Blogger templates

Minggu, 03 Juni 2012

Tinjauan teoritis tentang asuhan keperawatan


Menurut Wolf dan Weitzelbahwa proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan berurutan, terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis (Nursalam, 2001:2)
Proses keperawatan harus saling berkeseninambungan dan berkaitan satu sama lainnya dari pengkajian,  perumusan diagnose keperawatan,perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17)
Potter dan Perry (1997), pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase dari pengkajian meliputi : pengumpulan data dan analisa data
a.    Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Nursalam, 2001:17)
1)   Data biografi
a)   Identitas Klien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat klien. (Donna L. Wong2003:10)

b)   Identitas Penanggung jawab
Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2)   Riwayat Kesehatan
a)   Keluhan Utama
Untuk mendapatkan alasan utama individu mencari bantuan profesional kesehatan. (Donna L. Wong 2003:10)
Merupakan keluhan klien pada saat masuk RS, klien yang mengalami post op uretroplasty tidak melakukan pergerakan, lemah, nyeri dan tidak dapat melakukan sebagian aktivitas sehari-hari.
Selain itu mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien membutuhkan pertolongan sehingga klien dibawa ke RS dan menceritakan kapan klien mengalami apendiksitis.
a)      Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengungkapkan keluhan yang paling sering dirasakan oleh klien saat pengkajian dengan menggunakan metode PQRST.metode ini meliputi hal-hal :
P : Provokatif / paliatif, yaitu apa yang membuat terjadinya timbulnya keluhan, hal-hal apa yang memperingan dan memperberat keadaan atau keluhan klien tersebut yang dikemabangkan dari keluhan utama.
Q : Quality/ Quantity, seberapa berat keluhan terasa, bagaimana rasanya, berapa sering terjadinya
R : Regional/ Radiasi, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau ditemukan, apakah juga penyebaran ke area lain, daerah atau area penyebarannya.
S : Severity of Scale,  intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang, dan berat.
T : Timing, kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan, berapa sering dirasakan atau terjadi, apakah secara bertahap, apakah keluhan berulang-ulang, bila berulang dalam selang waktu berawal lama hal itu untuk menetukan waktu dan durasi.
b)      Riwayat Kesehatan Dahulu
Untuk mendapatkan profil pengakit,cedera atau operasi yang dialami individu sebelumnya.
(1)   Penyalit, operasi atau cidera sebelumnya
(a)    Awitan, gejala, perjalanan, terminasi
(b)   Kekambuhan komplikasi
(c)    Insiden penyakit pada anggota keluarga lain atau komunitas
(d)   Respon emosi pada hospitalisasi sebelumnya
(e)    Kejadian dan sifat cidera
(2)   Alergi
(a)    Hay fever, asma, atau eksema
(b)   Reaksi tak umum terhadap makanan, obat, binatang, tanaman atau produk rumah tangga.
(3)   Obat-obatan
Nama, dosis, jadwal, durasi dan alasan pemberian
(4)   Kebiasaan
(a) Pola perilaku
Menggigit kuku, menghisap ibu jari, pika, ritual, seperti „selimut pengaman“ , gerakan tidak umum (membenturkan kepala, memanjat) , tempat tantrum
(b)Aktivasi kehidupan sehari-hari
Jam tidur dan bangun, durasi tidur malam/siang, usia toilet training, pola defekasi dan berkemih, tipe latihan
(c) Penggunaan/penyalahgunaan obat, alkohol, kopi (kafein) atau tembakau
(d)   Disposisi umum, respon terhadap frustasi (Donna L. Wong :11-12)
3)   Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi terhadap berbagai sistem tubuh.
Untuk mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan yang potensial (Donna L. Wong  2003:12)
a)   Keadaan umum
Keadaan umum meliputi penampilan umum, postur tubuh, gaya wicara, mimic wajah
b)   Tanda-tanda vital
Bertujuan untuk mengetahui keadaan tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh,
c)   kulit
Kaji kedalaman, luas luka bakar, Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan warna lain, jerawat, erupsi, kering berlebih, selain itu perlu dikaji apakah ada sianosis.
d)  Kepala
kaji cedera lain seperti memar pada kepala, periksa kebersihan dan keutuhan rambut.
e)   Mata
Periksa mata untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan, kaji reflek cahaya, edema kelopak mata.
f)    Hidung
Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan yang keluar dari hidung,ada tidaknya sumbatan.
g)   Telinga
Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti kehilangan pendengaran.
h)   Mulut
Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi, jumlah gigi, kaji kelembaban mukosa, warna mukosa bibir.
i)     Tenggorokan
Sakit tenggorokan, kaji adanya kemerahan atau edema, kaji ada tidaknya kesulitan dalam menelan, tersedak, serak atau ketidakteraturan suara lain.
j)     Leher
Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan, kesulitan menahan kepala lurus, pembesaran tiroid, pembesaran nodus atau massa lain.
k)   Dada
Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran payudara, pembesaran nodus axila (untuk wanita remaja, tanyakan tentang pemeriksaan payudara).
l)     Kardiovaskuler
Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna bibir, adanya peningkatan tekanan vena jugularis, kaji bunyi jantung pada dada, pengukuran tekanan darah, dan frekuensi nadi.
m) Adbomen
Kaji bentuk adbomen, keeadaan luka, kaji tanda-tanda infeksi, kaji SBU, perkusi area abdomen.
n)   Punggung dan bokong
Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas : CRT, turgor kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep, refleks patela, dan achiles.
o)   Genitalia
Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK
p)   Anus
Kaji BAB dan keadaan di area anus.

