan yang sudah menjadi agenda dua tahunan Depkes, program Kabupaten/Kota Sehat. Program ini mencoba mengakomodasi dan mengkoordinasikan berbagai program di tingkat Kabupaten  dan Kota (dengan peran aktif masyarakat) sehingga dapat sinkron dan menjelma menjadi daya ungkit besar terhadap kriteria sehat pada segala sektor dan bidang. Berikut ini informasi terkait program tersebut serta link download indikator kabupaten dan kota sehat seseuai  Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor : 34 Tahun 2005 Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat
Dasar Penyelenggaran Kab / Kota Sehat
  1. UU Nomor : 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah
  2. UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
  3. UU Nomor: 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  4. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor : 34 Tahun 2005 Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat
Dasar hukum pembentukan Tim Pembina Teknis Kab./Kota Sehat adalah :
  1. clip_image002[4]KepMendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
  2. KepMendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
Pengertian : Kabupaten sehat adalah suatu kondisi dari suatu wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi ekonomi masyarakat yang saling mendukung melalui koordinasi forum kecamatan dan difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan masing-masing desa.

Tatanan : adalah sasaran Kabupaten Sehat yang sesuai dengan potensi dan permasalahan pada masing-masing kecamatan di Kabupaten.

Kawasan sehat  : dalah kondisi wilayah tertentu yang bersih, nyaman, aman dan sehat bagi pekerja dan masyarakat dikawasan tersebut dengan mengoptimalkan potensi masyarakat dan pekerja, melalui pemberdayaan pelaku pembangunan yang terkait, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan wilayah.

Desa sehat adalah suatu upaya untuk menyehatkan kondisi pedesaan yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni warganya dengan mengoptimalkan potensi masyarakat , melalui pemberdayaan kelompok kerja masyarakat , difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan wilayah.

Forum Kabupaten/Kota adalah wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan berpatisipasi turut menentukan arah, prioritas, perencanaan pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek sehingga dapat mewujutkan wilalah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni oleh warganya.

Forum Komunikasi Desa Sehat adalah wadah bagi masyarakat di kecamatan kabupaten untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronkan dan mensimplikasikan prioritas, perencanaan antara desa satu dengan desa lainnya diwilayah kecamatan yang dilakukan oleh masing-masing Pokja Desa Sehat mewujutkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni warganya.

Kelompok Kerja adalah wadah bagi masyarakat di kecamatan perkotaan / di pedesaan atau yang bergerak dibidang usaha ekonomi, sosial dan budaya dan Kesehatan untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasim kegiatan yang disepakati mereka sehingga dapat mewujutkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan bekerja.

Tujuan : Tujuan Program Kabupaten Sehat pada dasarnya adalah tercapainya kondisi Kabupaten untuk hidup dengan bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan bekerja bagi warganya dengan terlaksananya berbagai program-program Kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat meningkatkan sarana dan produktifitas dan perekonomian masyarakat. 

