Blogger templates

Rabu, 20 Juni 2012

Induksi Persalinan


a.      Definisi  Induksi Persalinan
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan beda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan – tidakan tersebut di kerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu (Wiknjosastro, hanifa, 2007: 73)
Induksi persalinan merupakan suatu proses untuk memulai aktivitas uterus untuk mencapai pelahiran per vaginam (David T.Y Liu, 2002: 182)
Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelanng aterm, dalam keadaan belum terdapat tanda-tanda persalinan, atau belum in partu, dengan kemungkinan janin dapat hidup di luar kandungan ( umur kandungan di atas 28 minggu) (dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, SpOG 2010: 451)
Jadi, dapat di simpulkan bahwa induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran ( dari tidak ada tanda – tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada), cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahimsecara normal.

Jenis – Jenis Sectio Caesarea


Menurut buku Obstetric Operatif yang di tulis oleh bagian Obstetric dan Ginekologi FK UNPAD Bandung, 1981: 138 bahwa sectio caesarea di bagi dalam 4 macam, yaitu:
1)      Sectio caesarea clasicatau corporal adalah insisi memanjang pada segmen atau uterus
2)      Sectio caesarea transperitonealis profunda adalah insisi pada segmen bawah rahim. Teknik ini sering dilakukan pada :
a) Melintang
b) Memanjang
3)      Sectio caesareaextra peritonealis
Rongga peritoneum tidak dibuka. Dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan.
4)      Caesarian section hysterectomyadalah setelah sectio caesareadikerjakan hysterectomy dengan indikasi :
a)     Atonia uteri
b)    Placenta accrete
c)     Myoma uteri
d)    Infeksi intra uterinyang berat

Indikasi Sectio Caesarea


Menurut Hellen Ferrer, 2001: 161 bahwa indikasi sctio caesarea di bagi menjadi 2 yaitu:
1)      Indikasi ibu
a)      Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin.
b)      Plasenta previa  yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
c)       Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.
d)      Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada persalinan, sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan.
e)       Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan.
f)        Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak persalian yang lama (lebih dari delapan tahun)
g)       Penyakit ibu (eklamsia/ preeklamsi yang berat, DM, penyakit jantung, kanker cervikal), pembedahan rahim sebelumnya (riwayat sectio caesarea, ruptur rahim yang sebelumnya, miomektomi), sumbatan jalan lahir .

Respon orang tua terhadap bayi baru lahir


a)      Bounding attachment
Menurut Verney (2007) bounding attachment terjadi pada kala IV dimana diadakan kontak mata antara ibu-ayah-anak dan berada dalam ikatan kasih.
Tahap-tahap bounding attachement menurut Depkes (2002), diantaranya adalah :
(1)   Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
(2)   Bounding(ketertarikan)
(3)   Attachment, perasaan saying yang mengikat individu dengan individu lain.
b)     Adaptasi sibling
Sibling rivalry adalah persaingan antara saudara kandung, merupakan salah satu alasan terkuat anak-anak bertengkar karena masing-masing anak ingin diperlakukan special oleh orang tuanya. Verney (2007) menggambarkan tingkah laku perkenalan sibling dengan bayi baru lahir yaitu pertemuan pertama anak laki-laki dengan adik perempuan baru, isyarat pertama kakak kelihatan bingung kemudian mencoba menyentuh, menyentuh dengan jari, dan akhirnya hubungan lebih yakin, sekarang memegang peranan dengan seluruh tangan.
c)      Adaptasi ayah
Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengan kelahiran bayi dipengaruhi oleh keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga, identifikasi jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural.

Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas


1)      Payudara
Keadaan payudara pada dua hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan kolostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mamae. Progesteron dan estrogen yang dihasilkan plasenta, merangasang pertumbuhan kelenjar-kelenjar susu. Setelah plasenta lahir, maka luteotropic hormone(LTH) dengan bebas dapat merangsang laktasi. Lobus posterior hipofisis mengeluarkan oxytocin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah refleks yang ditimbulkan oleh rangsang penghisapan putting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke hypophyse dan menghasilkan oxytocin yang menyebabkan payudara mengeluarkan air susunya. Pada hari ketiga postpartum, payudara menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalau areola mamae dipijat, keluarlah cairan putih dari putting susu.
2)      Uterus
Involusio uteri merupakan proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram pada akhir minggu ke-6. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar setelah kontraksi otot-otot polos uterus.Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira dua cm di bawah umbilicus. Berikut ini perubahan uterus pada masa nifas :
Table II.1
Perubahan Uterus Masa Nifas
Waktu
Tinggi Fundus Uteri
Bobot Uterus
Diameter Uterus
Palpasi Serviks
Akhir persalinan
Setinggi pusat
900-1000 gram
12.5 cm
Lembut/lunak
Akhir minggu ke-1
½ pusat sympisis
450-500 gram
7.5 cm
2 cm
Akhir minggu ke-2
Tidak teraba
200 gram
5.0 cm
1 cm
Akhir minggu ke-6
Normal
60 gram
2.5 cm
Menyempit
Sumber : Anggraeni, 2010:37
3)      Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan Rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea memiliki karakter berbau amis. Perubahan lochea dapat digambarkan dari table berikut :
Tabel II.2
Jenis-Jenis Lochea
Lochea
Waktu
Warna
Ciri-ciri
Rubra
1-2 hari
Merah kehitaman
Terdiri dari darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding uteru, lemak bayi, lanuago (rambut bayi), dan sisa meconium
Sanginolenta
3-4 hari
Merah kecoklatan dan berlendir
Sisa darah bercampur lendir
Serosa
7-14 hari
Kuning kecoklatan
Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan/laserasi plasenta
Alba
>14 hari
Putih
Mengandung leukosit, sel desidua dan sel epitel, selaput lender serviks dan serabut jaringan mati.
Sumber : Anggraeni,S.ST, 2010:38
4)      Vulva, Vagina, dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi lahir.
Segera setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postpartum hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipn tetap lebih kendur dari pada keadaan semula.

Tujuan Masa Nifas


Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah sebagai berikut:1)      Mejaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
2)      Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nitrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari – hari(Sitti Saleha, 2009:4).

Proses Masa Nifas


Menurut Sitti Saleha, 2009: 2, secara garis besar terdapat 3 proses penting masa nifas, yaitu sebagai berikut.
1)      Pengecilan rahim atau involusi
Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya.
Bentuk otot rahim mirip jala berlapis 3 dengan serat-seratnya, yang melintang kanan, kiri dan tranversal. Dia antara otot-otot itu ada pembuluh darah yang mengalirkan darah ke plasenta. Stelah plasenta lepas, otot rahim akan berkontraksi atau mengerut, sehingga pembuluh darah terjepit dan pendarahan berhenti. Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim menjadi sekitar 1.000 gram dan dapat diraba kira-kirasetinggi 2 jari di bawah umbilikus. Setelah satu minggu kemudian beratnyaberkurang jadi sekitar 500 gram. Sekitar 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat di raba lagi.
Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan kebentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini di anggap bahwa masa nifas sudah selesai. Namun sebenarnya rahim akan kembali ke posisi yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan, ini bukan hanya rahim saja yang kembali normal, tapi juga kondisi tubuh ibu secara keseluruhan.
2)      Kekentalan darah (Homekonsentrasi) kembali normal
Selama hamil darah ibu relatif encer, karena cairan darah ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan pemeriksaan kadar Hemoglobin (Hb) akan tampak sedikit menurun dari angka normalnya sebesar 11-12 gr%. Jika hemoglobinnya terlalu rendah, maka bisa jadi anemia atau kekurangan darah.
Oleh karena itu, selama hamil ibu perlu di beri obat-obatan penambah darah, sehingga sel-sel darahnya bertambahdan konsentrasi darah atau hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Setelah melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu akan  kembali seperti semula. Darah kembali mengental, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke 15 pasca persalinan.
3)      Proses laktasi atau menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari – ari lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari pasca melahirkan. Namun hal yang luar biasa adalah sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi, dan anti bodi pembunuh kuman.