q)   Sistem persyarafan
Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan refleks, nyeri kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi serebral, kejang, tremor.
4)   Riwayat nutrisi
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan diet anak dan pola makan. (Donna L. Wong  2003:14)
5)   Riwayat Medis Keluarga
Untuk mengidentifikasi adanya sifat genetik atau penyakit yang memiliki kecendrungan familial ; untuk mengkaji kebiasaan keluarga dan terpapar penyakit menular yang dapat mempengaruhi anggota keluarga. (Donna L. Wong  2003:14)
6)   Pola Aktivitas Sehari-hari
Mengungkapkan pola aktivitas klien sebelum sakit dan sesudah sakit. Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.
a)   Data Psikologis
Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama dan kurangnya pengetahuan tentang prosedur tingakan yang akan dilakukan. Kaji ungkapan klien tentang ketidakmampuan koping, perasaan negatif tentang tubuh serta konsep diri klien
b)   Data Sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan  klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien terhadap penyakitnya, bagaiman aktifitas klien selama menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhan.


c)   Riwayat seksual
Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau aktivitas orang muda dan adanya data yang berhubungan dengan aktivitas seksual orang dewasa yang mempengaruhi anak. (Donna L. Wong :14)
d)  Data Spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan gangguan penglihatan.
1)   Data penunjang
a)   Laboratorium
Dengan pemeriksaan darah akan diketahui apakah infeksi muncul atau tidak.
b)   Terapi
Dengan terapi dapat diketahui pemberian terapi yang akan diberikan.
b.      Analisa Data
Setelah data terkumpul, data harus ditentukan validitasnya. Setiap data yang didapat, kemudian dianalisis sesuai dengan masalah. Menentukan validitas data membantu menghindari kesalahan dalam intrepetasi data.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai masalah klien baik aktual maupun potensial yang didapat dari status kesehatan klien (Erb, Olivieri, Kozier,1991:169)



         Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan Post LEadalah
( Doenges: 2000, 508) dalam Nursing care plans,Guidelines for planning and documenting patient care.
a.    Nyeri akut berhubungan dengan iritasi kimias peritoneum perifer (toksin)
b.   Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah,disfungsi usus meningkat kebutuhan metabolic,anoreksia.
c.    Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perpindah cairan dari ekstraseluler,intravaskuler,dan area intestisial ke dalam usus/ area peritonial,muntah,aspirasi NGT/usus,demam ,secara medik cairan terbatasi.
d.   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltic)
2.      Intervensi
  Intervensi adalah kegiatan dalam keperawatan yang meliputi : meletakan persetujuan pada klien, menetapkan asli yang di capai dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan (totter & terry)
a.    Nyeri akut berhubungan dengan iritasi kimias peritoneum perifer (toksin)
Tujuan :Rasanyeri teratasi
Kriteria evaluasi :
a)      Tampak rileks, mengatakan nyeri dalam tingkat yang dapat ditoleransi,
b)      Menunjukan keterampilan kemampuan relaksasi dan aktifitas reurapetik sesuai indikasi
No
Inrervensi
rasional
1




2





3






4
Kaji nyeri, catat lokasi, krakteristik,berat( sekala) selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Anjurkan
 bernafas dalam




pertahankan
istirahat dengan posisi semi polwer




berikan aktifitas hiburan
untuk menghilangkan nyeri
Berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan kemajuan penyembuhan.


Pernafasan yang dalam dapat menghirup o2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi nyeri.

Grafitasi melokalisasi eksudat dalam abdomen bawah atau velvis menghilangkan tegangan adbomen yang bertambah dengan posisi terlentang.

Fokus perhatian kembali,
Menghilangkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping




b.      Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah,disfungsi usus meningkat kebutuhan metabolic,anoreksia.
Tujuan :Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
§ Mempertahankan berat badan normal,mentoleransi diet tanpa rasa tidak nyaman
No
Intervensi
Rasional
1



2



3




4


5






Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien

Perkirakan / hitung pemasangan kalori timbang berat badan


Berikan makanan sedikit tapi sering



Anjurkan kebersihan oral sebelum makan

Tawarkan minum saat makan bila toleran

Menganalisa peyebab tidak adekuatnya nutrisi.


Menhidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi


Mengawasi keefektifan secara diet tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan

Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas


c.       Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perpindah cairan dari ekstraseluler,intravaskuler,dan area intestisial ke dalam usus/ area peritonial,muntah,aspirasi NGT/usus,demam ,secara medik cairan terbatasi.
Tujuan :Mempertahankan keseimbanhan volume caiaran
Kriteria evaluasi
§ Klien tidak diare
§ Nafsu makan baik
§ Klien tidak mual muntah
No
Intervensi
Rasional
1


2







3
Monitor tanda- tanda vital

Monitor intake output dan konsentrasi urine




Berikan cairan sedikit demi sedikit tapi sering
Merupakan indikator secara dini tentang hipovolemia

Menurunya output dalam konsentrasi urine akan meningkatkan
Kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

Untuk menimalkan hilangnya cairan


d.   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltic)
Tujuan :Infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
§ Meningkatkan peyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/implamasi (drainasepurulen, eritmea dan edema)
No
Intervensi
Rasional
1




2



3




4

Pantau tanda – tanda vital terhadap bukti infeksi


Terhadap infeksi
Ganti balitan sesuai program,

Gunakan teknik septic dan aseptic kaji luka untuk terjadinya pembengkakan

Bersihkan lingkungan sekitar pasyen sebelum dan sesudah di pake
Deteksi dini terhadap potensial masalah dengan intervensi segera dapat dicegah

Deteksi awal terhadap tanda infeksi agar dapat dicegah.


Meminimalisir terjadinya infeksi.



Mencegah terbentuknya mikroorgansme yang dapat menyebabkan infeksi

e.       Ansietas / ketakutan berhubungan dengan krisis situasi, faktor fisiologis
Tujuan :Klien dapat memahami perawatan post oprasi dan pengobatannya
Kriteria evaluasi
§Ekspresi wajah rileks, perasaan cemas berkurang,
Mengungkapkan pemahaman tentang proses peyakit,
Pengobatan dan potensial infeksi.
No
Intervensi
Rasional
1



2




Gunakan pendekatan secara tenang, beri informasi dan motivasi untuk bertanya

Jelaskan tujuan semua tindakan yang di programkan


Penjelasan yang jelas dan sederhana paling baik untuk dipahami


Pengetahuan tentang apa yang diharapkan membantu mengurangi asietas



3.Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah titetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)
1.      Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai.Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.Tujuan dan intervensi dievaluasi untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif atau tidak. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)

Definisi Hospitalisasi

Hospitalisai merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orangtua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukan dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress. 