Sasaran :
  1. Terlaksananya program Kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan kebutuhan masyarakat, melalui perberdayaan forum yang disepakati masyarakat.
  2. Terbentuknya forum masyarakat yang mampu menjalin kerjasama antar masyarakat, pemerintah kabupaten dan pihak swasta, serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujutkan sinergi pembangunan yang baik.
  3. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial dan budaya serta perilaku dan pelayanan Kesehatan yang dilaksanakan secara adil, merata dan terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di kabupaten tersebut secara mandiri.
  4. Terwujutnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk menigkatkan produktifitas dan ekonomi wilayah dan masyarakatnya sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Model Kabupaten Sehat.
  1. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana umum : penanggung jawab teknis Dinas PU.
  2. Kawasan sarana lalu lintas yang tertib dan Pelayanan Transportasi : penanggung jawab Dinas Perhubungan
  3. Kawasan Pertambangan sehat : penanggung jawab Pertambangan.
  4. Kawasan Hutan sehat : penanggung jawab Dinas Kehutanan.
  5. Kawasan Industri dan Perkantoran sehat : penanggung jawab Dinas Koperindag.
  6. Kawasan Pariwisata sehat : penanggung jawab Kantor Pariwisata.
  7. Ketahanan Pangan dan Gizi : Penanggung Jawab Dinas Pertanian
  8. Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri : penanggung jawab Dinas Kesehatan.
  9. Kehidupan sosial Yang sehat : penanggung jawab Dinas Pemberdayaan Masyarakat.
Penghargaan SWASTI SABA diklasifikasikan atas 3 katagori :
  1. Penghargaan PADAPA (Pemantapan) dari MENKES
  2. Penghargaan WIWERDA (Pembinaan) dari MENKES
  3. Penghargaan WISTARA (Pengembangan) dari PRESIDEN
  4. Penghargaan WISTARA diberikan pada taraf pengembangan :
Ciri-Ciri Kota Sehat
  1. Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi
  2. Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat, sedangkan pemerintah sebagai fasilitator
  3. Mengutamakan pendekatan proses daripada target, tidak mempunyai batas waktu, berkembang sesuai sasaran yang diinginkan masyarakat yang dicapai secara bertahap.
  4. Penyelenggaraan kegiatan didasarkan kesepakatan dari masyarakat (Toma, LSM setempat) bersama Pemkab
  5. Pendekatannya juga merupakan master plan Kota.
  6. Pemkab merupakan partner kunci yang melaksanakan kegiatan
  7. Kegiatan tersebut dicapai melalui proses dan komitmen pimpinan daerah, kegiatan inovatif dari berbagai sektor yang dilakukan melalui partisipasi masyarakat dan kerjasama
  8. Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik, ekonomi, dan budaya setempat
Kebijakan
  1. Penyelenggaraan Kab./Kota Sehat diwujudkan dengan menyelenggarakan semua program yang menjadi permasalahan di daerah, secara bertahap, dimulai kegiatan prioritas bagi masyarakat di sejumlah kecamatan pada sejumlah desa/kelurahan atau bidang usaha yang bersifat sosial ekonomi dan budaya di kawasan tertentu.
  2. Pelaksanaan Kab./Kota sehat dilaksanakan dengann menempatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan dengan melelui pembentukan Forum yang disepakati masy. Dengan dukungan pemerintah daerah dan mendapatkan fasilitasi dari sektor terkait melalui program yang telah direncakan
  3. Setiap kabupaten/kota menetapkan kawasan potensial sebagai entry point yang dimulai dengann kegiatan sederhana yang disepakati masyarakat, kemudian berkembang dalam suatu kawasan atau aspek yang lebih luas, menuju kabupaten/kota sehat 2010.
  4. Penyelenggaraan Kab./kota sehat lebih mengutama kan proses dari pada target, berjalan terus-menerus dimulai dengan kegiatan prioritas dalam suatu tatanan kawasan dan dicapai dalam waktu yang sesuai dengan kemampuan masyarakat dan semua stakeholder yang mendukung.
  5. Kesepakatan tentang pilihan tatanan kabupaten/kota sehat dengan kegiatan yang menjadi pilihan serta jenis dan besaran indikatornya ditetapkan oleh forum bersama-sama dengan pemerintah daerah.
  6. Program-program yang belum menjadi pilihan masy. diselenggarakan secara rutin oleh masing-masing sektor dan secara bertahap program-program tsb disosialisasikan secara intensif kepada masy. dan sektor terkait melalui pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh forum kabupaten/kota sehat.
  7. Pelaksanaan kegiatan kabupaten/kota sehat sepenuhnya dibiayai dan dilaksanakan oleh daerah yang bersangkutan dan masyarakat dengan menggunakan mekanisme pendekatan konsep pemberdayaan ma-syarakat dari, oleh dan untuk masyarakat.
  8. Evaluasi kegiatan kabupaten/kota sehat dilakukan oleh forum dan pokja kota sehat bersama-sama pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, media massa selaku pelaku pembangunan.
Strategi
  1. Melibatkan semua potensi yang ada di masy. dalam forum & pokja, sebagai penggerak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
  2. Forum didampingi oleh sektor tehnis sesuai dengan potensi kawasan sehat melakukan advokasi kpd penentu kebijakan
  3. Mengembangkan kegiatan kab./kota sehat yang sesuai dengann visi dan misi potensi daerah dengann berbagai simbol/moto, semboyan yang dipahami & memberikan rasa kebanggaan bagi warganya.
  4. Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat sesuai dengan kondisi setempat baik berupa media cetak, elektronik termasuk melalui internet, media tradisional.
  5. Meningkatkan potensi ekonomi daerah/wilayah dengan kegiatan yang menjadi kesepakatan masyarakat.
  6. Menjalin kerjasama antara forum kab./kota yang melaksanakan program kabupaten/kota sehat.
Tatanan Kab./Kota sehat
  1. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum
  2. Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi
  3. Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat
  4. Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat
  5. Kawasan Pertambangan Sehat
  6. Kawasan Hutan Sehat
  7. Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri
  8. Ketahanan Pangan dan Gizi
  9. Kehidupan Sosial yang Sehat.
Komponen yang harus ada pada program Kota / Kab. Sehat antra lain :
  1. Tim Pembina Tehnis Kabupaten (Tingkat Kabupaten).
  2. Forum Kabupaten/Kota Sehat (Tingkat Kabupaten)
  3. Forum Komunikasi Desa/Kelurahan Sehat (Tk. Kecamatan)
  4. Kelompok Kerja (Tk. Desa/Kelurahan)
Peran PKK pada program Kota /Kab.Sehat adalah pemberdayaan masyarakat pada tatanan yang dipilih oleh Forum antra lain :
  1. Kawasan Permukinan Sarana dan Prasarana Sehat
  2. Kehidupan Masyarakat yang Sehat Mandiri
  3. Ketahanan Pangan dan Gizi
  4. Kehidupan Sosial yang Sehat
  5. Kawasan Pariwisata Sehat
  6. Kawasan Industri dan Perkantoran Sehat
Klasifikasi dan Kriteria Penghargaan Kab/Kota Sehat
  1. Klasifikasi Kab/Kota Sehat : Pemantapan, Pembinaan, dan Pengembangan
  2. Klasifikasi ditentukan berdasarkan jumlah tatanan yang dipilih
  3. Kriteria tatanan
  4. Kegiatan dalam tatanan
  5. Berfungsinya Forum Kabupaten Sehat, FKDS, dan Pokja tingkat Desa
  6. Berfungsinya Tim Teknis Kabupaten
Sedangkan jenis penghargaan diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. Penghargaan PADAPA (Pemantapan) Minmal 2 tatanan
  2. Penghargaan WIWERDA (Pembinaan) 3 4 tatanan
  3. Penghargaan WISTARA (Pengembangan) > 5 tatanan
Verifikasi Program Kabupaten Kota Sehat
Dalam rangka pemberian penghargaan terhadap program kabupaten/Kota Sehat dilakukan pemberian penghargaan setiap 2 tahun sekali. Dasar pelaksanaan penghargaan ini antra lain tercantum pada BAB V pasal 11 dijelaskan bahwa penghargaan Kab/ Kota Sehat Tingkat Nasional dilaksanakan setiap 2 tahun sekali. Dalam selang waktu tersebut dilaksanakan seleksi thd kab/ kota oleh tim Seleksi Kab/ Kota Sehat tingkat Propinsi. Selanjutnya pengiriman hasil seleksi Kab/Kota Sehat oleh Tim Penilai Tingkat Propinsi ke Pusat (dengan melampirkan formulir penilaian dan dokumen pendukung) sesuai pedoman verifikasi. ( Pebruari-Maret 2009)
  1. Tim Penilai Kab/Kota Sehat Tkt Pusat menseleksi administrasi (April-Mei 2009)
  2. Tim Penilai tkt Pusat ke daerah utk mengklarifikasi / verifikasi (Juni-Agustus 2009)
  3. Penetapan calon penerima penghargaan oleh tim pusat (September 2009)
  4. Pengiriman calon pemenang kab/ kota sehat ke Mendagri utk mendapat rekomendasi/ persetujuan (September 2009)
  5. Pengesahan Penenang Kab/ Kota sehat oleh Menkes (Oktober 2009)
  6. Pemberian penghargaan SWASTI SABA (Nopember 2009)
Sedangkan variabel yang diverifikasi
  1. Cakupan Pelaksanaan (Tatanan, Kecamatan, Desa/Kel)
  2. Prestasi Daerah (penghargaan-penghargaan yang sudah diperoleh)
  3. Aktifitas TIM PEMBINA
  4. Aktifitas FORUM
  5. Aktifitas FORKOM DESA/ KEL
  6. Aktifitas POKJA DESA
  7. HASIL KEGIATAN
Indikator Program Kabuppaten/Kota Sehat sesuai Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor : 34 Tahun 2005 Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat, Dapat Anda DOWNLOAD disini

