Blogger templates

Kamis, 09 Juni 2011

PERSENTASE PERILAKU ORANG TUA UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK PADA SD NEGERI 5 BATURITI, TABANAN

LAPORAN INDIVIDU
KULIAH KERJA NYATA (KKN) PROGRAM ALTERNATIF
PERSENTASE PERILAKU ORANG TUA UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK PADA SD NEGERI 5 BATURITI, TABANAN



PUSKESMAS : BATURITI 1
KECAMATAN : BATURITI
KABUPATEN : TABANAN

OLEH :
Irmayanti
(p07120108095)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. ANALISIS SITUASI
Sampai saat ini masalah kesehatan gigi termasuk salah satu
penyakit yang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan gigi sehingga angka kesehatan gigi di Indonesia terus menurun tiap tahunnya. Sejauh ini beberapa program sudah dilakukan Pemerintah untuk menaikkan derajat kesehatan gigi termasuk penyuluhan dan lain sebagainya akan tetapi kurang dapat menaikkan dearajat kesehatan gigi di sektor masyarakat. Pendidikan kesehatan gigi sejak dini sangat penting, untuk mencegah terjadinya kerusakan gigi sejak dini. Karena, kesehatan gigi sangat berpengaruh pada kesehatan umum dan tentunya aktivitas individu sehari-hari.
Tujuan dari pencegahan dan perawatan gigi sejak dini adalah untuk mendapatkan suatu keadaan gigi yang bebas dari penyakit, gigi yang sehat dan bersih. Mulut yang benar-benar sehat sangat jarang dijumpai, dimana mulut yang sehat adalah mulut yang memiliki gusi yang sehat dan tidak tercium bau mulut ( Halitosis ). Maka dari itu untuk mendapatkan mulut yang sehat kita harus menjaga kesehatan dan kebersihan mulut dengan mengurangi makanan manis yang bisa menimbulkan gigi berlubang, dan selalu memakan makanan yang bergizi untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut.
Peran serta orang tua siswa sangatlah berpengaruh pada perilaku anak untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pendidikan kesehatan gigi dan mulut tidaklah dituju pada anak-anak saja, melainkan orang tua siswa juga perlu pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut. Tidak hanya untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut sendiri, melainkan dapat memberikan contoh pada anak mereka masing-masing, oleh karena itu dibutuhkan suatu gagasan inovatif untuk memberi pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut kepada orang tua siswa, dan dapat memberikan saran-saran yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut anak.

Untuk mewujudkan kesehatan yang optimal bagi anak-anak, maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pelayanan usaha kesehatan dapat dikembangkan melalui puskesmas dengan melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut. Dalam hal ini, pada lingkungan sekolah dasar merupakan sasaran yang tepat untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit gigi dan mulut. Melalui aplikasi Irene�s Donut mengarahkan kepada orang tua siswa untuk mendidik siswa dalam melakukan kebiasaan pemeliharaan kesehatan gigi sejak dini yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut di kemudian hari, serta memberikan pengarahan pada orang tua siswa.
Penelitian Kesehatan Gigi dan Mulut ini dilakukan pada siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan. Dengan jumlah siswa sebanyak 124 orang, dan penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 10 orang secara random atau acak serta mendatangi rumah masing-masing sampel. Disekolah ini masih jarang dilakukan program peningkatan kesehatan gigi dan mulut dalam bentuk penyuluhan, pemeriksaan, dan perawatan oleh tenaga kesehatan. Dengan dilakukannya penelitian kesehatan gigi dapat diketahui masalah kesehatan gigi dan mulut dan mengupayakan untuk seringnya dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan sikat gigi massal sebagai dasar program pencegahan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemikiran analisis situasi diatas, maka penulis dapat mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1. Berapakah persentase perilaku orang tua sebelum dilakukannya penelitian menggunakan Irene�s Donut?
2. Berapakah persentase perilaku orang tua setelah dilakukannya penelitian menggunakan Irene�s Donut?
3. Apa saja saran yang dapat dianjurkan untuk meningkatkan perilaku kesehatan gigi dan mulut?
4. Apa saja yang dapat dilakukan peneliti setelah melakukan penelitian menggunakan Irene�s Donut?




BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT

2.1. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan permasalahan yang dikemukakan penulis di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui persentase perilaku orang tua sebelum dilakukannya penelitian menggunakan Instrument Penelitian Irene�s Donut
2. Untuk mengetahui persentase perilaku orang tua setelah dilakukannya penelitian menggunakan Instrument Penelitian Irene�s Donut
3. Untuk mengetahui berbagai saran dari Instrument penelitian Irene�s Donut yang dapat dianjurkan untuk meningkatkan perilaku kesehatan gigi dan mulut
4. Untuk mengetahui yang dapat peneliti lakukan setelah melakukan penelitian menggunakan Instrument Penelitian Irene�s Donut


2.2. MANFAAT PENULISAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut :
1. Dapat memberikan masukan kepada orang tua siswa untuk meningkatkan perilaku mereka dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, agar dapat memberikan contoh pada anak untuk tetap menjaga kesehatan gigi dan mulut.
2. Dapat memberikan masukan kepada anak- anak untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut diri sendiri agar kesehatan gigi dan mulut mereka mulai terjaga sejak dini.

3. Dapat memberikan masukan kepada petugas kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas agar dapat menyusun rencana kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk masyarakat terutama anak-anak tingkat SD yang masih perlu banyak pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut.



