Blogger templates

Kamis, 31 Mei 2012

Presentasi Kaki Letak Sungsang


a.       Pengertian letak sungsang presentasi kaki
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang , yakni : presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki. Pada presentasi kaki bagian paling rendah ialah satu atau dua kaki. (Sarwono 2005 : 606-613).
b.      Etiologi presentasi kaki adalah :
(1)   Letak janin proses adaptasi janin terhadap ruangan di dalam uterus
(2)   Jumlah air ketuban relative banyak
(3)   Multiparitas
(4)   Prematuritas
(5)   Kehamilan ganda
(6)   Hidramnion
(7)   Hidrosefalus
(8)    Anensefalus
(9)    Plasenta previa
(10)   Panggul sempit
(11)   Kelaina uterus
(12)   Kelainan bentuk uterus. (Sarwono 2005.: 606-613).
c.       Diagnosis
Anamnesis : kehamilan terasa penuh di bagian atas dan gerakan tersa lebih banyak dibagian bawah.
Pemeriksaan luar : di bagian bawah uterus tidak teraba kepala, balotemen negative, teraba kepala di fundus uteri, denyut jantung janin ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada umbilicus.
Pemeriksaan dalam: setelah ketuban pecah teraba sacrum. Bila teraba bagian kecil bedakan apakah kaki atau tangan.
(Sarwono 2005 : 606-613).
d.      Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi dibandingkan dengan letak kepala, menurut Eastman sebesar 12-14%. (Sarwono 2005 : 606-613).

Perubahan Fisiologis yang terjadi pada masa post partus


1)         Payudara
Adanya perubahan pada payudara ibu yang sebelumnya pada masa hamil sudah dipersiapakan oleh hormon yang menstimulus perkembangan payudara (estrogen, progesterone, human chorionic gonadotropin, prolaktin, krotisol, dan insulin). Perubahan yang terdapat pada kedua payudara antara lain :
a)      Prolifirasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolus payudara dan lemak.
b)      Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikluarkan, berwarna kuning (kolostrum). Hari-hari pertama air susu mengandung kolostrum, cairan kuning yang lebih kental daripada air susu, mengnadung banyak protein albumin dan globulin. Karena banyak mengandung protein dan mudah dicerna, maka sebaiknya kolostrum jangan dibuang.
c)      Pengaruh tekanan estrogen dan progesterone terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormone-hormon hipofisis kembali, antara lain prolaktin. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu terjadi. Umumnya produksi air susu baru keluar betul pada hari ke 2-3 postpartum.
Selain pengaruh hormone tersebut diatas, salah satu rangsangan terbaik untuk mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bayi itu sendiri. Kadar prolaktin akan meningkat dengan perangsangan fisik pada putting payudara sendiri.
2)      Involusi
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram.
a)      Involusi Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan.(Bobak,dkk,2005:493).
b)      Proses involusi uterus
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira – kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium saklaris. Pada saat ini besar uterus kira – kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.(Bobak,dkk,2005:493)
c)      Perubahan – perubahan normal pada uterus selama post partum
Pada persalinan normal atau post sectio cesaria setelah plasenta lahir konsistensi uterus secara berangsur - angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali sebelum hamil. Tetapi pada post operasi sectio cesaria mungkin akan terjadi perlambatan akibat dari adanya luka oprasi pada uterus.
Tabel 2.1
Perubahan uterus masa nifas
Involusi uteri
Tinggi fundus uteri
Berat uterus
Diameter uterus
Palpasi cervik
Plasenta lahir
Setingi pusat
1000 gr
12,5 cm
Lembut/ lunak
7 hari
( minggu 1)
Pertengahan pusat dan shympisis
500 gr
7,5 cm
2 cm

14 hari (minggu 2)
Tidak teraba
300 gr
5 cm
1 cm
6 minggu
Normal
40-60 gr
2,5 cm
menyempit