Kamis, 05 November 2009

Data Geofisik-Kimia pada AMDAL

Pengumpulan Data Geofisik-Kimia pada Pelaksanaan Studi AMDAL
Pada study AMDAL, pengumpulan dan analisis data terhadap parameter-parameter dari berbagai komponen lingkungan dilakukan untuk :
  1. Menelaah, mengamati, dan mengukur rona lingkungan awal yang diprakirakan akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan pembangunan/Industri .
  2. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana kegiatan yang diprakirakan akan terkena dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Komponen lingkungan dan parameter yang akan diukur/diamati, serta metode pengumpulan dan analisis data adalah sebagai berikut :
Komponen Geofisik-Kimia
Komponen lingkungan yang ditelaah adalah : Angin (arah dan kecepatan), - Curah Hujan, Kualitas udara ambien, serta Kebisingan.
Metode Pengumpulan Data
Penentuan titik/lokasi pengambilan sampel didasarkan atas data sekunder arah dan kecepatan angin yang dihubungkan dengan tapak rencana kegiatan baik rencana lokasi penambangan, jalur pengangkutan, penimbunan dan pengapalan. Data kualitas udara dan kebisingan merupakan data primer yang akan dikumpulkan langsung di lapangan, sedangkan data iklim merupakan data sekunder selama 5 tahun terakhir (time series), akan dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat.

ErosiParameter yang akan dikumpulkan untuk kualitas udara ambien, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, terutama yang akan terkena dampak. Parameter tersebut meliputi SO2, CO, NO2, Pb, PM10, dan TSP. Lokasi pengumpulan data akan berada dalam wilayah studi seperti tercantum pada gambar Rencana Lokasi Pengambilan Sampel.