BAB III
KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH

3.1. ANATOMI GIGI
3.1.1. Pengertian Anatomi Gigi
Anatomi gigi merupakan ilmu yang mempelajari tentang susunan/striktur dan bentuk/konfigurasi gigi, hubungan antara gigi yang satu dengan gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan disekitarnya.
3.1.2. Awal Perkembangan Gigi
Mahkota dan bagian akar dibentuk jauh sebelum gigi tersebut keluar di dalam mulut (erupsi), mahkota dibentuk dahulu, baru akar. Perkembangan setiap gigi individu dimulai dengan pembentukan benih gigi. Benih gigi berasal dari 2 jaringan embrio yaitu bagian yang berkembang dari lamina gigi yang berasal dari ektodermal dan bagian lain yang berasal dari mesensim yang terletak di bawah ektodermal. Benih gigi dibentuk dari 3 organ pembentuk :
a. Organ enamel merupakan organ yang berkembang seperti tombol, tumbuh di atas lamina gigi (berasal dari ektodermal), dan berasal dari epitel dimana lapisan dalamnya membentuk enamel. Kuntum dari sel epithelial (organ enamel) dibentuk sebagai hasil dari pembiakan sel-sel. Perkembangan selanjutnya, mengahsilkan bentuk kuntum (bud), bentuk topi (cup), bentuk lonceng (bell) dari organ enamel.
b. Dental papilla (organ dentin) merupakan yang berkembang dari dasar jaringan mesensim (jaringan pengikat permulaan) yang berasal dari mesensim dan akan membentuk dentin dan tinggal di sekitar ruang sentral dari dentin sebagai pulpa.
c. Kantung gigi (organ periodontal) merupakan yang juga berkembang dari dasar jaringan mesensim, yang berasal dari jaringan mesensim dan akan membentuk struktur penyanggah gigi, sementum, tulang alveolar dan selaput periodontal.
Tidak semua gigi berkembang dalam waktu yang sama. Tanda-tanda pertama dari perkembangan gigi pada embrio ditemukan di daerah anterior mandibula waktu usia 5 saampai 6 minggu, sesudah terjadi tanda-tanda perkembangan gigi di daerah anterior maksila kemudian berlanjut kea rah posterior dari kedua rahang. Perkembangan dimulai dengan pembentukan lamina gigi. Dental lamina adalah suatu pita pipih yang terjadi karena penebalan jaringan epitel mulut (ektodermal) yang meluas sepanjang batas oklusal dari mandibula dan maksila pada tempat mana gigi-gigi akan muncul kemudian. Dental lamina tumbuh dari permukaan sampai dasar mesensim.
3.1.3. Bagian Gigi
A. Bagian gigi yang dilihat secara makroskopis (menurut letak dari email dan sementum) :
1. Mahkota/korona merupakan bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel atau email dan normal terletak diluar jaringan gusi/gingival.
2. Akar/radix merupakan bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibula.
3. Garis servikal atau biasa disebut semento enamel junction merupakan batas antara jaringan sementum dan email, yang merupakan pertemuan antara mahkota dan akar gigi.
4. Ujung akar atau apeks merupakan titik yang terujung dari suatu benda yang runcing atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi.
5. Tepi insisal (insisal edge) merupakan suatu tonjolan kecil dan panjang pada bagian korona dari gigi insisivus dan yang digunakan untuk memotong makanan.
6. Tonjolan atau Cups merupakan tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan gigi posterior, yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal.
B. Bagian gigi yang dilihat secara mikroskopis
1. Email / Enamel
Enamel atau email berasal dari jaringan ectoderm, susunannya agak istimewa yaitu penuh dengan garam-garam CA. Bila dibandingkan dengan jaringan-jaringan gigi yang lain, email merupakan jaringan yang paling keras, paling kuat oleh karena itu ia merupakan pelindung gigi yang paling kuat terhadap rangsangan-rangsangan pada waktu pengunyahan. Tetapi email tidak mempunyai kemampuan untuk menggantikan bagin-bagian yang rusak.
2. Dentin
Dentin berasal dari jaringan mesoderm yaitu mempunyai susunan dan asal yang sama dengan jaringan tulang. Dentin mempunyai hubungan dengan jaringan-jaringan yang ada di dalam rahang/gusi sehingga bila rusak, dentin mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali.
3. Pulpa
Pulpa merupakan jaringan lunak yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf, yang menyuplai oksigen dan nutrisi untuk gigi, serta berperan dalam menghasilkan kepekaan gigi. Fungsi utama pulpa adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan gigi. Pulpa terletak memanjang dari atap kamar pulpa sampai ujung saluran akar.
4. Sementum
Sementum bagian dari jaringan gigi dan termasuk juga bagian dari jaringan periodontium karena menghubungkan gigi dengan tulang rahang dengan jaringan yang terdapat di selaput periodontal. Jaringan sementum tidak mengadakan resorpsi atau pembentukan kembali tetapi mengalami apposisi makin tua umur maka makin tebal lapisan semen, pembentukan semen ini berjalan dari arah selaput periodontal sebagai lapisan.
3.1.4. Fungsi Gigi
Gigi geligi manusia mempunyai fungsi, sebagai berikut :
a. Untuk memotong dan memperkecil bahan-bahan makanan pada waktu pengunyahan. Gigi yang fungsinya untuk memotong adalah gigi insisivus, gigi yang fungsinya untuk merobek makanan adalah gigi kaninus, gigi yang fungsinya untuk mengoyak atau menggiling makanan adalah gigi molar.
b. Untuk mempertahankan jaringan penyanggahan, supaya tetap dalam kondisi yang baik, dan terikat dengan erat dalam lengkung gigi serta membantu dalam perkembangan dan perlindungan dari jaringan-jaringan yang menyanggahnya.
c. Untuk memproduksi dan mempertahankan suara atau bunyi
d. Untuk estetik
e. Untuk melindungi jaringan-jaringan penanamnya.
3.2. DENTAL PLAK
Permukaan gigi kita tidak pernah betul-betul bersih. Segera setelah kita sikat gigi pun, lapisan tipis (disebut biofilm) akan segera terbentuk, yang mengandung banyak sekali mikroorganisme baik maupun jahat, dan akan bergabung dengan sisa makanan yang kemudian disebut plak gigi.
Dental plak merupakan deposit lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam saliva dan koloni mikroorganisme mulut ( pada umumnya Streptococcus mutans ). Dental plak merekat kuat pada permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang sulit terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigi-gigi premolar-molar atau pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan malposisi. Pelekatannya melalui pellicle memerlukan gosok gigi dengan tepat untuk dapat terlepas, tidak sekedar kumur-kumur. Dental plak adalah �rumah� ideal dari mikroorganisme mulut untuk menempel pada gigi, karena kuman terlindung dengan baik dari pembersihan alami dengan saliva dan lidah, kuman akan terus berkembang, membentuk asam dari sisa-sisa makanan dan memicu mineralisasi dari struktur keras gigi, dengan demikian gigi pun perlahan tapi pasti akan �keropos� dan membentuk karies yang jika berlanjut dapat merusak pulp chamber dan memicu penyakit-penyakit pulpa. Namun jika proses tersebut terjadi pada dental plak yang terletak pada gigi dekat gusi, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginal dan mengarah pada penyakit-penyakit periodontal (gingivitis marginal, periodontitis marginal bahkan hingga abses periodontal ).
Plak akan �matang� setelah 1-2 hari tanpa penyikatan gigi sama sekali, dan mengandung material organik seperti lemak, protein dan enzim serta material anorganik yaitu mineral terutama kalsium dan fosfor. Plak yang menumpuk dapat menyebabkan peradangan pada gusi, akibatnya gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah berdarah. Kondisi ini juga dapat menyebabkan bau mulut karena plak akan diolah oleh bakteri dan menghasilkan senyawa sulfur yang menjadi sumber bau tak sedap.
3.3. KARIES GIGI
3.3.1. Pengertian Karies
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan peri apeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan.
3.3.2. Etiologi Karies
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa, dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat factor penyebab tersebut kadang-kadang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat factor tersebut diatas ada.
Keempat factor tersebut merupakan factor dalam :