Sumber :  (Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan : 238)
3)      Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas. Lochea terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : lochea rubra, lochea serosa dan lochea alba.
Pada awal pemulihan post persalinan adalah merah terang, berubah menjadi merah tua atau coklat kemerah-merahan, itu mungkin berisi sedikit gumpalan-gumpalan atau bekuan –bekuan. Lochea hanya untuk menunjukkan pemulihan uterin.
a)      Lochea rubra
            Lochea rubra terdiri dari sebagian besar darah, decidu dan robekan-robekan tropoblastik dan bakteri (Cunningham dkk, 1989). Darah memucat, menjadi pink atau coklat setelah 1 sampai 3 hari.
b)      Lochea serosa
Lochea serosa terdiri dari darah yang sudah tua (coklat), banyak serum, leukosit dan jaringan sampai kuning cair 3 sampai 10 hari.
c)      Lochea alba
            Lochea alba terus ada hingga kira-kira 2 sampai 6 minggu setelah persalinan. Kekuningan berisi selaput lendir leucocye dan kuman yang telah mati.
Jumlah lochia digambarkan seperti sangat sedikit, sedikit, moderat dan berat (Jacobson, 1985) :
a)      Sangat sedikit - darah hanya ada pada tisu ketika dihapus atau kurang dari 2,5 cm ( 1 in) pada pembalut.
b)      Sedikit – kurang dari 10 cm (4 in) noda pada pembalut.
c)      Moderat – kurang dari 15 cm (6 in) noda pada pembalut.
d)     Berat – memenuhi pembalut dalam 1 jam.
  
 a.    Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
1)         Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama samapi hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurant tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini memebuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Komunikasi yang baik sangat diperlukan pad fase ini.
2)         Fase Taking Hold
       Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bay, selain itu perasaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurangb hati-hati. Pada saat ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupkan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
3)         Fase Letting Go
       Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

Konsep Post Partum / Nifas / Puerperium

a. Pengertian Post Partum
Post partum adalah masa yang diperlukan untuk pulihnya alat-alat kandungan pada keadaan normal yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Di jumpai dua kejadian penting dari puerperium yaitu involusio uterus dan proses laktasi (Cunningham, 1995:281).
Post partum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan (Bobak, I, M, 2000 : 716).
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reprodusi kembali kepada keadaan tidak hamil.Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Farrer, H,1999 :225).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post partum adalah suatu masa segera setelah melahirkan yaitu masa yang diperlukan untuk kembalinya alat kandungan sebelum hamil atau prahamil, pada masa itu ditemui involusio uterus dan proses laktasi. Masa ini berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.

b. Periode Post Partum
Menurut Saleha (2009:5) tahapan yang terjadi pada post partum adalah sebagai berikut :
1) Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.Pada masa ini sering terdapat masalah, misalnya perdarahan kerana atonia uteri. Oleh karena itu, dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.
2) Periode Early Postpartum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3) Periode Late Postpartum (1 minggu – 5 minggu)
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.