Parameter yang akan dikumpulkan untuk kebisingan, diukur secara langsung di lapangan dengan menggunakan sound level meter dibandingkan dengan Kep. Men.LH No.48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Lokasi pengumpulan data sama dengan lokasi pengumpulan data udara ambien.
Metode Analisis Data

  • Analisis data kualitas udara rona lingkungan awal akan dilakukan dengan membandingkan dengan Kep. Men.LH No. 45 tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dan KepKa Bapedal 107/1997. Metode ini akan membagi kualitas udara menjadi 5 skala kualitas lingkungan udara ambien.
  • Analisis data kebisingan rona lingkungan awal akan dilakukan dengan mengacu pada Kep. Men. LH No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Metode ini akan mendapatkan Leq (tingkat kebisingan sinambung setara), LTM5 (Leq dengan selang waktu 5 detik), Ls (Leq selama siang hari), Lm (Leq selama malam hari), Lsm (Leq selama siang dan malam)

Fisiografi/ Geomorfologi
Metode Pengumpulan Data : Pengumpulan data komponen fisiografi dan geologi perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi fisiografi dan geologi tapak proyek dan sekitarnya, sehingga dampak yang akan ditimbulkan oleh rencana penambangan dapat diprakirakan. Topografi dan bentang lahan diobservasi dari foto udara dan pengamatan langsung ke lapangan.
Metoda Analisis Data : Analisis tiap parameter dilakukan dengan metode profesional judgement. Analisis data geologi dari suatu rencana kegiatan didapat dari data sekunder.

Hidrologi
Metoda Pengumpulan Data : Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi meliputi komponen-komponen sebagai berikut :
Air Permukaan, diukur menggunakan air limpasan (surface run off), dengan menilai kualitas air sungai (fisik, kimia, dan mikrobiologi). Sedangkan parameter lain adalah Air Tanah, dengan mengukur kuantitas air tanah (sumur penduduk & mata air). Selain parameter tersebut juga digunakan parameter Erosi dan Sedimentasi.
Metoda Analisis Data : Parameter yang telah diukur/ diamati kemudian dianalisis dengan metode Persamaan matematik dari metoda studi hidrologi menggunakan rumus USLE (Erosi) dan rumus Rational Method (run-off).

Rabu, 04 November 2009

Dasar Pelaksanaan AMDAL

AMDAL Latar Belakang, Tujuan, Kegunaan, dan Dasar Pelaksanaannya.
Kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah, pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan atas tanggungjawab negara, asas pembangunan berkelanjutan, dan asas manfaat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, yaitu terciptanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan, antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, manusia dengan manusia; terjaminnya kepentingan generasi saat ini dan akan datang; tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup serta terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana.

Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), merupakan salah satu instrumen kebijaksanaan pengelolaan lingkungan. Pelaksanaan AMDAL terhadap sesuatu rencana usaha atau kegiatan dimaksudkan untuk mengetahui dampak besar dan penting, dan menetapkan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Sesuai UU No. 23 tahun 1997 tersebut, dinyatakan bahwa kegiatan yang diprakirakan dapat menimbulkan suatu dampak besar dan penting pada lingkungan dan sekitarnya diwajibkan melakukan studi tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peraturan pelaksanaa dari Undang-Undang ini dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Tujuan dilaksanakannya Studi ANDAL
  1. Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
  2. Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting
  3. Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
  4. Merumuskan RKL dan RPL.
Kegunaan dilaksanakannya Studi ANDAL
Bagi Pemerintah :
  1. Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan mengembangkan dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan Kesehatan masyarakat.
  2. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.
  3. Sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.
AMDALBagi Pemrakarsa :
  1. Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang akan datang dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan suatu pembangunan.
  2. Sebagai pedoman untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
  3. Sebagai bahan penguji secara komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui kekurangannya.

Bagi Masyarakat
  1. Mengurangi kekuatiran tentang perubahan yang akan terjadi atas rencana kegiatan suatu pembangunan.
  2. Memberikan informasi mengenai kegiatan Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.
  3. Memberi informasi tentang perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindarkan dampak negatif.
  4. Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.
Pada pelaksanaan studi AMDAL terdapat beberapa komponen dan parameter lingkungan yang harus dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain :

  1. Komponen Geo-Fisik-Kimia antra lain : Iklim dan Kualitas Udara, Fisiografi, Geologi, Ruang, Lahan dan Tanah, Kualitas Air Permukaan,
  2. Komponen Biotis antara lain : Flora, Fauna, Biota Sungai, Biota Air Laut
  3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara lain : Sosial Ekonomi , Sosial Budaya
  4. Komponen Kesehatan Masyarakat antara lain Sanitasi Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain :
  1. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok -pokok Agraria.
  2. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara RI Tahun 1990 No. 49 Tahun 1990 Tambahan Lembaran Negara No 3419).
  3. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
  4. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  5. Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 115, Tambahan Lembaran Negara No 3501).
  6. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Conventation On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati
  7. Undang-Undang RI No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Republik Indonesia Tahun 1997 No. 68 Tambahan Lembaran Negara No. 3699).
  8. Undang-Undang RI No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
  9. Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
  10. Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air.
  11. Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan.
  12. Peraturan Pemerintah RI No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.
  13. Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
  14. Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah untuk Penggantian.
  15. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 59 Tambahan Lembaran Negara No.3838).
  16. Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
  17. Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pembangunan
  18. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
  19. Keputusan Presiden RI No 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
  20. Keputusan Presiden RI No 75 Tahun 1990 Tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
  21. Keputusan Presiden RI No. 552 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
  22. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 tentang Pendoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
  23. Keputusan Menteri PU.No 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber-sumber Air.
  24. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-30/MENLH /7/1992 tentang Panduan Pelingkupan untuk Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL.
  25. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 056/1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
  26. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 103.K/008/M.PE/1994 tentang Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan dalam Bidang Pertambangan dan Energi.
  27. Keputusan Menteri PU. No 58/KPTS/1995 Petunjuk Tata Laksana AMDAL Bidang Pekerjaan Umum.
  28. Keputusan Menteri PU.No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKL dan RPL, Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
  29. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH /3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
  30. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/ 10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan.
  31. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/ 11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
  32. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/ 11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
  33. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-50/MENLH /11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.
  34. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
  35. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENLH /1/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri.
  36. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
  37. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.
  38. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
  39. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
  40. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 142 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.
  41. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak.
  42. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL.
  43. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-105 tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
  44. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107/BAPEDAL/2/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara.
  45. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL.
  46. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
  47. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL.
  48. Peraturan Daerah terkait yang relevan lainnya dengan studi ini.
Peraturan peraturan tersebut tergantung / menyesuaikan juga pada jenis kegiatan yang dilaksanakan/direncanakan.

