Blogger templates

Tampilkan postingan dengan label Sanitasi Limbah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sanitasi Limbah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Juli 2012

Limbah Tempat Pengolahan Makanan

Karakteristik Air Limbah Tempat Pengolahan Makanan

Buruknya kualitas sanitasi juga tercermin dari rendahnya persentase penduduk yang terkoneksi dengan sistem pembuangan limbah (sewerage system). Limbah domestik yang tidak dikelola dengan baik, sehingga menimbulkan genangan dan mencemari lingkungan, disamping tidak baik dari aspek estetika juga dapat menjadi tempat berkembang biak vektor penyakit.

Air limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan makanan dan pencucian piring dialirkan kesaluran pembuangan air limbah. Pembuangan air kotor harus memenuhi syarat-syarat Kesehatan sehingga lalat dan serangga lain tidak dapat hidup dan berkembangbiak, ini untuk menghindari tersebarnya berbagai macam penyakit. Syarat-syarat pembuangan air kotor:
  • Tidak mengotori sumber air minum
  • Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, tidak merupakan sumber pencemaran, misalnya mempunyai saluran tertutup, septik tank dan riol.
  • Tidak mengganggu masyarakat karena baunya yang busuk atau mengganggu pandangan yang baik.
  • Tidak mengotori perairan yang digunakan untuk tempat rekreasi atau untuk tempat memelihara ikan.
  • Tidak melanggar peraturan yang ditetapkan oleh dinas Kesehatan setempat.

Limbah dari proses pengolahan makanan umumnya memiliki beberapa karakteristik dan kandungan yang tinggi pada beberapa parameter berikut :
  1. Kandungan bahan organic..
  2. Kandungan mikroorganisme (bakteri).
  3. BOD dan COD..
Tingginya kandungan bahan organik dalam limbah, baik yang berasal dari bahan nabati maupun hewani, menjadikan limbah menjadi lingkungan ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri. Hal ini karena di dalam limbah masih tersedia cukup nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhannya.

Refference, antara lain : Purnawijayanti, H.A. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius: Yogyakarta. 2001

Selasa, 29 Mei 2012

Limbah Tapioka


Limbah Tapioka, Komposisi dan Karakteristiknya

Disekitar kita, seringkali kita jumpai berbagai aktifitas ekonomi masyarakat yang memanfaatkan hasil pertanian. Tidak jarang kegiatan tersebut menibulkan dampak negatif ikutan berupa pencemaran lingkungan. Salah satu kegiatan ini, diantaranya adalah industri tapioka, baik pada skala rumah tangga maupun industri.

Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif dari aspek ekonom. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah industri tapioka tersebut. Dampak tersebut merupakan pengaruh limbah cair yang tidak mengalami proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau permukaan tanah sehingga dapat mengganggu Kesehatan serta nilai estetika. Dampak ini disebabkan karena sifat atau karakteristik dari limbah cair industri tapioka.

Air limbah taphoka adalah buangan yang mengandung unsur nabati yang mudah membusuk. Limbah tapioka mempunyai konsentrasi BOD dan TSS yang tinggi. Hal ini menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi mahluk air tidak dapat terpenuhi sehingga mahluk tersebut akan mati. Selain itu, air limbah yang dibuang ke lingkungan (tanah dan badan air) banyak menimbulkan masalah bagi perkembangbiakan vektor. Air yang tergenang menjadi tempat perkembangbiakan vektor seperti nyamuk, lalat, dll.


Limbah tepung tapioka yang dibuang ke badan air akan mencemari badan air tersebut. Bahan pencemar yang ada di dalamnya akan mengalami penyebaran dan pengenceran yang bersifat reaktif dengan adsorbsi, reaksi atau penghancuran biologis. Air limbah juga mencemari tanah dan dalam perjalanannya akan mengalami peristiwa mekanik, kimia dan biologis.