c. Perubahan Fisiologis yang terjadi pada Masa Post Partum
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat, untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Adaptasi Fisik
a) Tanda-tanda vital
TPRS pada hari pertama (24 jam) post-partum sangatlah rendah dan suhu sangatlah meningkat sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan maupun karena terjadinya perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38oC dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post-partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infusi kemih, endo nutitis, dan lainnya. Pembengkakan buah dada pada hari kedua dan ketiga post-partum dapat menyebabkan kenaikan suhu walaupun tidak selalu.
b) Adaptasi kardiosvaskuler
• Tekanan Darah
Tekanan darah post-partum tidak stabil penurunan tekanan darah sampai 20 mmHg ini dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring duduk keadaan sementara sebagai kompensasi kardiovasculer terhadap penurunan dalam rongga pinggul dan pendarahan.
• Denyut Nadi
Denyut nadi berkisar antara 70 – 85 kali / menit berkeringat dan menggigil merupakan manifestasi pengeluaran cairan berlebihan dan sisa-sisa pembakaran melalui kulit sering terjadi terutama pada malam hari dan hal ini mengakibatkan rasa nyaman.
c) Adaptasi sistem perkemihan
Selama proses perasalinan kandung kemih mengalami trauma dapat mengakibatkan edema dan menghilangkan sensitifitas terhadap tekanan cairan. Pembuluh ini dapat menyebabkan tekanan tidak sempurna dan berlebihan. Penimbunan cairan dalam jaringan selama kehamilan dikeluarkan melalui divresis biasanya dimulai dalam 12 jam post-partum.
d) Adaptasi masculoskeletal
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot, keadaan initerlihat jelas post-partum dinding abdomen nampak lembek dan kendor.
e) Adaptasi sistem reproduksi
(1) Payudara
Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak lagi ada untuk menghambatnya, kelenjar pituitary mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, terbukti adanya efek prolaktin pada payudara. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, menyebabkan hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel yang menghasilkan ASI mulai berfungsi, dan ASI mulai mencapai putting melalui saluran susu, menggantikan kolostrum yang telah mendahuluinya, selanjutnya laktasi dimulai.
Payudara pada ibu yang menyusui, ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara terasa hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) harus diperiksa untuk dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikan dari inversi, dan untuk menemukan apakah ada fisura atau keretakan.
(2) Uterus
(a) Proses involusi
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira dua cm dibawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promotorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dan beratnya kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih satu cm diatas umbilicus.Fundus turun kira-kira satu hingga dua cm setiap 24 jam. Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr satu minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah melahirkan. Pada minggu ke enam, beratnya menjadi 50 sampai 60 gr.


(3) Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali disebut lochea, mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil.
Jenis-jenis lochea :
(a) Lochea rubra
Mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik.Aliran menyembur, menjadi merah muda atau merah coklat setelah tiga sampai empat hari.
(b) Lochea serosa
Terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih.
(c) Lochea alba
Mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir.












d. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Post Partum
Proses menjadi orang tua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir.
a) Adaptasi psikologi ibu dalam menerima perannya sebagai orang tua secara bertahap ada tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin Maternal Phases” yaitu :
(1) Taking in (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk mengintegrasikan pengalama persalinan dalam kehidupannya.
(2) Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri (Saleha, S, 2009 : 64).
(3) Letting go (fase mampu sendiri)
Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir.Ibu melepas bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mampu menerima kenyataan.
b) Bounding attachment (perasaan kasih sayang yang meningkat)
Bounding merupakan suatu hubungan yang berawal dari saling mengikat diantara orangtua termasuk orangtua dan anak, ketika pertama kali bertemu.Attachment adalah suatu perasaan kasih sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan bersifat unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746).
Hubungan antara ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk memperat rasa kekeluargaan.Kontak dini antara ibu, ayah danbayi disebut bounding attachment melalui touch/sentuhan, kontak mata, dan aroma.
c) Adaptasi ayah
Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengan kelahiran bayi dipengaruhi oleh keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga, identifikasi jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural.
d) Adaptasi sibling
Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau saudara, anak pertama lebih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik barunya.

Karakteristik Mata Pelajaran Matematika

Penyelenggaraan pembelajaran matematika tidaklah mudah karena fakta menunjukkan bahwa para siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika (Jaworski, 1994). Agar pembelajaran matematika sesuai dengan harapan maka perlu kiranya dibedakan antara matematika dan matematika sekolah.

1. Hakekat dan Karakteristik Matematika Sekolah

Pandangan tentang hakekat dan karakteristik matematika sekolah akan memberikan karakteristik mata pelajaran matematika secara keseluruhan. Ebbutt dan Straker (1995: 10-63) mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika, sebagai berikut :

a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah guru perlu: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan berbagai cara, (3) mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb, (4) mendorong siswa menarik kesimpulan umum, (5) membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.

b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah guru perlu : (1) mendorong inisiatif siswa dan memberikan kesempatan berpikir berbeda, (2) mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan, (3) menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan, (4) mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika, (5) mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, (6) mendorong siswa berfikir refleksif, dan (7) tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.