Selasa, 27 Oktober 2009

Penyakit Berbasis Lingkungan

Panduan untuk Konseling dan Intervensi pada Program Klinik Sanitasi Puskesmas

HL Blum, seorang pakar yang selama ini selalu menjadi rujukan dan suhu Kesehatan masyarakat, melalui teorinya, berpendapat bahwa Kesehatan lingkungan dan perilaku manusia merupakan dua faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap status Kesehatan masyarakat. Komponen perilaku dan komponen Kesehatan lingkungan ini merupakan dua faktor yang paling memungkinkan untuk diintervensi, sehingga telah menjadi kiblat berbagai tindakan promotif dan preventif pada mayoritas masalah penyakit dan masalah Kesehatan.

Berdasarkan berbagai data dan laporan, saat ini penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan Kesehatan masyarakat di Indonesia. ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakt di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia, selain Malaria, Demam Berdarah Dengue ( DBD ), Filariasis, TB Paru, Cacingan, Penyakit Kulit, Keracunan dan Keluhan akibat Lingkungan Kerja yang buruk.

Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan antra lain Penyakit disebabkan oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah. Berdasarkan aspek sanitasi tingginya angka penyakit berbasis lingkungan banyak disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan jamban yang masih rendah, tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, sarana transportaasi, serta kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan

Artikel berikut akan memaparkan sekilas informasi yang terkait penyakit berbasis lingkungan (dari berbagai sumber). Bagi Sanitarian informasi ini selain dapat menambah pengetahuan, juga dapat diimplementasikan dalam melakukan konseling dan intervensi pada program Klinik Sanitasi Puskesmas.

Pengertian Penyakit merupakan suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan /atau morfologi suatu organ dan/atau jar tubuh. (Achmadi05). Sedangkan pengertian Lingkungan adalah segala sesuatu yg ada disekitarnya (benda hidup, mati, nyata, abstrak) serta suasana yg terbentuk karena terjadi interaksi antara elemen-elemen di alam tersebut. (Sumirat96). Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.

BAB SembaranganUntuk dapat melakukan upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, sangat penting kita ketahui karakteristik penyakit dan patogenesis suatu penyakit. Berdasarkan alur patogenesis tersebut, penyakit berbasis lingkungan dapat dijelaskan sebagai berikut :


rainbowDIARE

Diare adalah suatu penyakit yang biasanya ditandai dengan perut mulas, meningkatnya frekuensi buang air besar, dan konsentrasi tinja yang encer. Tanda-tanda Diare dapat bervariasi sesuai tingkat keparahannya serta tergantung pada jenis penyebab diare.

Ada beberapa penyebab diare. Beberapa di antaranya adalah Cyclospora cayetanensis, total koliform (E. coli, E. aurescens, E. freundii, E. intermedia, Aerobacter aerogenes), kolera, shigellosis, salmonellosis, yersiniosis, giardiasis, Enteritis campylobacter, golongan virus dan  patogen perut lainnya.

Penularannya bisa dengan jalan tinja mengontaminasi makanan secara langsung ataupun tidak langsung (lewat lalat). Untuk beberapa jenis bakteri, utamanya EHEC (Enterohaemorragic E. coli), ternak merupakan reservoir terpenting. Akan tetapi, secara umum manusia dapat juga menjadi sumber penularan dari orang ke orang. Selain itu, makanan juga dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen akibat lingkungan yang tidak sehat, di mana-mana ada mikroorganisme patogen, sehingga menjaga makanan kita tetap berseih harus diutamakan.