WAKTU
PLAK
SUBSTRAT
HOST
KARIES
a. Host (Gigi dan Saliva)
Gigi adalah bagian tubuh yang terkeras dan terkuat dari anggota tubuh lainnya. Bahkan jika dibandingkan dengan tulang sekalipun. Hanya saja kelemahan dari gigi adalah tidak tahan terhadap serangan asam dan jika rusak, gigi tidak mempunyai daya reparatif (memperbaiki diri sendiri) sebagaimana anggota tubuh lainnya. Karena itu sekali lubang gigi terbentuk maka tidak ada jalan lain untuk mengembalikannya ke keadaan semula kecuali dengan ditambal. Sedangkan untuk mencegah terbentuknya karies maka pencegahan pertama adalah dengan mengurangi aktivitas fermentasi gula menjadi asam oleh bakteri yaitu mengurangi akumulasi plak dengan menggosok gigi setiap hari dan teliti setiap permukaan gigi sudah tersikat.
Plak yang mengandung bakteri marupakan awal bagi terbentuknya karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan tersebut yaitu:
a. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit palatal insisif.
b. Permukaan halus di daera proksimal sedikit di bawah titik kontak
c. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
d. Pemukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodontium
e. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper
f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan
b. Agent (Bakteri Kariogenik)
Walaupun penyebabnya rnultifaktor, namun dapat dikatakan bahwa pemicu terjadinya Ieries gigi adalah bakteri kariogenik Streptococcus mutans, terutama S. mutans serolipe c (Schachtele, 1990). S. mutans mempunyai sistem enzim yang dapat mensintesis gluten dari sukrosa. Enzim yang berperan adalah glukosiltransferase (GTF) yang terdapat di dalam dinding selnya (Lehner, 1992). Glukan ikatan glikosidik a(1-3) yang disintesis oleh GTF, merupakan prekursor pembentuk plak gigi (Schachtele, 1990).
Telah diketahui bahwa mikroorganisme penyebab karies gigi adalah bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melekat dan berkolonisasi pada jaringan mulut (Brady, 1992), hal ini karena Streptococcus mutans mempunyai berbagai polimer permukaan sel sebagai bahan antigen yang dikenal sebagai antigen B, 1/I1, IF, Pac, SR, P1 (Matshusita, 1994). Antigen tersebut berperan sebagai adhesin yang memiliki reseptor pada salah satu komponen saliva yang dikenal sebagai reseptor adhesin sehingga terjadi interaksi antara bakteri dengan saliva yang dapat membentuk lapisan biofilm di permukaan gigi atau bahan restorasi sehingga menghantar terjadinya proses kolonisasi.
Bakteri Streptococcus mutans dapat berikatan dan beragregasi dengan berbagai molekul saliva seperti: sIgA, B2, mikroglobulin, histidin rich polipeptides, glikoprotein 60 kD dan glikoprotein dengan berat molekul tinggi. Khusus untuk antigen Pac diketahui dapat berikatan dengan protein saliva dengan berat molekul 28000 kD, lisozim dan a amilase. Protein saliva yang berikatan dengan molekul Pac tersebut dikenal dengan agglutinin saliva sebagai media perlekatan (adherensi) bakteri Streptococcus mutans (Nakai dkk, 1993).

c. Environment
Bahan makanan (karbohidrat) dapat memicu terjadinya karies gigi harus kontak dengan permukaan gigi dalam waktu cukup lama. Karbodidrat ini apabila terdapat dalam jumlah cukup besar, sering dikonsumsi, terutama jenis yang lengket atau melekat pada gigi , maka kemungkinan terjadinya karies juga cukup tinggi. Ada jenis karbohidrat yang dijumpai, yaitu : tepung polisakarida, sukrosa dan glukosa, dimana sukrosa paling mudah menyebabkan terjadinya karies atau lubang gigi.
Karbohidrat ini dapat dijumpai pada hampir semua makanan, sedangkan makanan atau pada jajanan yang disukai pada anak-anak banyak dijumpai pada makanan : permen, coklat, kue-kue dan gula. Sedangkan karbohidrat dalam buah-buahan tidak menimbulkan karies, karena jumlahnya tidak banyak. Meskipun karbohidrat dapat menyebabkan karies, namun demikian kita tidak perlu takut untuk mengkonsumsinya, asalkan kita rajin membersihkan dan merawat gigi kita dengan baik dan benar.
Bakteri pada mulut seseorang akan mengubah glukosa, fruktosa, dan sukrosa menjadi asam laktat melalui sebuah proses glikolisis yang disebut fermentasi. Bila asam ini mengenai gigi dapat menyebabkan demineralisasi. Proses sebaliknya, remineralisasi dapat terjadi bila pH telah dinetralkan. Mineral yang diperlukan gigi tersedia pada air liur dan pasta gigi berflorida dan cairan pencuci mulut. Karies lanjut dapat ditahan pada tingkat ini. Bila demineralisasi terus berlanjut, maka akan terjadi proses pelubangan.
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstrasel. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menrunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email.
Sintesa polisakarida ekstrasl dari sukrosa lebih cepat ketimbang glukosa, fruktosa dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena sukrosa merupakan gula yan paling banyak diknsumsi maka sukrosa merupakan penyebab karies utama.
d. Time
Waktu berperan pada perkembangan karies, dimana setelah seseorang mengkonsumsi gula atau karbohidrat/substrat makan terjadi penumpukan sisa makanan, jika tidak dibersihkan terjadi penumpukan sisa makanan yang nantinya menarik bakteri dan bakteri akan memetaboisme menjadi asam dan menurunkan pH. pH dapat menjadi normal karena dinetralkan oleh air liur dan proses sebelumnya telah melarutkan mineral gigi. Demineralisasi akan terjadi setelah 2 jam. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur, sebagai upaya pencegahan karies secara dini.
Tingkat frekuensi gigi terkena dengan lingkungan yang kariogenik dapat mempengaruhi perkembangan karies. Setelah seseorang mengonsumsi makanan mengandung gula, maka bakteri pada mulut dapat memetabolisme gula menjadi asam dan menurunkan pH. pH dapat menjadi normal karena dinetralkan oleh air liur dan proses sebelumnya telah melarutkan mineral gigi. Demineralisasi dapat terjadi setelah 2 jam.
Apabila keempat faktor tersebut saling bekerja sama maka proses karies akan semakin cepat terjadi. Sedangkan jika salah satu dari keempat faktor tersebut tidak bekerja maka karies tidak akan terjadi.
Selain Faktor dalam, terdapat juga factor luar yang mempengaruhi terbentuknya karies, antara lain :
a. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor-faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Seseorang yang memiliki faktor resiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibandingkan yang kurang kuat pengaruhnya.
b. Jenis Kelamin
Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama di dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies.
c. Suku Bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapat hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.
d. Letak Geografis
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.
e. Kultur Sosial Penduduk
Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.
f. Kesadaran, Sikap dan Prilaku Individu
Keadaan kesehatan gigi dan mulut sangat ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran dari masing-masing individu akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, yang kemudian akan menentukan sikap dan prilaku yang diambil oleh masing-masing individu. Misalnya dengan kebiasaan menggosok gigi minimal 2 kali setelah sarapan dan sebelum tidur, rajin kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, dan lain-lain.
3.3.3. Penggolongan Karies
Karies dapat diklasifikasikan menjadi 6 (enam) golongan, antara lain :
a. Penggolongan karies berdasarkan dalamnya karies, ada 3 (tiga) jenis yaitu :
1. Karies Superficial
Karies Superficial merupakan karies yang baru menyerang sampai bagian enamel gigi.
2. Karies Media
Karies Media merupakan karies yang sudah menyerang enamel dan dentin tapi belum melewati setengah tebal dentin.
3. Karies Profunda
Karies Profunda merupakan karies yang telah menyerang lebih dari setengah tebal dentin dan terkadang sudah sampai atap dan pulpa gigi.