c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah guru perlu: (1) menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, (2) membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, (3) membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika, (4) mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan, (5) mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan, (6) membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti : jangka, penggaris, kalkulator, dsb.


d. Matematika sebagai alat berkomunikasi

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah guru perlu: (1) mendorong siswa mengenal sifat-sifat matematika, (2) mendorong siswa membuat contoh sifat matematika, (3) mendorong siswa menjelaskan sifat matematika, (4) mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika, (5) mendorong siswa membicarakan persoalan matematika, (6) mendorong siswa membaca dan menulis matematika, (7) menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.


2. Klasifikasi Materi Pembelajaran Matematika

Untuk semua jenjang pendidikan, materi pembelajaran matematika meliputi
(Ebbutt dan Straker, 1995) :
a. Fakta (facts), meliputi: (1) informasi, (2) nama, (3) istilah dan (4) konvensi tentang lambang-lambang.
b. Pengertian (concepts), meliputi: (1) struktur pengertian, (2) peranan
struktur pengertian, (3) berbagai macam pola, urutan, (4) model matematika, (5) operasi dan algoritma.
c. Keterampilan penalaran, meliputi: (1) memahami pengertian , (2) berfikir logis, (3) memahami contoh negatif, (4) berpikir deduksi, (5) berpikir induksi, (6) berpikir sistematis dan konsisten, (7) menarik kesimpulan, (8) menentukan metode dan membuat alasan, dan (9) menentukan strategi.
d. Keterampian algoritmik, meliputi: (1) keterampilan untuk memahami dan mengikuti langkah yang dibuat orang lain, (2) merancang dan membuat langkah, (3) menggunakan langkah, (4) mendefinisikan dan menjelaskan langkah sehingga dapat dipahami orang lain, (5) membandingkan dan memilih langkah yang efektif dan efisien, serta (6) memperbaiki langkah.
e Keterampilan menyelesaikan masalah matematika (problem solving) meliputi: (1) memahami pokok persoalan, (2) mendiskusikan alternatif pemecahannya, (3) memecah persoalan utama menjadi bagian-bagian kecil, (4) menyederhanakan persoalan, (5) menggunakan pengalaman masa lampau dan menggunakan intuisi untuk menemukan alternatif pemecahannya, (6) mencoba berbagai cara, bekerja secara sistematis, mencatat apa yang terjadi, mengecek hasilnya dengan mengulang kembali langkah-langkahnya, dan (7) mencoba memahami dan menyelesaikan persoalan yang lain.
f. Keterampilan melakukan penyelidikan (investigation), meliputi: (1) mengajukan pertanyaan dan mencari bagaimana cara memperoleh jawabannya, (2) membuat dan menguji hipotesis, (3) mencari dan menentukan informasi yang cocok dan memberi penjelasan mengapa suatu informasi diperlukan, (4) mengumpulkan, mengelompokkan, menyusun, mengurutkan dan membandingkan serta mengolah informasi secara sistematis, (5) mencoba metode alternatif, (6) mengenali pola dan hubungan, dan (7) menyimpulkan.



Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Tingkat Satuan Pendidikan    : MTs. Bandung
Mata Pelajaran                        : Matematika
Kelas/Semester                       : VIII / I (Satu)
Materi                                     : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Alokasi Waktu                       : 2 X 40 Menit (1 pertemuan)
 

Standar Kompetensi   :    2. Memahami Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan menggunakannya dalam   pemecahan masalah
Kompetensi Dasar        : 2.3. Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Sistem Persamaan Linear
Indikator                    : Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

I.         Tujuan pembelajaran
Setelah pembelajaran selesai, peserta didik diharapkan dapat :
·    Menyelesaikan model matematikadari masalah yang berkaitan dengan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

II.      Model/metode/pendekatan Pembelajaran
Model       : Pembelajaran kooperatif
Metode     : Tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas


Untuk Lengkapnya bisa anda download, Klik Disini

Selasa, 29 Mei 2012

Persyaratan Sanitasi Rumah Makan dan Restoran


Standar Persyaratan Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
Dasar hukum yang digunakan dalam upaya hygiene sanitasi rumah makan dan restoran adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Rumah makan/restoran merupakan salah satu jasa boga yang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman bagi kepentingan umum. Menurut Kepmenkes diatas yang dimaksud dengan rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Sedangkan yang dimaksud dengan restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatanan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya; (Depkes, 2003).