Beberapa penelitian menunjukan bahwa orangtua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya di Rumah Sakit, walaupun beberapa orangtua juga dilaporkan tidak mengalaminya karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahan.

Konsep Dasar Penyakit Kekurangan Energi Protein

A.    Definisi Kekurangan Energi Protein
a.    Definisi Kekurangan Energi Protein
KEP adalah keadaan  kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
b.    Etiologi
Busung lapar disebabkan oleh keadaan kurang gizi karena rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari mereka sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Keadaan kurang gizi itu biasa disebut dengan kurang energi protein (KEP)
Busung lapar yang dalam bahasa Belanda disebut honger oedem (HO) itu antara lain dapat terjadi karena masalah ekonomi orang tua yang terimpit kemiskinan. Anak menderita sakit yang tak sembuh-sembuh sehingga susah makan. Sanitasi lingkungan yang buruk dan pemahaman warga terhadap kesehatan kurang. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh pola konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi. Hal itu dapat menimpa siapa saja, tidak mengenal status ekonomi. Anak orang yang berkecukupan pun bila tidak diperhatikan keseimbangan gizinya dapat terkena gizi buruk.
c.    Klasifikasi KEP
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
a.    KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning
b.    KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah (BGM).
c.    KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS. Pada KMS  tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS
d.    Tanda Gejala
1)    Marasmus ditandai dengan :
a)    Berat badan yang sangat rendah dibanding umur.
b)    Hilangnya lemak subkutan.
c)    Pengurusan otot yang menyolok.
d)    Tidak ada edema.
e)    Sering dijumpai pada bayi dan anak kecil

2)    Kwashiorkor ditandai dengan:
a)    Edema
b)    Berat badan yang rendah dibandingkan umurnya.
c)    Kadang ada atrofi otot, dermatosis, hepatomegali, diare, perubahan rambut dan mental.
d)    Sering pada usia 1-3 tahun dan didahului infeksi.
e.    Penatalaksanan
Penanganan KEP  meliputi pemberian diet dengan protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral kualitas tinggi. Apabila KEP terjadi sebagai akibat diare, tiga tujuan penanganan harus diidentifikasi :
a.    Rehidrasi dengan larutan rehidrasi oral yang juga ,mengganti elektrolit
b.    Obat seperti antibiotik dan antidiare
c.    Pemberian nutrisi yang adekuat baik dengan pemberian ASI maupun diet yang baik saat penyapihan. Bila anak terlalu sakit untuk mentoleransi cairan oral, pemberian cairan dan elektrolit intravena diperlukan untuk mencegah kematian.
sumber:catatan kuliah

Konsep Dasar Penyakit Laparatomi Eksplorasi

a.    Definisi Laparatomi Eksplorasi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. (http://medicastore.laparatomi.co.id) di akses 27 april 2010.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih. Ada 4 (empat) cara, yaitu:
1.    Midline incision
2.    Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah
3.    Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomi
4.    Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, ± insisi melintang di bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy.
b.    Etiologi
1.    Indikasi laparatomi
Laparatomi adalah pembedahan perut sampai pembedahan selaput perut.
a)    Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar
b)    Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)
c)    Sumbatan pada usus halus dan usus besar
d)    Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997).
2.    Komplikasi
a)    Ventilasi paru tidak adekuat
b)    Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung
c)    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
d)    Gangguan rasa nyaman
3.    Post Laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
4.    Tujuan Perawatan Post Laparatomi
a)    Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b)    Mempercepat penyembuhan
c)    Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi
d)    Mempertahankan konsep diri pasien
e)    Mempersiapkan pasien pulang
c.    Komplikasi Post Laparatomi
1.    Tromboplebitis
Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2.    Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, organisme ;gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan aseptik dan antiseptic.
a)    Dehisensi Luka atau Eviserasi
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
d.    Proses Penyembuhan Luka
1.    Fase pertama (Inflamasi)
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak/rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
2.    Fase kedua (Proliferatif)
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
3.    Fase ketiga (Maturasi)
Sekitar 2 sampai 10 minggu kolagen terus menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4.    Fase keempat (fase terakhir)
Pada fase penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
e.    Intervensi untuk Meningkatkan Penyembuhan
1.    Meningkatkan intake makanan tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP)
2.    Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid
3.    Pencegahan infeksi
f.    Pengembalian Fungsi Fisik
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Latiahn-latihan fisik diantaranya latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakan otot-otot bokong. Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur, semuanya dilakukan hari ke 2 post opersi.