b. Penggolongan karies berdasarkan lokasi dari karies, ada 3 (tiga) jenis yaitu :
1. Pit dan Fissure Karies
Karies Pit dan Fissure merupakan karies yang terjadi pada daerah pit dan fissure dari gigi geligi belakang.
2. Smooth Surface Karies
Karies Smooth Surface merupakan karies pada daerah permukaan yang halus misalnya pada ujung cups dari gigi geligi belakang.
3. Cervical Karies
Karies Cervical merupakan karies pada daerah cervical gigi, biasanya terjadi pada gigi geligi yang telah mengalami retraksi gingival.
c. Penggolongan karies berdasarkan cepatnya penjalaran proses karies, ada 5 (lima) jenis yaitu :
1. Acute Karies / Aktiva Karies
Acute karies atau aktiva karies merupakan karies yang prosesnya berjalan sangat cepat, disinilah terlihat jaringan dentin yang kekuning-kuningan dan lunak.
2. Chronic Karies
Chronic karies merupakan karies yang prosesnya berjalan lambat, dentin terlihat coklat tua, karena pulpa gigi masih sempat membentuk sekunder dentin.
3. Rampant Karies
Rampant karies merupakan karies yang menyerang seseorang dengan hebat dan perjalanannya sangat cepat sekali sehingga hampir seluruh gigi diserang, demikian juga gigi yang telah ditumpat.
4. Jenile Karies
Jenile karies merupakan karies yang biasanya terjadi pada permukaan akar dari gigi yang telah mengalami retraksi gingiva, umumnya pada orang usia lanjut.
5. Arrested Karies
Arrested karies merupakan karies yang telah menyerang suatu gigi kemudian proses penjalarannya berhenti. Di daerah dentin sering terlihat adanya transparant dentin yang dibentuk dalam usaha menahan penjalaran karies
6. Penggolongan karies berdasarkan jumlah permukaan gigi yag terserang karies, ada 2 (dua) jenis yaitu :
7. Simple Karies
Simple karies merupakan karies yang terjadi hanya pada satu permukaan saja, misalnya : karies oklusal.
8. Compound atau Complex Karies
Compound atau complex karies merupakan karies yang terjadi dan mengenai lebih dari satu permukaan gigi
9. Penggolongan karies berdasarkan G.V. Black, karies dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu :
10. Kelas I
Karies kelas I terjadi pada permukaan occlusal. Karies pada 2/3 occlusal, baik pada permukaan labial/lingual/palatal dari gigi-geligi, juga karies yang terdapat pada permukaan lingual gigi-geligi depan.
11. Kelas II
Karies kelas II merupakan karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi belakang temasuk karies yang menjalar ke permukan occlusalnya.
12. Kelas III
Karies kelas III merupakan karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi depan dan belum mengenai incisal edge.
13. Kelas IV
Karies kelas IV merupakan karies yang terdapat pada permukaan proximal gigi-geligi depan dan telah mengenai incisal edge.
14. Kelas V
Karies kelas V merupakan karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan buccal/labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi.
15. Kelas VI
Karies kelas VI merupakan karies yang terdapat pada daerah incisal edge gigi depan atau pada ujung cups dari gigi belakang.
d. Penggolongan karies berdasarkan gigi geligi yang mudah diserang karies, ada 14 jenis yaitu :
1. Molar satu bawah
2. Molar satu atas
3. Premolar dua atas
4. Premolar satu atas
5. Molar dua bawah
6. Molar dua atas
7. Premolar dua bawah
8. Incisive dua atas
9. Incisive dua bawah
10. Caninus atas
11. Premolar satu bawah
12. Incisive dua bawah
13. Incisive satu bawah
14. Caninus bawah
3.3.4. Proses Terjadinya Karies
Dari berbagai teori mengenai terjadinya karies, ternyata bukti-bukti penelitian banyak mendukung teori Miller, dengan penyempurnaan teori ini dan membuktikan bahwa interaksi antara faktor-faktor utama yaitu : host, agent,lingkungan dan waktu adalah cukup rumit. Permulaan terjadinya karies adalah larutnya permukaan enamel oleh asam hasil fermentasi karbohidrat oleh kuman. Dengan adanya sistem buffer yang ada pada saliva, plak, dan karang gigi, maka asam yang terjadi akan dinetralkan kembali. Hal ini telah dibutuhkan oleh Stephan bahwa setelah berkumur-kumur dengan larutan glukosa atau sukrosa, pH plak akan turun, tetapi secara berangsur-angsur akan meningkat kembali dalam waktu 40 menit dan menjadi normal setelah lebih kurang satu jam. Dengan meningkatnya pH kembali akan terjadi redeposisi ion-ion mineral dari cairan di sekitar email dan dapat terjadi presipitasi pada daerah yang semula mengalami dekalsifikasi. Dan jika gula masuk lagi, hal yang sama akan terjadi, demikian seterusnya sehingga proses karies dapat dianggap sebagai hasil kumulatif antara proses demineralisasi dan remineralisasi yang terjadi terus menerus atau proses disolusi (larut) jika pH turun dan presipitasi jika pH meningkat. Dengan kata lain jika keseimbangan bergeser kearah demineralisasi, karies atau erosi akan terjadi, sedang jika keseimbangan bergerak kearah remineralisasi gigi menjadi lebih tahan terhadap asam (Feyerskov & Thylstrup, 1986). Proses karies berjalan lama dan karies juga dapat disebut sebagai penyakit multi faktor yang kronis. Proses karies umumnya sudah terjadi lama sebelum tanda-tanda klinik dapat dilihat. Tahapan tersebut diantaranya:
a. tahap ultrastruktural
b. tahap yang terlihat dengan mikroskop cahaya (tahap sub klinik)
c. terlihat bercak putih (tahap klinik)
d. tahap kavitasi
e. kerusakan menyeluruh
Pada semua tahap perkembangan karies, proses remineralisasi masih mungkin terjadi terutama jika pasien aktif meningkatkan kebersihan mulutnya dan tidak mengonsumsi gula. Karena itu sampai pada tahap kavitasi karies masih mungkin tidak berkembang lagi atau terhenti. Saliva adalah cairan untuk remineralisasi yang cukup baik dan berfungsi protektif, pertahanan terhadap kuman patogen serta mempertahankan flora normal dalam rongga mulut.
Hal-hal yang mendukung terjadinya karies gigi:
a. Gigi yang peka, yaitu gigi yang mengandung sedikit fluor atau memiliki lubang, lekukan maupun alur yang menahan plak.
b. Bakteri, mulut mengandung sejumlah besar bakteri, tetapi hanya bakteri jenis tertentu yang menyebabkan pembusukan gigi. Yang paling sering adalah bakteri Streptococcus mutans.
c. Sisa-sisa makanan. Dalam keadaan normal, di dalam mulut terdapat bakteri. Bakteri ini mengubah semua makanan (terutama gula dan karbohidrat) menjadi asam.
Bakteri, asam, sisa makanan dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak, yang menempel pada gigi. Plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang.
Jika tidak dibersihkan maka plak akan membentuk mineral yang disebut karang gigi (kalkulus). Plak dan kalkulus bisa mengiritasi gusi sehingga timbul gingivitis (radang gusi).
3.3.5. Pencegahan Karies dengan Pengendalian Plak
Pencegahan maupun perawatan pada gigi dapat dilakukan dengan perawatan non invasive yaitu :