Upaya-upaya program pengamanan makanan meliputi pengamatan setiap tahap dari rantai peredaran makanan dari petani sampai meja makan guna menurunkan bahaya yang diakibatkan oleh makanan tersebut. Titik kritis dalam kegiatan pengawasan makanan adalah meliputi : 1) seleksi dan penerimaan bahan makanan; 2) penyimpanan, penanganan, dan menyiapkan bahan makanan; 3) memasak dengan efektif; 4) penanganan setelah dimasak, 5) membersihkan dan sanitasi bahan makanan dan makanan jadi, termasuk pelayanan mengkemas makanan; 6) hygiene penjamah; dan 7) pelatihan penjamah makanan. Selain restoran/rumah makan memilki sertifikat laik sehat dan grading, penjamah makanan juga wajib memilki sertifikat kursus penjamah makanan (Depkes, 2003).


Sedangkan persyaratan sanitasi rumah makan/restoran secara lengkap sebagai berikut:
  1. Air bersih harus sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang berlaku. Jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan dan tersedia pada setiap tempat kegiatan.
  2.  Pembuangan air limbah. Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, tidak merupakan sumber pencemar, misalnya memakai saluran tertutup, septic tank dan riol. Saluran air limbah dari dapur harus dilengkapi perangkap lemak.
  3. Toilet. Toilet tidak berhubungan langsung dengan dapur, ruang persiapan makanan, ruang tamu dan gudang makanan. Toilet untuk wanita terpisah dengan toilet untuk pria, begitu juga toilet pengunjung terpisah dengan toilet untuk tenaga kerja. Toilet dibersihkan dengan deterjen dan alat pengering seperti kain pel, tersedia cermin, tempat sampah, tempat abu rokok dan sabun. Lantai dibuat kedap air, tidak licin mudah dibersihkan. Air limbah dibuangkan ke septic tank, riol atau lubang peresapan yang tidak mencemari air tanah. Saluran pembuangan terbuat dari bahan kedap air. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan bak penampung dan saluran pembuangan. Di dalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup dan peturasan harus dilengkapi dengan air yang mengalir.
  4. Jamban harus dibuat dengan tipe leher angsa dan dilengkapi dengan air penggelontoran yang cukup serta sapu tangan kertas (tissue). Jumlah toilet untuk pengunjung dan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut:
  5. Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan.
  6. Disediakan juga tempat pengumpul sampah sementara yang terlindung dari serangga dan hewan lain dan terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah.
  7. Tempat cuci tangan. Jumlah tempat cuci tangan untuk tamu disesuaikan dengan kapasitas tempat duduk dengan satu tempat cuci tangan untuk 1-60 orang dengan setiap penambahan 150 orang ditambah satu fasilitas ini.  Tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun/sabun cair dan alat pengering. Apabila tidak tersedia fasilitas cuci tangan dapat disediakan : sapu tangan kertas yang mengandung alkohol, lap basah dengan dan air hangat. Tersedia tempat cuci tangan khusus untuk karyawan dengan kelengkapan seperti tempat cuci tangan yang jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya karyawan yaitu 1 sampai 10 orang, 1 buah; dengan penambahan 1 buah untuk setiap penambahan 10 orang atau kurang. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai oleh tamu atau karyawan. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air yang mengalir, bak penampungan yang permukaannya halus, mudah dibersihkan dan limbahnnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.
  8. Tempat mencuci peralatan terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Air untuk keperluan pencucian dilengkapi dengan air panas dengan suhu 40C 80C dan air dingin yang bertekanan 15 psi (1,2 kg/cm2). Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari tiga bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun, dan membilas.
  9. Tempat pencuci bahan makanan terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan, bahan makanan dicuci dengan air mengalir atau air yang mengandung larutan kalium permangat 0,02%. Tempat pencucian dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah.
  10. Fasilitas penyimpanan pakaian (locker) karyawan terbuat dari bahan yang kuat, aman, mudah dibersihkan dan tertutup rapat. Jumlah loker dhsesuaikan dengan jumlah karyawan, dan ditempatkan di ruangan yang terpisah dengan dapur dan gudang serta dibuat terpisah untuk pria dan wanita.
  11. Peralatan pencegahan masuknya serangga dan tikus tempat penyimpanan air bersih harus tertutup sehingga dapat menahan masuknya tikus dan serangga termasuk juga nyamuk Aedes aegypti serta albopictus. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga (kawat kasa berukuran 32 mata per inchi) dan tikus (teralis dengan jarak 2 cm). Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat sehingga tidak dapat dimasuki serangga.