LP Gawat Janin

Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 )

Untuk laporan pendahuluan selengkapnya, KLIK DISINI

Kamis, 14 Juni 2012

Kontaminasi Makanan

Mekanisme Kontaminasi Makanan

Proses terjadinya kontaminasi makanan terutama disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain masih rendahnya pengetahuan dan perilaku penjamah makanan, faktor higiene perorangan penjamah, kebersihan alat makan serta sanitasi lingkungan. Pada umumnya bila terjadi kasus keracunan makanan maka yang dicurigai sebagai penyebab keracunan makanan adalah dari bahan makanan itu sendiri. Keracunan makanan juga dapat disebabkan berbagai faktor seperti terjadinya kontaminasi peralatan makanan, orang, kontaminasi silang, serta karena zat kimia. Sedangkan mekanisme terjadinya kontaminasi makanan dapat dibedakan berdasarkan tiga macam sumber, antara lain:

Kontaminan fisik: Kontaminan fisik dapat berupa benda-benda asing yang terdapat dalam makanan, yang bukan menjadi bagian dari makanan tersebut. Benda ini merupakan kontaminan fisik yang selain menurunkan nilai estetis makanan juga dapat menimbulkan luka serius bila tertelan, seperti kerikil, pecahan logam dan lainnya.

Kontaminasi biologis: Kontaminasi biologis merupakan organisme yang hidup dan menimbulkan kontaminan makanan. Organisme hidup yang sering menjadi kontaminan atau pencemar bervariasi mulai yang berukuran besar seperti serangga, sampai yang amat kecil seperti mikroorganisme. Mikroorganisme adalah bahan pencemar yang harus diwaspadai, karena keberadaannya di dalam makanan sering tidak disadari, sampai menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan, misalnya kerusakan makanan atau keracunan makanan. Jenis mikroorganisme yang sering menyebabkan pencemaran makanan adalah bakteri (Clostridium perfringens, Streptokoki fecal, Salmonella), fungi (Aspergillius, Penicillium, Fusarium), parasit (Entamoeba histolytica, Taenia saginata, Trichinella spiralis, dan virus (virus hepatitis A/HAV).

Kontaminan kimiawi: Kontaminasi kimiawi adalah berbagai macam bahan atau unsur kimia yang menimbulkan pencemaran atau kontaminan pada bahan makanan. Unsur kimia ini dapat berada dalam makanan melalui beberapa cara seperti terlarutnya lapisan alat pengolah karena digunakan untuk mengolah makanan yang dapat melarutkan zat kimia dalam pelapis, logam yang terakumulasi di dalam produk perairan misalnya kerang atau tanaman yang habitat asalnya tercemar, bahan pembersih atau sanitasi kimia pada pengolah makanan yang tidak bersih pembilasannya atau yang secara tidak sengaja mengkontaminasi makanan karena penyimpanan yang berdekatan.


Terkait dengan penyakit dan keracunan ini, peranan makanan sebagai perantara penyebaran penyakit dan keracunan makanan, antara lain makanan dapat berperan sebagai agent (penyebab), vehichel (pembawa) dan sebagai media:

Sebagai Agent : Pada kasus ini dapat kita ambil contoh tumbuhan maupun binatang yang secara alamiah telah mengandung zat beracun. Agen penyakit infeksi banyak berasal dari binatang dan menularkan kepada manusia lewat makanan, tetapi penularannya masih bisa dengan cara yang lain.

Sebagai Vehicle: Makanan sebagai pembawa penyebab penyakit, seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga mikroorganisme yang patogen serta bahan radioaktif. Makanan tersebut tercemar oleh zat-zat yang membahayakan kehidupan. Jadi dalam kategori ini makanan tersebut semula tidak mengandung zatzat yang membahayakan tubuh, tetapi karena satu dan lain hal akhirnya mengandung zat yang membahayakan Kesehatan.

Sebagai Media: Kontaminan yang jumlahnya kecil jika dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka akan tumbuh dan berkembang sehingga menjadi banyak dan dapat menyebabkan wabah yang serius. Penjamah makanan yang menderita sakit atau karier menularkan penyakit yang dideritanya melalui saluran pernapasan, sewaktu batuk atau bersin dan melalui saluran pencernaan, biasanya kuman penyakit mencemari makanan karena terjadi kontak atau bersentuhan dengan tangan yang mengandung kuman penyakit.

Sedangkan penularan penyakit melalui makanan (food borne disease) dapat digolongkan menjadi food infection dan food poisoning.

Food Infection: Food infection adalah masuknya mikroorganisme dalam makanan, berkembang biak sangat banyak dan dimakan orang dimana mikroorganisme tersebut menyebabkan sakit. Jenis-jenis mikroorganisme yang paling sering Salmonella, Shigella, E. coli, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus. Bakteri patogen yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan merupakan penyebab penyakit. Bakteri patogen penyebab penyakit, mempunyai masa inkubasi dan gejala tergantung pada patogenitasnya.