1. Peningkatan kebersihan mulut, yaitu dengan menyikat gigi secara teratur dan sempurna sebanyak 3 kali sehari terutama sebelum tidur malam. Gosoklah gigi dengan gerakan benar yaitu dari arah gusi ke permukaan puncak gigi, sentuhan sikat gigi pada gusi akan memberikan pijatan bagi gusi sehingga merangsang aliran darah pada gusi. Dianjurkan untuk tidak langsung menyikat gigi setelah makan karena biasanya suasana mulut sehabis makan menjadi asam. Bila langsung disikat, kemungkinan ada mineral yang terkikis dari gigi tersebut. Idealnya tunggulah selama satu jam dulu, baru sikat gigi.
2. Penggunaan benang gigi/dental floss untuk menjaga kebersihan mulut. Dental floss digunakan untuk membersihkan permukaan antara dua gigi yang sering menjadi tempat terselipnya makanan dan menjadi tempat penimbunan plak. Selain itu, dapat juga menggunakan sikat lidah.
3. Penilaian faktor diet. Penilaian secara menyeluruh terhadap diet sebaiknya dilakukan untuk menentukan makanan apa saja yang dapat menyebabkan karies gigi. Kontrol diet dalam pencegahan karies sangat bergantung pada kemauan pasien sendiri. Tugas dokter gigi memberikan pengetahuan yang cukup mengenai makanan dan minuman yang baik untuk kesehatan gigi. Misalnya, sehabis makan pasien dianjurkan makan buah � buahan yang berair dan berserat karena makanan tersebut memberikan efek self cleansing pada gigi geligi. Selain itu makanlah makanan yang mengandung vitamin terutama vitamin C yang menyehatkan gusi.
4. Mengkonsumsi xylitol, merupakan pemanis alami yang ada dalam konsetrasi rendah pada buah � buahan dan sayuran. Rasa manisnya sama dengan sukrosa tapi kandungan kalorinya 40% lebih rendah. Biasanya dikemas dalam bentuk permen karet dan memiliki manfaat dalam rongga mulut yaitu meningkatkan produksi dan pH saliva sehingga proses remineralisasi dapat meningkat dan menghambat terjadinya proses demineralisasi.
5. Peningkatan faktor pelindung saliva. Penurunan kemampuan proteksi saliva dapat menyebabkan terjadinya karies akibat penurunan produksi saliva. Penurunan tersebut dapat disebabkan karena konsumsi obat � obat yang menurunkan jumlah saliva dan penyakit sistemik yang mempengaruhi saliva. Salah satu cara meningkatkan kualitas saliva adalah dengan banyak mengkonsumsi air putih.
6. Penggunaan obat kumur antiseptik yang mengandung klorheksidin. Penggunaannya harus dikombinasikan dengan penyikatan gigi dan digunakan setelah menyikat gigi untuk mengurangi terjadinya plak. Obat kumur antiseptik tidak boleh digunakan dalam waktu lama karena dapat mengubah ekosistem flora normal rongga mulut. Jika ada radang dan karies yang banyak, penggunaannya boleh setiap hari dengan maksimal waktu penggunaannya selama 2 minggu. Obat kumur yang mengandung pewangi dan berfungsi sebagai penyegar mulut tanpa kandungan antiseptik, boleh digunakan setiap hari.

7. Penggunaan fluoride. Adanya peningkatan fluoride dalam rongga mulut dapat menghambat terjadinya demineralisasi. Umumnya dokter gigi akan memberikan secara topikal (dioleskan secara merata) pada seluruh permukaan gigi dan waktu pemberiannya sesuai dengan aturan pabrik yang tertera di kemasan masing � masing produknya. Kadar fluor yang diberikan biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kadar fluor dalam pasta gigi.

3.4. USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS)
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Kegiatannya dapat dilakukan didalam gedung Puskesmas dan di luar Gedung Puskesmas. Salah satu kegiatan di luar gedung Puskesmas adalah program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).
UKGS adalah upaya kesehatan gigi sekolah yang ditujukan bagi anak usia sekolah di lingkungan sekolah dari tingkat pelayanan promotif, promotif-preventif, hingga pelayanan paripurna. UKGS menurut Depkes RI adalah bagian integral dari UKS yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana, pada para siswa, terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar (STD) dalam kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket UKS yaitu paket minimal, paket standar dan paket optimal.
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang telah berdiri sejak tahun 1951 merupakan suatu kegiatan yang sangat relevan dalam pelaksanaan upaya penanggulangan penyakit gigi dan mulut. Hal ini disebabkan karena kegiatanya diarahkan kepada penanaman kebiasaan pelihara diri kesehatan gigi sejak dini.

Pemerintah membuat program UKGS sebagai kegiatan puskesmas bertujuan untuk :
a. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dengan jalan mengadakan usaha preventif dan promotif.
b. Mengusahakan timbulnya kesadaran dan keyakinan bahwa untuk meningkatkan taraf kesehatan gigi perlu pemeliharaan kebersihan mulut (oral hygiene).
c. Mengusahakan agar anak-anak sekolah dasar itu mau memelihara kebersihan mulutnya di rumah (habit formation).
d. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dasar dengan menjalankan usaha kuratif apabila usaha prevensi gagal melalui sistem selektif.
e. Meningkatkan kesadaran kesehatan gigi dengan suatu sistem pembiayaan yang bersifat praupaya (prepayment system).