Cara Penularan melalui :
  • Makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang dibawa oleh lalat yang hinggap pada tinja, karena buang air besar (BAB) tidak di jamban.
  • Air minum yang mengandung E. Coli yang tidak direbus sampai mendidih.
  • Air sungai yang tercemar bakteri E.coli karena orang diare buang air besar di sungai digunakan untuk mencuci bahan makanan, peralatan dapur, sikat gigi, dan lain-lain.
  • Tangan yang terkontaminasi dengan bakteri E.coli (sesudah BAB tidak mencuci tangan dengan sabun)
  • Makanan yang dihinggapi lalat pembawa bakteri E.Coli kemudian dimakan oleh manusia.
Cara pencegahan penyakit diare yang disesuaikan dengan faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :
Penyediaan air tidak memenuhi syaratSumur Gali Resiko Tinggi
  1. Gunakan air dari sumber terlindung
  2. Pelihara dan tutup sarana agar terhindar dari pencemaran
Pembuangan kotoran tidak saniter
  1. Buang air besar di jamban
  2. Buang tinja bayi di jamban
  3. Apabila belum punya jamban harus membuatnya baik sendiri maupun berkelompok dengan tetangga.
Perilaku tidak higienis
  1. Cuci tangan sebelum makan atau menyiapkan makanan
  2. Cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
  3. Minum air putih yang sudah dimasak
  4. Menutup makanan dengan tudung saji
  5. Cuci alat makan dengan air bersih
  6. Jangan makan jajanan yang kurang bersih
  7. Bila yang diare bayi, cuci botol dan alat makan bayi dengan air panas/mendidih
Sedangkan intervensi pada faktor lingkungan dapat dilakukan antra lain melalui :
  1. Perbaikan sanitasi lingkungan dan pemberantasan vektor secara langsung.
  2. Perbaikan sanitasi dapat diharapkan mampu mengurangi tempat perindukan lalat. Cara yang bisa diambil di antaranya adalah menjaga kebersihan kandang hewan, buang air besar di jamban yang sehat, pengelolaan sampah yang baik, dan sebagainya.
Keberadaan lalat sangat berperan dalam penyebaran penyakit diare, karena lalat dapat berperan sebagai reservoir. Lalat biasanya berkembang biak di tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran hewan, tumbuh-tumbuhan yang membusuk, dan permukaan air kotor yang terbuka. Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumput-rumput, dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Di dalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter.

Pemberantasan lalat dapat dilakukan dengan 3 cara, fisik (misalnya penggunaan air curtain), kimia (dengan pestisida), dan biologi (sejenis semut kecil berwana hitam  Phiedoloqelon affinis untuk mengurangi populasi lalat rumah di tempat-tempat sampah). Lingkungan yang tidak higienis akan mengundang lalat. Padahal lalat dapat memindahkan mikroorganisme patogen dari tinja penderita ke makanan atau minuman.

rainbowISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Aku/ISPA dapat meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah, merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru .

Genteng Kaca Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Akan tetapi, anak yang menderita pneumoni bila tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Di Dinkes/Puskesmas, Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan, yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penumonia disebabkan oleh bahaya biologis, yaitu Streptococcus pneumoniae.

Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis, dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.

Sumber penyakit ini adalah manusia. Pneumococci umum ditemukan pada saluran pernafasan bagian atas dari orang yang sehat di seluruh dunia. Sedangkan Agen ditularkan ke manusia lewat udara melalui percikan ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi discharge saluran pernafasan. Biasanya penularan organisme terjadi dari orang ke orang, tetapi penularan melalui kontak sesaat jarang terjadi.

Manusia yang berada dalam lingkungan yang kumuh dan lembab memiliki risiko tinggi untuk tertular penyakit ini (intervensi dengan pemberian genting kaca dan ventilasi padan rumah sering sangat efektif untuk mengatasi penyakit ini). Setelah terpajan agen, penderita dapat sembuh atau sakit. Seperti yang diterangkan sebelumnya, untuk agen virus penderita (misalnya flu) sebenarnya tidak perlu mendapatkan perlakuan khusus. Cukup dijaga kondisi fisiknya. Penderita yang positif ISPA adalah mereka yang ditandai dengan serangan mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural, dyspnea, tachypnea, batuk produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis. Serangan ini biasanya tidak begitu mendadak, khususnya pada orang tua dan hasil foto toraks mungkin memberi gambaran awal adanya pneumonia. Pada bayi dan anak kecil, demam, muntah dan kejang dapat merupakan gejala awal penyakit. Diagnosa etiologis secara dini sangat penting untuk mengarahkan pemberian terapi spesifik. Diagnosa pneumoni pneumokokus dapat diduga apabila ditemukannya diplococci gram positif pada sputum bersamaan dengan ditemukannya lekosit polymorphonuclear. Diagnosa dapat dipastikan dengan isolasi pneumococci dari spesimen darah atau sekret yang diambil dari saluran pernafasan bagian bawah orang dewasa yang diperoleh dengan aspirasi percutaneous transtracheal. 