Limbah tepung tapioka yang dibiarkan di perairan terbuka akan menimbulkan perubahan yang dicemarinya. Pencemaran tersebut antara lain (Soeriaatmadja, 1984) :
  1. Peningkatan zat padat berupa senyawa organik, sehingga timbul  kenaikan limbah padat, tersuspensi maupun terlarut.
  2. Peningkatan kebutuhan mikroba pembusuk senyawa organik akan oksigen, dinyatakan dengan BOD dalam air.
  3. Peningkatan kebutuhan proses kimia dalam air akan oksigen air dinyatakan dengan COD
  4. Peningkatan senyawa-senyawa beracun dalam air dan pembawa bau busuk yang menyebar keluar dari ekosistem aquatik itu sendiri.
  5. Peningkatan derajat keasaman yang dinyatakan dengan pH yang rendah dari air tercemar, sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem perairan terbuka.
Selain berdampak pada lingkungan, limbah tapioka juga berdampak terhadap manusia. Konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang banyak, sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme baik yang pathogen maupun tidak pathogen banyak di badan air. Limbah cair tapioka mengandung zat-zat organik yang cenderung membusuk jika dibiarkan tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka. Hal ini merupakan proses yang paling merugikan, karena adanya proses dimana kadar oksigen di dalam air buangan menjadi nol maka air buangan berubah menjadi warna hitam dan busuk. Ini dapat mengurangi nilai estetika dan apabila berada di sekitar sumber air (sumur), maka kemungkinan akan merembes dan sumur tercemar atau tidak termanfaatkan lagi. Selain itu, jika limbah tapioka mencemari air sungai yang akan dimanfaatkan masyarakat dapat menimbulkan masalah penyakit seperti gatal-gatal.

Karakteristik Tapioka


Ubi kayu (Manihot esculenta) dikenal melalui pengolahannya menjadi tapioka dan gaplek. Tapioka adalah pati yang terdapat dalam umbi kayu, biasa disebut singkong. Selain pati, ubi singkong mengandung gula dan sedikit asam sianida dalam kadar rendah. Ubi kayu terdiri atas kulit luar 0,5-2% dan kulit dalam antara 8-15% dari bobot sebuah ubi. Sebagian besar umbi kayu terdiri atas karbohidrat, yang berkisar antara 30-36% tergantung dari varietas dan umur panen. Pati merupakan bagian dari karbohidrat yang besarnya antara 64-72% (Wijandi, 1976).
Proses ekstraksi pati dari umbi berawal dari pencucian dan pengupasan umbi. Tahap selanjutnya adalah pembuatan bubur dari umbi tersebut dengan proses pemarutan. Bubur halus yang diperoleh diumpankan kepada saringan goyang dan dicuci dengan air. Suspensi pati akan terbawa oleh air ini, sedangkan buburnya diparut untuk kedua kali. Tahap penyaringan juga diulang dan suspensi pati dalam air pencuci kedua dicampur dengan suspensi pati yang pertama. Campuran ini disaring melalui saringan sutra halus atau logam halus (Kementrian Lingkungan Hidup, 2003)

Pati merupakan komponen terbesar dalam ubi kayu, tersusun dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia (C6H10O5) serta terdiri atas dua komponen penyusun pati yaitu amilosa dan amilopektin. Pati yang berasal dari ubi kayu rata-rata mengandung 18% amilosa.

Komponen kimia lainnya terdapat pada ubi kayu adalah senyawa racun yaitu glukosida sianogenik. Senyawa ini terdiri atas linamarin dan lotaustralin dengan perbandingan 93% dan 7%, senyawa sianogenik tersebut jika dihidrolisa oleh asam atau enzim linmarase akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Kandungan zat racun ubi kayu dapat dibedakan dalam (Wijandi, 1976) :
  • a.    Tidak beracun, yaitu bila kadar HCN kurang dari 50 mg/kg umbi basah kupas
  • b.    Setengah beracun, yaitu bila kadar HCN antara 50-100 mg/kg umbi basah kupas
  • c.    Sangat beracun yaitu bila kadar HCN lebih dari 100 mg/kg umbi basah kupas.
Upaya penurunan kandungan HCN merupakan salah satu upaya dalam pengolahan limbah cair tapioka. Hal ini dikarenakan HCN merupakan salah satu bahan pencemar anorganik yang paling penting. Dalam air, sianida terdapat sebagai HCN, suatu asam lemah. Ion sianida mempunyai afinitas kuat terhadap banyak ion logam, dan merupakan gas yang mudah menguap dan beracun.

Untuk mengurangi kadar HCN ubi kayu dapat dilakukan dengan cara pengolahan (seperti pemarutan dan pengepresan), serta dengan fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar HCN singkong. Selain itu, pencucian ubi kayu dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun. Proses pemanasan juga dapat menghilangkan kandungan racun HCN. Kadar HCN pada ubi kayu sangat bervariasi sesuai dengan jenis atau varietasnya.

Senin, 12 Maret 2012

Pengaruh Limbah Medis Terhadap <a href="http://toko-alkes.com">Kesehatan</a>

Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan.

Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan sarana pelayanan Kesehatan, khususnya rumah sakit, bila tidak ditangani dengan benar akan dapat mencemari lingkungan. Berbagai upaya penting dilakukan, sehingga pengelolaan limbah rumah sakit dapat dilakukan optimal, sehingga masyarakat dapat terlindungi dari bahaya pencemaran lingkungan dan penyakit menular yang bersumber dari limbah rumah sakit.

Karakteristik utama limbah rumah sakit adalah adanya limbah medis (karena selain limbah medis, rumah sakit juga menghasilkan limbah domestik, bahkan limbah radio aktif). Limbah non-medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman dan lainnya. Limbah medis adalah limbah yang berasal dari kegiatan pelayanan medis. Berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan dari rumah sakit dan unit pelayanan medis lainnya dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan Kesehatan terutama pada saat pengumpulan, penampungan, penanganan, pengangkutan dan pembuangan serta pemusnahan.

Menurut WHO, beberapa jenis limbah rumah sakit dapat membawa risiko yang lebih besar terhadap Kesehatan, yaitu limbah infeksius (15% s/d 25%) dari jumlah limbah rumah sakit. Diantara limbahlimbah ini adalah limbah benda tajam (1%), limbah bagian tubuh (1%), limbah obat-obatan dan kimiawi (3%), limbah radioaktif dan racun atau termometer rusak (< 1%).


Pada dasarnya limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Limbah rumah sakit dapat berbentuk padat, cair, dan gas yang dihasilkan dari kegiatan diagnosis pasien, pencegahan penyakit, perawatan, penelitian, imunisasi terhadap manusia dan laboratorium yang mana dapat dibedakan antara limbah medis maupun non medis yang merupakan sumber bahaya bagi Kesehatan manusia maupun penyebaran penyakit di lingkungan masyarakat

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis dan non-medis Limbah medis adalah limbah yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

Beberapa pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan limbah rumah sakit, khususnya terhadap penurunan kualitas lingkungan dan terhadap Kesehatan antara lain, terhadap gangguan kenyamanan dan estetika, terutama disebabkan karena warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, bau feses, urin dan muntahan yang tidak ditempatkan dengan baik dan rasa dari bahan kimia organik. Penampilan rumah sakit dapat memberikan efek psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya kesan kurang baik akibat limbah yang tidak ditangani dengan baik.

Limbah Medis
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan kerusakan harta benda. Dapat disebabkan oleh garam-garam terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. Selain itu limbah rumah sakit menyebabkan gangguan atau kerusakan tanaman dan binatang. Hal ini terutama karena senyawa nitrat (asam, basa dan garam kuat), bahan kimia, desinfektan, logam nutrient tertentu dan fosfor.

Terhadap gangguan Kesehatan manusia, limbah medis rumah sakit terutama karena berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, desinfektan, serta logam seperti Hg, Pb, Chrom dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. Gangguan Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi gangguan langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan limbah tersebut, misalnya limbah klinis beracun, limbah yang dapat melukai tubuh dan limbah yang mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit dan gangguan tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di sekitar rumah sakit maupun masyarakat yang sering melewati sumber limbah medis diakibatkan oleh proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan limbah tersebut.

Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan gangguan genetik dan reproduksi. Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan system reproduksi manusia, misalnya pestisida (untuk pemberantasan lalat, nyamuk, kecoa, tikus dan serangga atau binatang pengganggu lain) dan bahan radioaktif.


Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan infeksi silang. Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke pasien, dari pasien ke petugas atau dari petugas ke pasien. Pada lingkungan, adanya kemungkinan terlepasnya limbah ke lapisan air tanah, air permukaan dan adanya pencemaran udara, menyebabkan pencemaran lingkungan karena limbah rumah sakit.

Secara ekonomis, dari beberapa kerugian di atas pada akhirnya menuju kerugian ekonomis, baik terhadap pembiayaan operasional dan pemeliharaan, adanya penurunan cakupan pasien dan juga kebutuhan biaya kompensasi pencemaran lingkungan. Orang yang Kesehatannya terganggu karena pencemaran l ingkungan apalagi sampai cacat atau meninggal, memerlukan biaya pengobatan dan petugas Kesehatan yang berarti beban sosial ekonomi penderitanya, keluarganya dan masyarakat.

Reference:
  • WHO. (2005) Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, EGC, Jakarta.
  • Depkes. (2004) Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Dirjen P2M & PL.