3.5. Perilaku Kesehatan Gigi dan Mulut
Perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap perangsangan dari lingkungan.,1 bisa
berupa respon pasif atau tanpa tindakan, maupun aktif dengan tindakan. Perilaku
dapat mengalami suatu perubahan yang relative menetap. Perubahan perilaku terjadi melalui suatu proses belajar, latihan, dan pengalaman. Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu proses pendidikan yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup.
Perilaku manusia yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu dan
lingkungannya. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan
perilaku atau kebiasaan individu. Kebiasan dilakukan dalam kehidupan seseorang
sehari-hari tanpa adanya perasaan terpaksa. Definisi lain menyebutkan bahwa
perilaku adalah kegiatan individu atas sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut, yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan. Dari kedua definisi
terlihat bahwa banyak faktor-faktor yang membentuk perilaku seseorang. Perilaku
setiap orang akan berbeda dengan orang lain, namun perlu diingat bahwa perilaku
dapat dibentuk sejak kecil. Lingkungan rumah terdekat yaitu orang tua, saudara kandung, dan pengasuh merupakan pembentuk tingkah laku utama pada anak.
Perilaku Kesehatan Gigi dan mulut yang sehat, adalah sebagai berikut :
a. Kumur-kumur dengan larutan fluor
Tujuannya adalah untuk mendapatkan lapisan gigi yang lebih tahan terhadap serangan asam. Asam merupakan hasil akhir dari sisa-sisa makanan terutama yang mengandung karbohidrat. Dengan lapisan email yang lebih tahan terhadap asam, diharapkan tidak akan cepat terjadi lubang pada gigi (karies).

b. Sikat gigi
Kepada setiap siswa/i diberikan pasta Fluocaril pada saat kegiatan ini berlangsung. Kegiatan ini dilakukan di tempat khusus yang sudah disediakan sekolah dan sebaiknya dilengkapi juga dengan cermin, sehingga mereka dapat melihat sendiri pada saat mereka menyikat gigi. Cara sikat gigi yang baik dan benar diajarkan oleh perawat yang bertugas di lokasi sekolah tersebut. Untuk menguji apakah siswa/i telah menyikat gigi dengan bersih diberikan suatu larutan (disclosing solution) yang berwarna merah. Jika masih banyak sisa-sisa makanan/lapisan plak yang menempel akan terlihat banyak bagian gigi (email) yang berwarna merah. Kepada siswa/i yang belum menyikat giginya dengan bersih dianjurkan untuk melanjutkan kegiatan menyikat gigi ini. Dengan cara tersebut diharapkan setiap siswa/i mempunyai pengalaman dan latihan untuk mengetahui berapa lama seseorang harus menyikat gigi sampai bersih betul. Kegiatan sikat gigi bersama ini dapat dilakukan beberapa kali dalam satu bulan.
c. Pendidikan Kesehatan Gigi Dan Mulut
Pada siswa/i TK dan SD diberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut dengan cara menggunakan buku pegangan yang bisa didapat dari Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia. Buku-buku tersebut telah disusun berdasarkan urutan kelasnya yaitu buku I untuk kelas I dan seterusnya sampai buku VI dan dilengkapi dengan buku kerjanya masing-masing. Penyuluhan diberikan oleh dokter gigi dengan dibantu overhead projector, slide, gambar-gambar dan alat-alat peraga yang menarik seperti model gigi dan lain-lainnya sehingga penyuluhan itu tidak berkesan membosankan, selain tentang kesehatan gigi, diberikan juga penyuluhan tentang bagaimana menjaga kesehatan mulut yang nantinya akan berpengaruh pada kesehatan gigi. Kerjasama dengan kepala sekolah sangat diperluka karena penyuluhan ini dilaksanakan pada jam-jam sekolah dan seharusnya sudah dijadwalkan pada awal tahun pelajaran. Tujuan dari penyuluhan tersebut adalah agar siswa/i lebih sadar bagaimana seharusnya menjaga kesehatan gigi dan mulutnya masing-masing. Peran serta guru kelas dan kepala sekolah besar artinya dalam keberhasilan usaha kegiatan penyuluhan tersebut. Perawatan gigi dan mulut ditunjukkan dalam memperoleh pengobatan yang diperlukan, terutama pengobatan dalam menghilangkan rasa sakit, dan mencegah kerusakan gigi semakin parah. Sebaiknya sebelum dilakukan perawatan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan untuk membuat data dari setiap siswa/i. Pada tiap-tiap awal tahun pengajaran dilakukan pemeriksaan awal untuk dibuatkan kartu status tentang keadaan gigi geligi masing-masing juga tentang kesehatan mulut secara keseluruhan. Berdasarkan data-data tersebut, diperoleh gambaran mengenai berapa jumlah siswa/i yang memerlukan penambalan dan pencabutan diberikan surat untuk ditandatangani orang tuanya sebagai tanda persetujuan bahwa putra/i-nya diizinkan dirawat di sekolah. Mengingat UKGS bukanlah poliklinik, maka perawatan yang diberikan hanyalah penambalan tetap, pencabutan gigi susu yang sudah saatnya tanggal, pengobatan gigi untuk menghilangkan rasa sakit/pencegahan kerusakan lebih lanjut.
d. Makanan dan Minuman yang Sehat
Makanan yang buruk untuk gigi adalah makanan yang banyak mengandung gula dan lengket seperti coklat dan permen. Jika tidak dibersihkan dengan benar sisa-sisa makanan tersebut akan difermentasikan oleh bakteri-bakteri plak yang berakumulasi dan mengubahnya menjadi asam, kemudian asm tersebut akan melarutkan dan merusak jaringan keras gigi, dan terbentuklah kavitas. Begitu halnya dengan minuman, minuman yang manis mampu merusak jaringan keras gigi termasuk susu. Makanan yang baik untuk gigi adalah makanan sehat berupa buah dan sayur. Buah dan sayur adalah makanan yang kaya akan vitamin. Namun selain nutrisi yang dikandung oleh mereka, tekstur kasarnya sekaligus menjadi sikat gigi alami.
e. Pemakaian Dental Floss
Pemakaian dental floss mampu membantu untuk membersihkan sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi
f. Kontrol ke Dokter Gigi 6 Bulan Sekali
Dengan cara mengontrol gigi ke dokter gigi kita akan dapat mengetahui apa saja yang mengenai gigi dan menjaga kesehatannya serta mengetahui langkah preventif mengenai kasus-kasus penyakit gigi dan mulut.
Pembentukan gigi pada anak sudah dimulai sejak ia masih dalam kandungan. Faktor gizi ibu hamil sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan janin, tak terkecuali bagian gigi dan mulutnya. Motivasi dari orangtua dan orang di sekitarnya sangat membantu anak untuk memperbaiki perilaku mereka, sehingga anak menjadi mudah untuk diajak bekerjasama ketika akan dilakukan perawatan gigi di dokter gigi.
Adapun pembagian perilaku anak dalam perawatan gigi, sebagai berikut:
1. Anak yang bisa diajak bekerjasama (Tipe Kooperatif)
Kebanyakan anak merupakan pasien yang kooperatif, dan hanya memiliki rasa takut yang minimal. Anak seperti ini, mau diajak bekerjasama, sehingga sangat membantu dokter gigi untuk bekerja secaraefektif dan efisien.
2. Tidak mampu menjadi kooperatif
� Anak yang masih sangat muda usianya. Anak usia muda, bukannya tidak mampu diajak kerjasama, tapi belum mampu. Pada kelompok anak ini, komunikasi masih belum bisa dilakukan karena anak belum mempunyai pemahaman. (anak di bawah usia 3 tahun)
� Anak cacat mental. Anak ini tidak mempunyai kemampuan untuk kooperatif karena kemampuannya terbatas.
3. Berpotensi untuk diajak bekerjasama (Berpotensi untuk kooperatif)
Pada kelompok anak ini, pada awal perawatan, biasanya anak tidak mau diajak kerjasama. Tapi dengan teknik pendekatan yang tepat, akhirnya si kecil dapat diajak bekerjasama.
Salah satu masalah serius yang mungkin timbul akibat gigi berlubang adalah gangguan jantung. Kuman yang bersarang pada gigi yang berlubang bisa menembus ke pembuluh darah, dan akhirnya mengumpul di jantung. Selain itu, bakteri juga bisa menempel pada lapisan lemak di pembuluh darah. Akibatnya, plak yang terbentuk menjadi makin tebal. Semua kondisi ini menghambat aliran darah ke jantung. Ini jugalah yang membuat penyaluran sumber makanan dan oksigen ke jantung tersendat. Jika berlangsung terus, jantung tak akan mampu berfungsi secara baik. Maka terjadilah penyakit jantung yang ditakutkan banyak orang. Pada kerusakan gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke aliran darah dan mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sel sistem kekebalan tubuh yang rusak melepaskan sejenis protein yang disebut cytokines. Unsur ini menyebabkan kerusakan sel pankreas penghasil insulin, hormon yang memicu diabetes.
Upaya untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut telah banyak dilakukan berbagai pihak sejak lama, baik melalui program pemerintah, media massa, iklan di televisi, atau penyuluhan di pusat kesehatan.