Secara sederhana penyakit ISPA mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Penyebab Penyakit :
  • Bakteri streptococcus pneumonia (pneumococci)
  • Hemophilus influenzae
  • Asap dapur
  • Sirkulasi udara yang tidak sehat
Sedangkan tempat berkembang biak saluran pernafasan, dengan cara penularan melalui udara (aerogen) berupa kontak langsung melalui mulut penderita serta cara tidak langsung melalui udara yang terkontaminasi dengan bakteri karena penderita batuk.
Cara Pencegahan : Cara efektif mencegah penyakit ISPA (berdasarkan faktor penyebab penyakit), sebagai berikut :

Tingkat hunian rumah padat
  1. Satu kamar dihuni tidak lebih dari 2 orang atau sebaiknya luas kamar lebih atau sma dengan 8m2/jiwaq
  2. Plesterisasi lantai rumah 
Ventilasi rumah/dapur tidak memenuhi syarat
  1. Memperbaiki lubang penghawaan / ventilasi
  2. Selalu membuka pintu/jendela terutama pagi hari
  3. Menambah ventilasi buatan
Perilaku
  1. Tidak membawa anak/bayi saat memasak di dapur
  2. Menutup mulut bila batuk
  3. Membuang ludah pada tempatnya
  4. Tidak menggunakan obat anti nyamuk bakar
  5. Tidur sementara terpisah dari penderita


rainbowTUBERCULOSIS

Tuberculosis (TBC) adalah batuk berdahak lebih dari 3 minggu, dengan penyebab penyakit adalah kuman / bakteri mikrobakterium tuberkulosis. Tempat berkembang biak penyakit adalah di paru-paru. Ventilasi dan Jendela
Cara penularan penyakit melalui udara, dengan proses sebagai berikut :
  • Penderita TBC berbicara, meludah, batuk, dan bersin, maka kuman-kuman TBC yang berada di paru-paru menyebar ke udara terhirup oleh orang lain.
  • Kuman TBC terhirup oleh orang lain yang berada di dekaqt penderita.
Cara Pencegahan : Cara efektif mencegah penyakit TBC (berdasarkan faktor penyebab penyakit), sebagai berikut :
Tingkat hunian rumah padat
  1. Satu kamar dihuni tidak lebih dari 2 orang atau sebaiknya luas kamar lebih atau sma dengan 8m2/jiwaq
  2. Lantai rumah disemen
Ventilasi rumah/dapur tidak memenuhi syarat
  1. Memperbaiki lubang penghawaan / ventilasi
  2. Selalu membuka pintu/jendela terutama pagi hari
  3. Menambah ventilasi buatan
Perilaku
  1. Menutup mulut bila batuk
  2. Membuang ludah pada tempatnya
  3. Jemur peralatan dapur
  4. Jaga kebersihan diri
  5. Istirahat yang cukup
  6. Makan makan bergizi
  7. Tidur terpisah dari penderita

rainbowDEMAM BERDARAH DENGUE
Penyebab Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Sedangkan tempat berkembang biak dapat didalam maupun diluar rumah, terutama pada tempat-tempat yang dapat menampung air bersih seperti :
  1. Di dalam rumah / diluar rumah untuk keperluan sehari-hari seperti ember, drum, tempayan, tempat penampungan air bersih, bak mandi/WC/ dan lain-lain
  2. Bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semen, kaleng bekas yang berisi air bersih, dll
  3. Alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat menampung air hujan, dll
Cara penularan
  1. Seseaorang yang dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan merupakan sumber penyakit.
  2. Bila digigit nyamuk virus terhisap masuk kedalam lambung nyamuk, berkembang biak, masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu didalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigit orang sehat akan menularkan virus dengue.
  3. Virus dengue tetap berada dalam tubuh nyamuk sehingga dapat menularkan kepada orang lain, dan seterusnya.
Cara Pencegahan Cara efektif mencegah penyakit Demam Berdarah (berdasarkan faktor penyebab penyakit), sebagai berikut :Aedes_Aegypti2
Lingkungan rumah / ventilasi kurang baik :
  1. Menutup tempat penampungan air
  2. Menguras bak mandi 1 minggu sekali
  3. Memasang kawat kasa pada ventilasi dan lubang penghawaan
  4. Membuka jendela dan pasang genting kaca agar terang dan tidak lembab
Lingkungan sekitar rumah tidak terawat
  1. Seminggu sekali mengganti air tempat minum burung dan vas bunga
  2. Menimbun ban, kaleng, dan botol/gelas bekas
  3. Menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air yang jarang dikuras atau memelihara ikan pemakan jentik
Perilaku tidak sehat
  1. Melipat dan menurunkan kain/baju yang bergantungan