Food Poisoning: Food poisoning adalah bahan makanan yang memang mengandung bahan racun alami maupun makanan diberi zat-zat racun yang mempunyai tujuan komersial maupun nilai-nilai ekonomis, dapat juga disebabkan oleh makanan yang sudah tercemar oleh mikroorganime menghasilkan racun contoh bakteri Staphylococcus. Ada beberapa racun yang dihasilkan adalah eksotoksin dan endotoksin. Eksotoksin yaitu toksin yang disintesis di dalam sel mikroba, kemudian dikeluarkan ke substrat di sekelilingnya. Endotoksin yaitu toksin yang disintesis di dalam sel bakteri dan baru bersifat toksik bila sel mengalami lisis. Eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri biasanya bekerja secara spesifik terhadap tenunan-tenunan atau sel-sel tertentu. Misalnya sel-sel saraf, otot, sel-sel pada saluran pencernaan, dan sebagainya. Beberapa eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri seperti racun botolinum yang bersifat neurotoksin (menyerang sel-sel saraf sehingga menyebabkan kelumpuhan), racun stafilokokus dan racun perfringens yang disebut enterotoksin karena penyerang sel-sel usus dan dapat menyebabkan diare. Endotoksin lebih bersifat tahan terhadap panas dibandingkan dengan eksotoksin.

Refference
  • Sanitasi Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Depkes RI: (1988)
  • Purnawijayanti, H.A. (2001) Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius: Yogyakarta.

Rabu, 13 Juni 2012

PENGLIHATAN KABUR PADA KEHAMILAN LANJUT

Penglihatan Kabur
Penglihatan menjadi kabur atau berbayang dapat disebabkan oleh sakit kepala yang hebat, sehingga terjadi oedema pada otak dan meningkatkan resistensi otak yang mempengaruhi sistem saraf pusat, yang dapat menimbulkan kelainan serebral (nyeri kepala, kejang), dan gangguan penglihatan.
Perubahan penglihatan atau pandangan kabur, dapat menjadi tanda pre-eklampsia. Masalah visual yang mengidentifikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual yang mendadak, misalnya penglihatan kabur atau berbayang, melihat bintik-bintik (spot), berkunang-kunang.
Selain itu adanya skotama, diplopia dan ambiliopia merupakan tanda-tanda yang menujukkan adanya pre-eklampsia berat yang mengarah pada eklampsia. Hal ini disebabkan adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks cerebri atau didalam retina (oedema retina dan spasme pembuluh darah). (Uswhaaja, 2009: 5).
Penyebab Lain Penglihata Kabur :
1.    Oleh karena pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan ibu dapat berubah selama kehamilan.
2.    Perubahan ringan (minor) adalah normal.
3.    Masalah visual yang mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual yang mendadak, misalnya pandangan yang kabur atau berbayang secara mendadak.
4.    Perubahan penglihatan ini mungkin disertai dengan sakit kepala yang hebat dan mungkin merupakan gejala dari pre-eklamsi.

Penanganan Umum
1.     Istirahat cukup
2.  Mengatur diet, yaitu meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung protein dan mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat serta lemak.
3.    Kalau keadaan memburuk namun memungkinkan dokter akan mempertimbangkan untuk segera melahirkan bayi demi keselamatan ibu dan bayi.(Hendrayani, 2009:3)
4.    Jika tidak sadar atau kejang. Segera dilakukan mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan menyiapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
5.    Segera dilakukan penilaian terhadap keadaan umum termasuk tanda–tanda vital sambil menanyakan riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya.(Saifuddin, 2002: 33).
Komplikasi
    Komplikasi yang ditimbulkan antala lain kejang dan eklamsia
    Bengkak Pada Wajah, Kaki dan Tangan.
Oedema ialah penimbunan cairan yang berlebih dalam jaringan tubuh, dan dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Oedema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Hampir separuh dari ibu-ibu akan mengalami bengkak yang normal pada kaki yang biasanya hilang setelah beristirahat atau meninggikan kaki. Oedema yang mengkhawatirkan ialah oedema yang muncul mendadak dan cenderung meluas. Oedema biasa menjadi menunjukkan adanya masalah serius dengan tanda-tanda antara lain: jika muncul pada muka dan tangan, bengkak tidak hilang setelah beristirahat, bengkak disertai dengan keluhan fisik lainnya, seperti: sakit kepala yang hebat, pandangan mata kabur dll. Hal ini dapat merupakan pertanda anemia, gagal jantung atau pre-eklampsia. (Uswhaaja, 2009: 5-6)