Konsep Dasar Penyakit Peritonitis

a.    Definisi peritnitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera ( Brunner & Suddart. 2002 : 1103)
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal yang dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau kimia (Doengoes,Moorhouse, Geissler. 2000 : 513)
b.    Etiologi
Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen kedalam ruang peritoneum melalui perforasi usus atau rupture suatu organ. (Corwin 528)
c.    Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari rongga abdomen ke dalam rongga abdomen biasanya ssebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma, atau perforasi tumor. Terjadi proloferasi bacterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudat jaringan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
d.    Tanda dan gejala
1.    Nyeri
2.    Mual dan Muntah
3.    Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hivovolemia karena perpindahan cairan ke dalam peritoneum
4.    Abdomen yang kaku
5.    Demam, peningkatan sel darahputih dan takikardi
6.    Penurunan peristaltic
e.    Evaluasi diagnostik
1.    peningkatan sel darahputih, Hematokrit dan Hemoglobin
2.    perubahan elektrolit serum : kadar kalium, natrium, dan klorida
3.    sinar X dapat menujukan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi
4.    CT abdomen dapat dapat menunjukan pembentukan abse.
5.    Pemeriksaan kultur serta sensitivitas cairan teraspirasi sapat menunjukan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.


f.    Penatalaksanaan
1.    penggantian cairan isotonis : koloid dan elektrolit
2.    Pemberian obat analgetik, antibiotic, antiemetic
3.    therapy O2
4.     lavasi peritoneum dengan antibiotic
5.    tindakan bedah laparotomy
g.    Komplikasi
Inflamasi tidak lokal dan seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab umum. Sepsis adalah penyebab umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septicemia atau hipovolemia. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan dengan terjadinya pelekatan usus.(KMB 21103)

Konsep Dasar Penyakit appendiksitis

a.    Definisi appendiksitis
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yangpaling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum.Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
  src=Gambar 2.1 anatomi system pencernaan
b.    Anatomi Susunan saluran pencernaan
1)    Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terbagi menjadi dua bagian yaitu :
a)    Bagian luar atau vestibula, yaitu ruang antara gusi, bibir dan pipi
b)    Bibir
Terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut.Disebelah luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).
c)    Pipi
Dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papilla.
2)    Bagian dalam atau rongga mulut yang dibatasi oleh tulang maksilaris, palatum, mandibulla dan faring
3)    Gigi
a)    Gigi sulung
b)    Gigi tetap
4)    Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lender:
a)    Radiks lingua
b)    Dorsum lingua
c)    Apeks lingua
a.    Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus, didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limpa yang banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
b.    Esophagus
Merupakan struktur berbentuk tubular yang menghubungkan faring dengan lambung. Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tuang punggung.
c.    Rongga Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh.Bentuknya lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah.Rongga abdomen dilukiskan menjadi 2 bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
1)    Batas-batas abdomen:
a)    Atas : diafragma
b)    Bawah : pintu masuk panggul dari panggul besar
c)    Depan dan kedua sisi : otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah
d)    Belakang : tulang punggung dan otot polos dan quadratus lumborum.