Refererrence:

  •      Departemen Kesehatan RI. (1989). Penjamahan Makanan dan Minuman, DitJen. P2MPLP, Jakarta.
  •      Departemen Kesehatan RI. (2003). Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran, DitJen. P2MPLP, Jakarta.

Limbah Tapioka


Limbah Tapioka, Komposisi dan Karakteristiknya

Disekitar kita, seringkali kita jumpai berbagai aktifitas ekonomi masyarakat yang memanfaatkan hasil pertanian. Tidak jarang kegiatan tersebut menibulkan dampak negatif ikutan berupa pencemaran lingkungan. Salah satu kegiatan ini, diantaranya adalah industri tapioka, baik pada skala rumah tangga maupun industri.

Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif dari aspek ekonom. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah industri tapioka tersebut. Dampak tersebut merupakan pengaruh limbah cair yang tidak mengalami proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau permukaan tanah sehingga dapat mengganggu Kesehatan serta nilai estetika. Dampak ini disebabkan karena sifat atau karakteristik dari limbah cair industri tapioka.

Air limbah taphoka adalah buangan yang mengandung unsur nabati yang mudah membusuk. Limbah tapioka mempunyai konsentrasi BOD dan TSS yang tinggi. Hal ini menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi mahluk air tidak dapat terpenuhi sehingga mahluk tersebut akan mati. Selain itu, air limbah yang dibuang ke lingkungan (tanah dan badan air) banyak menimbulkan masalah bagi perkembangbiakan vektor. Air yang tergenang menjadi tempat perkembangbiakan vektor seperti nyamuk, lalat, dll.


Limbah tepung tapioka yang dibuang ke badan air akan mencemari badan air tersebut. Bahan pencemar yang ada di dalamnya akan mengalami penyebaran dan pengenceran yang bersifat reaktif dengan adsorbsi, reaksi atau penghancuran biologis. Air limbah juga mencemari tanah dan dalam perjalanannya akan mengalami peristiwa mekanik, kimia dan biologis.

Limbah tepung tapioka yang dibiarkan di perairan terbuka akan menimbulkan perubahan yang dicemarinya. Pencemaran tersebut antara lain (Soeriaatmadja, 1984) :
  1. Peningkatan zat padat berupa senyawa organik, sehingga timbul  kenaikan limbah padat, tersuspensi maupun terlarut.
  2. Peningkatan kebutuhan mikroba pembusuk senyawa organik akan oksigen, dinyatakan dengan BOD dalam air.
  3. Peningkatan kebutuhan proses kimia dalam air akan oksigen air dinyatakan dengan COD
  4. Peningkatan senyawa-senyawa beracun dalam air dan pembawa bau busuk yang menyebar keluar dari ekosistem aquatik itu sendiri.
  5. Peningkatan derajat keasaman yang dinyatakan dengan pH yang rendah dari air tercemar, sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem perairan terbuka.
Selain berdampak pada lingkungan, limbah tapioka juga berdampak terhadap manusia. Konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang banyak, sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme baik yang pathogen maupun tidak pathogen banyak di badan air. Limbah cair tapioka mengandung zat-zat organik yang cenderung membusuk jika dibiarkan tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka. Hal ini merupakan proses yang paling merugikan, karena adanya proses dimana kadar oksigen di dalam air buangan menjadi nol maka air buangan berubah menjadi warna hitam dan busuk. Ini dapat mengurangi nilai estetika dan apabila berada di sekitar sumber air (sumur), maka kemungkinan akan merembes dan sumur tercemar atau tidak termanfaatkan lagi. Selain itu, jika limbah tapioka mencemari air sungai yang akan dimanfaatkan masyarakat dapat menimbulkan masalah penyakit seperti gatal-gatal.