Kesimpulan
penglihatan kabur pada kehamilan lanjut disebabkan oleh sakit kepala yang hebat, sehingga terjadi edema pada otak dan meningkatkan resistensi otak yang mempengaruhi sistem saraf pusat, yang dapat menimbulkan kelainan serebral (nyeri kepala, kejang), dan gangguan penglihatan. Cara penanganannya dangan cara Istirahat yang cukup, mengatur diet,  jika tidak sadar atau kejang. Komplikasinya disebabkan oleh kehamilan disebut dengan keracunan kehamilan dengan tanda–tanda oedema (pembengkakan) terutama tampak pada tungkai dan muka, tekanan darah tinggi dan dalam air seni terdapat zat putih telur pada pemeriksaan urin dan laboratorium. (Rochjati, 2003:2)
Saran
Dalam pembahasan mengenai penglihatan kabur pada kehamilan lanjut pada makalah ini mungkin masih ada kekurangan dan harus di lengkapi seperti referensi referensi lain untuk memahami penglihatan kabur pada kehamilan lanjut secara lengkap. Oleh karena itu, kami sebagai penulis menyarankan kepada para pembaca untuk mencari referensi referensi yang lain untuk melengkapi makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Sulistyawati ari.2009.ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA KEHAMILAN.Jakarta.Salemda medika.

Pencemaran Makanan

Mekanisme Terjadinya Pencemaran Makanan

Makanan sehat yang memenuhi syarat untuk dikonsumsi menjadi tujuan akhir proses pengelolaan makanan. Terkait dengan hal ini, dalam pengelolaan higiene sanitasi makanan penting diperhatikan sgala aspek yang berkaitan, baik orang, tempat, maupun peralatan yang digunakan untuk memasak. Harus dipisahkan antara peralatan yang digunakan mengolah makanan, untuk menyimpan makanan, dan alat yang digunakan untuk penyajian makanan. Kebersihan alat-alat yang digunakan harus terjaga agar tidak terjadi kontaminasi dari alat makan terhadap makanan yang akan disajikan.

Disamping itu, keberadaan bahan material alat makan juga berperan dalam keamanan makanan. Sebagaimana kita ketahui, alat makan yang digunakan dari bahan-bahan logam, plastik, milamin dapat menimbulkan pencemaran terhadap makanan. Kita juga harus perhatikan, bahwa alat makan dapat terkontaminasi oleh bahan-bahan pencemar karena proses pencucian yang tidak baik, perilaku penjamah dalam mengelola kebersihan alat makan, dan kondisi udara di lingkungan penjual makanan yang tidak baik dikarenakan lingkungan tempat penjualan makanan tidak bersih. Makanan mulai dari proses pengolahan sampai siap dihidangkan dapat memungkinkan terjadinya pencemaran oleh mikrobia. Pencemaran mikrobia dalam makanan dapat berasal dari lingkungan, bahan-bahan mentah, air, alat-alat yang digunakan dan manusia yang ada hubungannya dengan proses pembuatan sampai siap disantap.

Salah satu faktor terpenting lain dalam pengolahan makanan yang sehat adalah kebersihan penjamah makanan. Penjamah makanan dalam suatu pengolahan makanan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Sumber potensial ini terdapat selama penjamah makanan menangani makanan. Setiap kali tangan pekerja mengadakan kontak dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung stafilokoki, maka tangan tersebut akan terkontaminasi, dan segera akan mengkontaminasi makanan dan alat makan yang tersentuh. Hal ini sangat diperkuat bila higiene perorangan tidak bersih dan tidak berperilaku yang baik dalam mengolah makanan maupun dalam pencucian alat dapat menimbulkan kontaminasi terhadap makanan maupun alat makan. Jadi penjamah makanan harus berbadan sehat, mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat.

Terkontaminasinya makanan terutama disebabkan oleh berbagai faktor antara lain pengetahuan penjamah makanan masih rendah, terutama perilaku sehat, kebersihan badan penjamah makanan, kebersihan alat makan dan sanitasi lingkungan. Peran penjamah makanan, sanitasi makanan dan sanitasi lingkungan sangat penting dalam penyediaan makanan dan minuman yang memenuhi syarat Kesehatan. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri dapat menimbulkan infeksi maupun keracunan makanan bila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh (Fardiaz, 1997).