2)    Isi abdomen :
Sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus besar.
(a)    Lambung
    Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang.Lambung terletak di oblik kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma.Kapasitas normal lambung 1 – 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pylorus
(b)    Usus halus
    Usus halus merupakan tabung kompleks berlipat-lipat yang membentang dari pylorus sampai katup ilosekal, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan
(1)    Duodenum
    Disebut juga usus 12 jari, mulai dari pylorus sampai yeyenum.Duodenum terletak pada daerah epigastrium dan umbilikalis.Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri.Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus kaledokus) dan saluran pancreas (duktus pankreatitis).
Empedu dibuat dari hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus kaledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amylase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.



(2)    Yeyenum dan Ileum
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang  6 meter.Sambungan yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.Lekukan-lekukan yeyenum menduduki bagian kiri atas rongga abdomen, sedangkan ileum cenderung menduduki bagian bawah kanan rongga abdomen dan rongga pelvis.Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekal.
(c)    Usus Besar
    Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 1,5 meter yang terbentang dari sekum sampai canalis ani.
(d)    Sekum
    Pada sekum terdapat katup ileosekal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum.Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum.Appendiks sebagai organ pertahanan terhadap infeksi, kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya kedalam rongga abdomen.
(e)    Kolon ascendens
    Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ileum kebawah hati.
(f)    Kolon Transversum
    Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon ascendens sampai ke kolon descendens berada dibawah abdomen
(g)    Kolon Descendens
        Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah


(h)    Kolon Sigmoid
    Merupakan lanjutan dari kolon descendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
(i)    Rektum
    Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
(j)    Anus
    Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dari udara luar. Dinding anus diperkuat oleh 3 sfingter .
c.    Etiologi
        Apendiksitis disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bacteria yang dicetuskan oleh beberapa factor pencetus diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang menyumbat. Ulselerasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa factor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut Dr. Andri Haryanto diantaranya factor sumbatan, factor bakteri, kecenderungan familiar.
d.    Patofisiologi appendiksitis
Apendiksitis terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing,. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.(KMB 2 : 1097)
e.    Tanda dan gejala
Menurut Betz, Cecily, 2000 :
1)    Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
2)    Anoreksia
3)    Mual
4)    Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
5)    Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
6)    Nyeri lepas.
7)    Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8)    Konstipasi.
9)    Diare.
10)    Disuria.
11)    Iritabilitas.
12)    Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
f.    Evaluasi Diagnostik
1)    Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
2)    Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi.
Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
g.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1.    Sebelum operasi
1)    Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2)    Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3)    Rehidrasi
4)    Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
5)    Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
6)    Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2.    Operasi
1)    Apendiktomi.
2)    Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3)    Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3.    Pasca operasi
1)    Observasi TTV
2)    Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
3)    Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
4)    Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
5)    Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
6)    Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2×30 menit.
7)    Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
8)    Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
    Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
1)    Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
2)    Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
3)    Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :
1)    Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
2)    Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
3)    Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
4)    Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
    Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
h.    Manajemen Medik
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotic yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotic (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase.Abses daerah pelvis yang
menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Evaluasi Kegiatan

Pengertian dan Tujuan Evaluasi

Rekan-rekan Sanitarian, pasti sudah sangat terbiasa dengan kegiatan evaluasi. Salah satu tahap pelaksanaan manajemen itu secara langsung maupun tidak langsung sudah sering kita lakukan. Kita melakukan evaluasi cakupan akses sanitasi dasar kita, jamban improved kita, laik sehat rumah makan dan restoran kita dan lain sebagainya. Berdasarkan waktu, kita  melakukan evaluasi itu di akhir tahun untuk kepentingan penyusunan rencana kerja. Atau evaluasi pada pertengahan kegiatan untuk kepentingan repoting dan recording kegiatan kita. Berikut beberapa pengertian evaluasi menurut beberapa ahli :

Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan kemudian dibuat suatu kesimpulan dan penyusunan saran pada setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar, 1996). Evaluasi adalah a) cara sistematis untuk belajar dari pengalamanpengalaman yang dimiliki dalam meningkatkan perencanaan yang baik dengan melakukan seleksi yang cermat terhadap alternatif yang akan diambil; b) merupakan proses berlanjut dengan tujuan kegiatan pelayanan Kesehatan menjadi lebih relevan, efisien dan efektif; c) proses menentukan suatu keberhasilan atau mengukur pencapaian suatu tujuan dengan membandingkan terhadap standar/ indikator menggunakan kriteria nilai yang sudah ditentukan; d) didukung oleh oleh informasi yang sahih, relevan dan peka (WHO, 1990).

Tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi atau penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan. Suprihanto (1988), mengatakan bahwa tujuan evaluasi antara lain: a) sebagai alat untuk memperbaiki dan perencanaan program yang akan datang, b) untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta dimasa yang akan datang, c) memperbaiki pelaksanaan dan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program perencanaan kembali suatu program melalui kegiatan mengecek kembali relevansi dari program dalam hal perubahan kecil yang terus-menerus dan mengukur kemajuan target yang direncanakan.

Menurut Lavinghouze (2007),  bahwa kegiatan  evaluasi dilakukan untuk: a) menyediakan pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat, stakeholder, dan lembaga donor; b) membantu menentukan tujuan yang telah ditentukan pada perencanaan; c) meningkatkan program implementasi;  b) memberikan kontribusi untuk pemahaman ilmiah tentang hasil suatu program;  dan e) meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap  masyarakat, dan f) menginformasikan kebijakan. Sementara itu, menurut   Hawe,  et al.  (1998),    evaluasi  proses  dilakukan    untuk:          1) Menilai pencapaian program; 2) Menilai kepuasan sasaran; 3) Menilai pelaksanaan aktivitas program; 4) Menilai tampilan  komponen dan material program.


Berdasarkan ruang lingkupnya menurut Azwar (2000), evaluasi dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : 1) evaluasi terhadap masukan  (Input) yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan ataupun sumber sarana; 2) evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai rencana, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan; 3) evaluasi terhadap keluaran  (output), evaluasi pada tahap akhir ini adalah evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan(summative evaluation) yang tujuan utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yaitu untuk mengukur keluaran serta untuk  mengukur dampak yang dihasilkan. Dari kedua macam evaluasi akhir ini, diketahui bahwa evaluasi keluaran lebih mudah dari pada evaluasi dampak. Pada penelitian ini yang akan dilihat adalah evaluasi keluaran

Ruang lingkup evaluasi dibedakan atas 4 kelompok, yaitu: a) evaluasi terhadap masukan (input) meliputi pemanfaatan berbagai sumber daya, sumber dana, tenaga dan sarana, b) evaluasi terhadap proses (process) dititikberatkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau tidak, c) evaluasi terhadap keluaran (output) adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai, d) Evaluasi terhadap dampak (impact) mencakup pengaruh yang timbul dari program yang dilaksanakan.

Menurut Mantra (1997), evaluasi secara umum dibedakan atas :
  1. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program dengan tujuan menghasilkan informasi yang akan dipergunakan untuk mengembangkan program agar program sesuai dengan masalah atau kebutuhan masyarakat.
  2. Evaluasi proses adalah proses yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan keterjangkauan elemen fisik dan struktural dari program tersebut.
  3. Evaluasi sumatif yaitu memberikan pernyataan efektif suatu program selama kurun waktu tertentu dan dimulai setelah program berjalan.
  4. Evaluasi dampak program yaitu menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan target sasaran.
  5. Evaluasi hasil yaitu menilai perubahan-perubahan atau perbaikan dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status Kesehatan lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu.

Refference :
  • Mantra, I.B. (1997). Monitoring dan Evaluasi, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
  • Azwar, A., (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Putra.
  • Suprihanto. (1988). Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE


Jumat, 01 Juni 2012

Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah kelainan kulit yang di sebabkan oleh agen termal,kimia,listrik atau radioaktif (Wong, 2004:682).Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Smeltzer, 2001:1911).
Luka bakar adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006:1853).
Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut) (Chemical Burn Causes:2008).
 