3.6. Pola Hidup Anak-anak
Pola hidup sehat anak dipengaruhi pola makan dan kebiasaan orangtua. Jika kedua orangtua menjalankan pola hidup sehat dengan gizi seimbang, maka kemungkinan besar dapat menunjang kesehatan fisik dan mental anak agar mereka bisa berprestasi dengan optimal.
Anak-anak adalah generasi penerus kita yang akan menggantikan keberadaan kita dan anak kandung adalah aset yang paling berharga ketika kita sudah tua renta nanti. Anak yang sehat umumnya akan tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat. Orang yang sehat akan memiliki banyak peluang dalam kehdupan di dunia dibandingkan dengan orang yang sakit-sakitan.
Untuk itu mari kita ajarkan anak-anak kita dengan berbagai pemahaman dengan berbagai metode agar mereka dapat menjadi anak yang sehat. Mendidik anak haruslah sabar dan dilakukan dengan pendekatan yang baik dan jika perlu berikan penjelasan secara mendalam disertai dengan contoh, analogi, cerita, sejarah, gambar, audio, video, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa hal pola hidup anak-anak, yang tidak sehat, terutama untuk kesehatan gigi dan mulut :
a. Tidak Menggosok Gigi Secara Teratur
Kebanyakan dari anak-anak jadwal untuk sikat gigi minimal 2 kali sehari pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur jarang terealisasikan. Besar kemungkinan itu yang menyebabkan mudahnya anak-anak terserang karies pada tahap gigi susu. Maka dari itulah peran dan perhatian dari orang tua sangat besar dalam hal ini. Orang tua harus membuatkan jadwal dan turut membantu dalam pelaksanaan menggosok gigi setiap hari.
b. Melupakan Pentingnya Berkumur Terutama Menggunakan Mouthwash
Penggunaan mouth wash pada anak-anak memang tidak dianjurkan karena adanya rasa pedas dan menyengat yang ditimbulkan mouthwash itu sendiri. Padahal rasa pedas dan menyengat itulah yang menyebabkan menurunnya jumlah plak dalam mulut. Sehingga kebersihan dan kesehatan mulut dapat terjaga.
c. Malas ke Dokter Gigi
Rasa malas pada anak-anak untuk berkunjung ke dokter gigi mungkin disebabkan oleh rasa takut pada anak-anak terhadap segala sesuatu yang ada di ruang kerja atau ruang praktek dokter gigi. Rasa takut tersebut mungkin dikarenakan peralatan yang terlihat seram dan menakutkan seperti bunyi bor dan darah. Dan peran orang tua juga diperlukan dalam hal ini. Misalnya, orang tua dapat menemani sang anak untuk duduk di dental chair, untuk mengurangi rasa takut pada anak. Konsultasi dengan dokter gigi mampu memberikan wawasan terhadap anak maupun orang tua mengenai kesehatan gigi dan mulut.
d. Suka Coklat dan Permen
Memang kehidupan anak-anak tidak bisa terlepas dari coklat dan permen ataupun hal yang berasa manis. Sebagaimana kita ketahui bersama makanan yang mengandung gula danlengket seperti halnya permen dan coklat akan memperparah tingkat kesehatan gigi dan mulut, sehingga dianjurkan untuk anak-anak yang menyukai permen dan coklat untuk mengurangi jumlah pengkonsumsian dari permen dan coklat tersebut atau sehabis makan dan minum yang manis dan lengket dianjurkan untuk berkumur-kumur minimal dengan air putih.
e. Melupakan buah-buahan dan sayuran
Buah dan sayur adalah makanan yang kaya akan vitamin. Namun, selain nutrisi yang dikandung oleh mereka, tekstur kasarnya sekaligus menjadi sikat gigi alami yang bisa membersihkan sisa makanan pada sela-sela gigi.
3.7. Irene�s Donut
Irene�s Donut merupakan sebuah program yang dibuat berdasarkan penelitian Disertasi S3 Dr. drg. Irene Adyatmaka yang melibatkan 2.568 murid TK dan orang tuanya.
Irene�s Donut merupakan instrument penelitian dimana persentase yang tampak menggambarkan kemungkinan gigi akan berlubang. Program ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan gigi pada anak yang mungkin muncul dikarenakan prilaku anak dan terutama prilaku orang tua dari sang anak tersebut. Irene�s Donut mempunyai 20 buah pertanyaan dimana pertanyaan tersebut ditujukan pada orang tua siswa, dan dari beberapa pertanyaan terdapat bersedia atau tidaknya sikap orang tua siswa untuk berubah agar dapat menuju gigi dan mulut yang sehat.