Pengertian kontaminasi makanan merupakan sebuah kondisi terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan. Sedangkan bahan atau organisme disebut kontaminan. Makanan yang terkontaminasi dapat menimbulkan gejala penyakit baik infeksi maupun keracunan. Proses masuknya kontaminan dalam makanan dapat terjadi melalui dua, yaitu kontaminasi langsung dan tidak langsung atau kontaminasi silang. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada makanan mentah, karena ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja atau tidak disengaja. Misalnya masuknya potongan rambut dalam makanan. Sedangkan kontaminasi silang merupakan kontaminasi yang terjadi secara tidak langsung akibat ketidaktahuan dalam pengelolaan makanan, seperti makanan mentah bersentuhan dengan makanan masak, pakaian atau peralatan kotor (seperti piring, sendok, mangkok, pisau dan talenan).

Refference
  • Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2003).
  • Mikrobiologi Pangan. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2003)
  • Kumpulan Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Ditjen PPM dan PLP Depkes RI. (2006).

Senin, 11 Juni 2012

ISOLASI SOSIAL

ISOLASI SOSIAL
Pengertian

Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1989: 117) penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.

Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

2. Tanda dan Gejala

Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382) isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:

Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

3. Penyebab

Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut (Townsend, M.C,1998:152). Menurut Stuart, G.W & Sundeen, S,J (1998 : 345) Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.

Gangguan konsep diri:harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.

Menurut Carpenito, L.J (1998:352) & Keliat, B.A (1994:20) perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:

Data subjektif:
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Rasa bersalah
d. Sikap negatif pada diri sendiri
e. Sikap pesimis pada kehidupan
f. Keluhan sakit fisik
g. Menolak kemampuan diri sendiri
h. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
i. Perasaan cemas dan takut
j. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
k. Mengungkapkan kegagalan pribadi
l. Ketidak mampuan menentukan tujuan

Data objektif:
a. Produktivitas menurun
b. Perilaku destruktif pada diri sendiri
c. Menarik diri dari hubungan sosial
d. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
e. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

4. Akibat

Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.

Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan halusinasi pendengaran (Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998: 303; Rawlins, R.P & Heacock, P.E, 1988 : 198). Menurut Carpenito, L.J (1998: 363) perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau intepretasi stimulus yang datang. Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan dari distorsi dan ilusi yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimulus yang nyata dan pasien mengganggap halusinasi sebagai suatu yang nyata (Kusuma, W, 1997 : 284). Menurut Carpenito, L.J (1998: 363) ; Townsend, M.C (1998: 156); dan Stuart, G.W & Sundeen, S.J (1998: 328-329) perubahan persepsi sensori halusinasi sering ditandai dengan adanya:

Data subjektif:
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b. Tidak mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
d. Mengeluh cemas dan khawatir

Data objektif:
a. Apatis dan cenderung menarik diri
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah-olah mendengarkan sesuatu
c. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
d. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e. Gerakan mata yang cepat
f. Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi rendah
g. Respons-respons yang tidak sesuai (tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks.

C. MASALAH DATA YANG PERLU DIKAJI
•    Tidak tahan terhadap kontak yang lama
•    Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara
•    Tidak ada kontak mata
•    Ekspresi wajah murung, sedih
•    Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri
•    Kurang aktivitas
•    Tidak komunikatif
•    Merusak diri sendiri
•    Ekspresi malu
•    Menarik diri dari hubungan sosial
•    Tidak mau makan dan tidak tidur


E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. isolasi sosial menarik diri


F. FOKUS INTERVENSI

Pasien
SP 1
1. mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang - bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

SP 2
1. mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang - bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

SP 3
1. mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga
SP 1
1. mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. menjelaskan cara - cara merawat pasien isolasi sosial

SP 2
1. melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial

SP 3
1. membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat ( Discharge planning)
2. menjelaskan follow up pasien setelah pulang



G. DAFTAR PUSTAKA
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice, Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia

Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta

Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental Health Nursing Adaptation and Growth, Edisi 2th, J.B Lippincott Company, Philadelphia

Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed I, Professional Books, Jakarta

Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta

Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya

Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Edisi 1th, The C.V Mosby Company, Toronto

Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta

Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Selasa, 05 Juni 2012

Konsep Sehat Sakit pada Keluarga

a.    Konsep Sehat
Menurut WHO. Sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
Menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan tugasnya secara efektif.
Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992, Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Asmadi, 2008)
b.    Konsep sakit
Menurut Parson. Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah sistem biologis dan kondisi penyesuaian.
Menurut Bauman. Mengemukakan ada tida kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi tentang keadaan sakit yang dirasakan, dan kemampuan beraktivitass sehari-hari yang menurun.
Menurut batasan medis. Batasan medis mengemukakan dua bukti adanya sakit, yaitu tanda dan gejala.
Menurut perkins. Sakit adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan ganguan pada aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani maupun sosial. (Asmadi, 2008)
c.    Interaksi antara sehat/sakit dan keluarga
Status sehat/sakit pada anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Menurut Gilliss dkk. (1989) keluarga cenderung menjadi reaktor terhadap masalah kesehatan dan menjadi faktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga.
Menurut Suchulan (1965) dan Doberty dan Canphell (1988) yang disederhanakan oleh Marilyn M. Friedman, ada 6 tahap interaksi antara sehat/sakit dan keluarga :
1)    Tahap pencegahan sakit dan penurunan resiko
Keluarga dapat memainkan peran vital dalam upaya peningkatan kesehatan dan penurunan resiko, misalnya mengubah gaya hidup dari kurang sehat ke arah lebih sehat (berhenti merokok, latihan yang teratur, mengatur pola makan yang sehat), perawatan pra dan pasca-partum, iunisasi, dan lain-lain.
2)    Tahap gejala penyakit yang dialami oleh keluarga
Setelah gejala diketahui, diinterpretasikan keparahannya, penyebabnya, dan urgensinya, beberapa masalah dapat ditentukan. Dalam berbagai studi Litman (1974) disimpulkan bahwa keputusan tentang kesehatan keluarga dan tindakan penanggulanangannya banyak ditentukan oleh ibu, yaitu 67%, sedangkan ayah hanya 15,7%. Tidak sedikit masalah kesehatan yang ditemukan pada keluarga yang kacau/tertekan.
3)    Tahap mencari perawatan
Apabila keluarga telah menyatakan anggota keluarganya sakit dan membutuhkan pertolongan, setiap orang mulai mencari informasi tentang penyembuhan, kesehatan, dan validasi profesional lainnya. Setelah informasi terkumpul keluarga melakukan perundingan untuk mencari penyembuhan/perawatan di klinik, rumah sakit, di rumah, dan lain-lain.
4)    Tahap kontak keluarga dengan institusi kesehatan
Setelah ada keputusan untuk mencari perawatan, dilakukan kontak dengan institusi kesehatan baik profesional atau nonprofesional sesuai dengan tingkat kemampuan, misalnya kontak langsung dengan peskesmas, rumah sakit, praktik dokter swasta, paranormal/dukun, dan lain-lain.
5)    Tahap respons sakit terhadap keluarga dan pasien
Setelah pasien menerima perawatan kesehatan dari praktisi, sudah tentu ia menyerahkan beberapa hak istimewanya dan keputusannya kepada orang lain dan menerima peran baru sebagai pasien ia harus mengikuti aturan atau nasehat dari tenaga profesional yang merawatnya dengan harapan agar cepat sembuh. Oleh karena itu terjadi respons dari pihak keluarga dan pasien terhadap perubahan tersebut
6)    Tahap adaptasi terhadap penyakit dan pemulihan
Adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri seorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada sistem keluarga, khususnya pada sektor perannya dan pelaksana fungsi keluarga. Untuk mengatsi hal tersebut, pasien/ keluarga harus mengadakan penyesuaian atau adaptasi. Besarnya daya adaptasi yang di perlukan dipengaruhi oleh keseriusan penyakitnya dan sentralitas pasien dalam unit keluarga (Sursman & Salter 1963). Apabila keadaan serius (sangat tidak mampu/semakin buruk) atau pasien tersebut orang penting dalam keluarga, pengaruh kondisinya pada keluarga semakin besar. (ALi Zaidin, 2009)

Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman 1998 (dalam Setiawati & Santun, 2008) adalah :
a)    Fungsi Afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal  keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan saling menghargai antar anggota kelurga.
b)    Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi
c)    Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d)    Fungsi Ekomomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yaitu : sandang, pangan dan papan.
e)    Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.