Jadi luka bakar yaitu kelainan kulit yang di sebabkan oleh agen termal,kimia,listrik,radiasi ataupun radioaktif yang mengenai kulit hingga merusak berbagai jaringan kulit.tingkat penanganan luka bakar tergantung dari jenis luka, tingkat keparahannya dan memerlukan proses penyembuhan dalam jangka waktu yang lama.

Rentang Gerak (Mobilisasi Pasif)

A.    Pengertian Pergerakan (ROM Aktif/Pasif)
     Pergerakan (ROM Aktif/Pasif) adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, teratur untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat menuju kemandirian, baik dilakukan sendiri maupun dibantu orang lain.
Pergerakan (ROM),meliputi:
1.    Aktif
Yaitu latihan pada tulang dan sendi yang dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan perawata atau keluarga
2.    Pasif
Mobilisasi pasif adalah latihan yang diberikan pada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang dan sendi dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga. Mobilisasi Pasif ini sebaiknya dilakukan sejak hari pertama klien tidak diperkenankan meninggalkan tempat tidur atau klien yang jarang bergerak sehingga terjadi kekakuan pada otot, maka dalam hal ini dilakukan mobilisasi pasif

B.    Manfaat Pergerakan (ROM Aktif/Pasif)
    Memelihara kelenturan dari tulang     dan sendi
    Menjaga agar tidak terjadi     kerapuhan tulang
    Meningkatkan kekuatan otot
    Menjaga agar peredaran darah lancar

C.    Hal – Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pergerakan (ROM Aktif/Pasif)
    Perhatikan keadaan umum penderita, apakah merasa kelelahan, pusing atau kecapaian
    Pastikan cincin dan perhiasan dilepas untuk menghindari terjadinya pembengkakan dan luka
    Pastikan pakaian dalam keadaan longgar
    Jangan lakukan pada penderita patah tulang
    Jangan lakukan latihan fisik segera setelah penderita makan
    Gunakan gerakan badan yang benar untuk menghindari ketegangan atau luka pada penderita
    Gunakan kekuatan dengan pegangan yang nyaman ketika melakukan latihan
    Gerakan bagian tubuh dengan lancar, pelan dan berirama
    Hindari gerakan yang terlalu sulit
    Jika kejang pada saat latihan, hentikan
    Jika terjadi kekakuan tekan pada daerah yang kaku, teruskan latihan dengan perlahan

D.    Gerakan – gerakan Pergerakan (ROM Aktif/Pasif)
1.    Pergerakan bahu
    Pegang pergerakan tangan dan siku penderita, lalu angkat selebar bahu, putar ke luar dan ke dalam
    Angkat tangan gerakan ke atas kepala dengan di bengkokan, lalu kembali ke posisi awal
    Gerakan tangan dengan mendekatkan lengan kearah badan, hingga menjangkau tangan yang lain
2.    Pergerakan siku
    Buat sudut 90 0 pada siku lalu gerakan lengan keatas dan ke bawah dengan membuat gerakan setengah lingkaran
    Gerakan lengan dengan menekuk siku sampai ke dekat dagu
3.    Pergerakan tangan
    Pegang tangan pasien seperti bersalaman, lalu putar pergelangan tangan
    Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke bawah
    Gerakan tangan sambil menekuk tangan keatas

4.    Pergerakan jari tangan
    Putar jari tangan satu persatu
    Pada ibu jari lakukan pergerakan menjauh dan mendekat dari jari telunjuk, lalu dekatkan pada jari – jari yang lain.
5.    Pergerakan kaki
    Pegang pergelangan kaki dan bawah lutut kaki lalu angkat sampai 30 o lalu putar
    Gerakan lutut dengan menekuknya sampai 90 o
    Angkat kaki lalu dekatkan kekaki yang satu kemudian gerakan menjauh
    Putar kaki ke dalm dan ke luar
    Lakukan penekanan pada telapak kaki keluar dan kedalam
    Jari kaki di tekuk – tekuk lalu di putar
6.    Pergerakan Leher
    Pegang pipi pasien lalu gerakan kekiri dan kekanan
    Gerakan leher menekuk kedepan dan kebelakang