Ilustrasi (dok: Thinkstock)
"Di Nigeria, makan telur dianggap akan menunda menutupnya ubun-ubun bayi," ujar Staf Ahli Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dr Pinky Saptandari, MA dalam diskusi 'Peran Budaya dalam Pemenuhan Gizi Ibu dan Anak' yang digelar Sarihusada di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto, Jakarta, dan ditulis pada Kamis (18/7/2013).
Karena ada mitos seperti itu, akibatnya ibu-ibu yang masih memberikan air susu ibu (ASI) tidak mengonsumsi telur. Padahal telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting bagi ibu dan bayi yang disusuinya.
"Dulu di NTB ada praktik di mana bayi diberi makan nasi yang terlebih dahulu dikunyah oleh yang memberi makan, yaitu ibu/nenek. Jadi bukan cuma makanan yang dimakan bayi, tetapi mungkin juga ada penyakit yang ikut berpindah," sambung Pinky.
Mitos lainnya adalah bahwa ikan seharusnya tidak diberikan kepada Ibu Hamil karena akan membuat bayi berbau amis. Ini sama sekali tidak benar. Faktanya, ikan mengandung sejumlah nutrisi penting yang bermanfaat bagi perkembangan janin.
Selain itu masih ada yang memahami bahwa tujuan makan semata-mata hanyalah agar kenyang. Karena itu kandungan gizinya sama sekali tidak diperhatikan. Alhasil anak diberi makan banyak tetapi minim nilai gizi. Misalnya anak diberi makan nasi dalam jumlah banyak dengan lauk kecap dan kerupuk. Tentu saja makanan itu sangat minim gizi yang diperlukan bagi tumbuh kembang anak.
"Berkembang pula bahwa anak laki-laki harus makan lebih banyak daripada anak perempuan. Jika ada anak perempuan yang makannya banyak langsung dibilang makannya seperti kuli, sehingga kemudian anak perempuan makan lebih sedikit daripada anak laki-laki," papar Pinky.
Selain itu dalam struktur keluarga, prioritas utama makanan untuk ayah dan anak, sementara ibu (termasuk ibu hamil) mendapat prioritas kedua. "Ini misalnya kebiasaan di mana kalau makan ayam, ayah boleh milih dada, anak milih bagian lain, tapi ibunya dapat ceker," ucap perempuan asal Surabaya, Jawa Timur, ini.
Karena itu perlu kebijakan dan model-model layanan yang membangun kemandirian dan layanan kesehatan berbasis komunitas dengan paradigma sehat. Perlu juga perubahan pola pikir, gaya hidup dan perilaku, serta perubahan pola pengasuhan dalam keluarga.
"Pentingnya perubahan secara menyeluruh dalam pendidikan maupun pola pengasuhan dalam keluarga, agar seluruh masyarakat sadar atau melek gizi untuk membangun dan memperkuat generasi penerus bangsa," saran Pinky.
0 komentar:
Posting Komentar