Karakteristik Tapioka


Ubi kayu (Manihot esculenta) dikenal melalui pengolahannya menjadi tapioka dan gaplek. Tapioka adalah pati yang terdapat dalam umbi kayu, biasa disebut singkong. Selain pati, ubi singkong mengandung gula dan sedikit asam sianida dalam kadar rendah. Ubi kayu terdiri atas kulit luar 0,5-2% dan kulit dalam antara 8-15% dari bobot sebuah ubi. Sebagian besar umbi kayu terdiri atas karbohidrat, yang berkisar antara 30-36% tergantung dari varietas dan umur panen. Pati merupakan bagian dari karbohidrat yang besarnya antara 64-72% (Wijandi, 1976).
Proses ekstraksi pati dari umbi berawal dari pencucian dan pengupasan umbi. Tahap selanjutnya adalah pembuatan bubur dari umbi tersebut dengan proses pemarutan. Bubur halus yang diperoleh diumpankan kepada saringan goyang dan dicuci dengan air. Suspensi pati akan terbawa oleh air ini, sedangkan buburnya diparut untuk kedua kali. Tahap penyaringan juga diulang dan suspensi pati dalam air pencuci kedua dicampur dengan suspensi pati yang pertama. Campuran ini disaring melalui saringan sutra halus atau logam halus (Kementrian Lingkungan Hidup, 2003)

Pati merupakan komponen terbesar dalam ubi kayu, tersusun dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia (C6H10O5) serta terdiri atas dua komponen penyusun pati yaitu amilosa dan amilopektin. Pati yang berasal dari ubi kayu rata-rata mengandung 18% amilosa.

Komponen kimia lainnya terdapat pada ubi kayu adalah senyawa racun yaitu glukosida sianogenik. Senyawa ini terdiri atas linamarin dan lotaustralin dengan perbandingan 93% dan 7%, senyawa sianogenik tersebut jika dihidrolisa oleh asam atau enzim linmarase akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Kandungan zat racun ubi kayu dapat dibedakan dalam (Wijandi, 1976) :
  • a.    Tidak beracun, yaitu bila kadar HCN kurang dari 50 mg/kg umbi basah kupas
  • b.    Setengah beracun, yaitu bila kadar HCN antara 50-100 mg/kg umbi basah kupas
  • c.    Sangat beracun yaitu bila kadar HCN lebih dari 100 mg/kg umbi basah kupas.
Upaya penurunan kandungan HCN merupakan salah satu upaya dalam pengolahan limbah cair tapioka. Hal ini dikarenakan HCN merupakan salah satu bahan pencemar anorganik yang paling penting. Dalam air, sianida terdapat sebagai HCN, suatu asam lemah. Ion sianida mempunyai afinitas kuat terhadap banyak ion logam, dan merupakan gas yang mudah menguap dan beracun.

Untuk mengurangi kadar HCN ubi kayu dapat dilakukan dengan cara pengolahan (seperti pemarutan dan pengepresan), serta dengan fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar HCN singkong. Selain itu, pencucian ubi kayu dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun. Proses pemanasan juga dapat menghilangkan kandungan racun HCN. Kadar HCN pada ubi kayu sangat bervariasi sesuai dengan jenis atau varietasnya.