rainbowKECACINGAN
Penyakit kecacingan biasanya menyerang anak-anak dan disebabkan oleh Cacing Gelang, Cacing Tambang dan Cacing Kremi.
  1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) berkembang biak di dalam perut manusia dan di tinja. Telur cacing dapat masuk kedalam mulut melalui makanan yang tercemar atau tangan yang tercemar dengan telur cacing. Telur Cacing menetas menjadi cacing didalam perut, selanjutnya keluar bersama-sama tinja.
  2. Kecacingan yang disebabkan karena Cacing Kremi (Enterobius vermicularis). Tempat berkembang biak jenis cacing ini di perut manusia dan tinja, dengan cara penularan menelan telur cacing yang telah dibuahi, dapat melalui debu, makanan atau jari tangan (kuku).
  3. Penyakit kecacingan lain, disebabkan oleh Cacing tambang (Ankylostomiasis Duodenale). Jenis cacing ini mempunyai tempat berkembang biak Perut manusia dan tinja. Cara Penularan dimulai ketika telur dalam tinja di tanah yang lembab atau lumpur menetas menjadi larva. Kemudian larva tersebut masuk melalui kulit, biasanya pada telapak kaki. Pada saat kita menggaruk anus, telur masuk kedalam kuku, jatuh ke sprei atau alas tidur dan terhirup mulut. Telur dapat juga terhirup melaui debu yang ada di udara. atau dengan reinfeksi (telur larva masuk anus lagi)
Cara efektif mencegah penyakit Kecacingan (berdasarkan faktor penyebab penyakit), sebagai berikut :
Pembuangan Kotoran Tidak Saniter
  1. Buang air besar hanya di jamban
  2. Lubang WC/jamban ditutup
  3. Bila belum punya, anjurkan untuk membangun sendiri atau berkelompok dengan tetangga
  4. Plesterisasi lantai rumah
Pengelolaan makanan tidak saniter
  1. Cuci sayuran dan buanh-buahan yang akan dimakan dengan air bersih
  2. Masak makanan sampai benar-benar matang
  3. Menutup makanan pakai tudung saji
Perilaku Tidak Hygienis
  1. Cuci tangan pakai sabun sebelum makan
  2. Cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar
  3. Gunakan selalu alas kaki
  4. Potong pendek kuku
  5. Tidak gunakan tinja segar untuk pupuk tanaman

rainbowPENYAKIT KULIT
Penyakit kulit biasa dikenal dengan nama kudis, skabies, gudik, budugen. Penyebab penyakit kulit ini adalah tungau atau sejenis kutu yang yang sangat kecil yang bernama sorcoptes scabies. Tungau ini berkembang biak dengan cara menembus lapisan tanduk kulit kita dan membuat terowongan di bawah kulit sambil bertelur.
Cara penularan penyakit ini dengan cara kontak langsung atau melalui peralatan seperti baju, handuk, sprei, tikar, bantal, dan lain-lain. Sedangkan cara pencegahan penyakit ini dengan cara antara lain :
  • Menjaga kebersihan diri, mandi dengan air bersih minimal 2 kali sehari dengan sabun, serta hindari kebiasaan tukar menukar baju dan handuk
  • Menjaga kebersihan lingkungan, serta biasakan selalu membuka jendela agar sinar matahari masuk.
Cara efektif mencegah penyakit kulit (berdasarkan faktor penyebab penyakit), sebagao berikut :
Penyediaan air tidak memenuhi syarat
  1. Gunakan air dari sumber yang terlindung
  2. Pelihara dan jaga agar sarana air terhindar dari pencemaran
Kesehatan perorangan jelek
  1. Cuci tangan pakai sabun
  2. Mandi 2 kali sehari pakai sabun
  3. Potong pendek kuku jari tangan
Perilaku tidak hygienis
  1. Peralatan tidur dijemur
  2. Tidak menggunakan handuk dan sisir secara bersamaan
  3. Sering mengganti pakaian
  4. Pakaian sering dicuci
  5. Buang air besar di jamban
  6. Istirahat yang cukup
  7. Makan makanan bergizi


rainbowKERACUNANA MAKANAN
Cara efektif mencegah Keracunan Makanan, berdasarkan faktor penyebab penyakit, sebagai berikut :

Makanan rusak atau kadaluwarsa
  1. Pilih bahan makanan yang baik dan utuh
  2. Makanan yang sudah rusak/kadaluwarsa tidak dimakan
Pengolahan Makanan tidak Akurat
  1. Memasak dengan matang dan panas yang cukup
  2. Makan makanan dalam akeadaan panas/hangat
  3. Panaskan makanan bila akan dimakan
Lingkungan tidak bersih / higienis
  1. Tempat penyimpanan makanan matang dan mentah terpisah
  2. Simpan makanan pada tempat yang tertutup
  3. Kandang ternak jauh dari rumah
  4. Tempat sampah tertutup
Perilaku tidak higienis
  1. Cuci tangan sebelum makan atau menyiapkan makan
  2. Cuci tangan pakai sabun sesudah BAB
  3. Bila sedang sakit jangan menjamah makanan atau pakailah tutup mulut.


rainbowPENYAKIT MALARIA
Cara efektif mencegah Penyakit Malaria, berdasarkan faktor penyebab penyakit, sebagai berikut :

Lingkungan rumah /ventilasi kurang baik
  1. Memasang kawat kasa pada ventilasi /lubang penghawaan
  2. Jauhkan kandang ternak dari rumah ayau membuat kandang kolektif
  3. Buka jendela atau buka genting kaca agar terang dan tidak lembab
Lingkungan sekitar rumah tidak terawat
  1. Sering membersihkan rumput / semak disekitar rumah dan tepi kolam
  2. Genangan air dialirkan atau ditimbun
  3. Memelihara tambak ikan dan membersihkan rumput
  4. Menebar ikan pemakan jentik
Perilaku tidak sehat
  1. Melipat dan menurunkan kain/baju yang bergantungan
  2. Tidur dalam kelambu
  3. Pada malam hari berada dalam rumah