3.8. ALUR PENYELESAIAN MASALAH
Persiapan alat-alat dan bahan
Wawancarai orang tua siswa dengan menggunakan Irene�s Donut
Mengukur Kadar pH Mulut Anak
Pemeriksaan Dasar (Oral Diagnosa)
Orang Tua Siswa Dan Anak
Hasil dan Saran-saran

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1. REALISASI PENYELESAIAN MASALAH
Tahap pertama yang peneliti lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan untuk penelitian, kemudian peneliti mengambil data (alamat) siswa SD N5 Baturiti, Kabupaten Tabanan perkelas untuk mengetahui rumah masing-masing siswa, kemudian pergi ke rumah masing-masing siswa sebanyak 10 orang (sampel). Setelah sampai di rumah siswa peneliti mengecek tingkat keasaman kuman dengan menggunakan plak check, dengan cara mengambil plak di gigi anterior anak, kemudian dicelupkan pada larutan A, tunggu selama lima menit. Setelah itu melakukan pemeriksaan dasar (Oral Diagnosa) untuk mengecek ada garis kehitaman dan karies atau tidak. Sambil menunggu hasil kadar Ph mulut, peneliti mewawancarai orang tua siswa dengan menggunakan aplikasi Irene Donut, serta ditulis dalam form penelitian yang telah disiapkan oleh peneliti. Dan yang mengisi form ini adalah peneliti dengan arahan dari orang tua siswa. Setelah mewawancarai orang tua siswa, peneliti memberikan saran untuk orang tua siswa agar kesehatan gigi dan mulut anak mereka terus meningkat. Untuk memperkuat hasil penelitian, peneliti meminta tanda tangan dan paraf orang tua siswa yang dibubuhkan di form penelitian dan daftar sampel, dimana tanda tangan ini akan menjadi bukti penelitian.
4.2. KHALAYAK SASARAN
Sasaran peneliti adalah siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan yang berumur mulai dari 6 tahun sampai 12 tahun bisa dikatakan mulai dari kelas I sampai kelas VI, dimana anak-anak tersebut sebagian besar belum paham benar mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut untuk diri mereka sendiri. Perilaku anak-anak tersebut masih belum memenuhi criteria untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut, seperti masih suka makanan yang mengandung gula, sikat gigi yang digunakan berbanyak atau penggunaan sikat gigi yang sangat lama. Perilaku tersebut menyebabkan tingginya tingkat kerusakan gigi dan mulut.
Orang tua siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai petani dan pedagang, serta tempat tinggal mereka di Desa Pacung. Karena pekerjaan orang tua siswa sebagian besar sebagai petani dan pedagang, maka dapat dilihat bahwa pendidikan mereka juga rendah, dan dapat diketahui juga bahwa pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut juga rendah, sehingga menyebabkan perilaku orang tua siswa terhadap kesehatan gigi dan mulut sangatlah buruk. Dan tidak dapat memberikan contoh yang baik untuk anak-anak mereka.
4.3. METODE YANG DIGUNAKAN
Metode penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif dengan pendekatan survei pada anak-anak SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan . Teknis pengambilan sample yang digunakan adalah combined sampling, dimana gabungan dari quota sampling dan random sampling karena penelitian ini sudah memiliki ketetapan jumlah sampel yang akan diambil yaitu sebanyak 10 orang dari satu Sekolah Dasar dan diambil secara acak atau random untuk meneliti presentase perilaku orang tua siswa dalam peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut di SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti - Kabupaten Tabanan.


BAB V
HASIL KEGIATAN

5.1. Hasil Pendataan Sampel
Data siswa SD Negeri 5 Baturiti , Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan peneliti dapatkan dari bagian Tata Usaha di SD Negeri 5 Baturiti, dengan format data sebagai berikut:
NO NAMA SISWA (SAMPEL) NAMA ORANG TUA SISWA KELAS ALAMAT
1. Kdk. Karunia Dewi I Wayan Patra III Pacung
2. I Md Yoga Bisama I Ketut Sudiarta V Pacung
3. Kt. Putra Sentana Ketut Suardana I Pacung
4. I Wayan Rai I Made Suputra VI Pacung
5. Ni Luh Gd Dewi R.M. I Gd Made Trimaya IV Pacung
6. Pd. Bgs. Ariestyawan Putu Ksamawan II Pacung
7. I Kdk. Soma Budiana I Wayan Duria I Pacung
8. Dw. Gd. Oka Saputera Dw Gd Prawira P. IV Pacung
9. I Pt. Pd. Dika Mugani I Gd Pande Riadnya VI Pacung
10. Linda Damayanti Nyoman Mastra V Pacung

5.2. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada orang tua siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan, diperoleh data sebagai berikut :
NO NAMA SISWA (SAMPEL) NAMA ORANG TUA SISWA SEBELUM (%) SESUDAH (%)
SEHAT RUSAK SEHAT RUSAK
1. Kdk. Karunia Dewi I Wayan Patra 20,98 79,02 43,50 56,50
2. I Md Yoga Bisama I Ketut Sudiarta 14,83 85,17 44,15 55,85
3. Kt. Putra Sentana Ketut Suardana 15,98 84,02 50,75 49,25
4. I Wayan Rai I Made Suputra 41,24 58,76 57,74 42,26
5. Ni Luh Gd Dewi R.M. I Gd Made Trimaya 57,89 42,11 63,88 36,12
6. Pd. Bgs. Ariestyawan Putu Ksamawan 15,25 84,75 64,33 35,67
7. I Kdk. Soma Budiana I Wayan Duria 12,55 87,45 63,88 36,12
8. Dw. Gd. Oka Saputera Dw Gd Prawira P. 29,46 70,54 63,26 36,74
9. I Pt. Pd. Dika Mugani I Gd Pande Riadnya 09,88 90,12 57,74 42,26
10. Linda Damayanti Nyoman Mastra 20,15 79,85 57,74 42,26

Hasil pada tabel diatas dapat menguraikan persentase sebelum perubahan sikap dan sesudah perubahan sikap. Dapat dilihat perilaku orang tua siswa (sampel) untuk menuju peningkatan kesehatan gigi yang baik sangatlah kecil. Dari 10 sampel hanya satu sampel yang perilaku untuk menuju kesehatan gigi dan mulut lebih dari 50% dan 9 sampel berada di bawah 50%. Untuk perilaku orang tua yang mengabaikan kesehatan gigi dan mulut sebagian besar berada di atas 50 % bahkan mendekati 100%, hanya satu sampel saja yang presentasenya di bawah 50 %. Hal ini dapat menjelaskan bahwa gigi 10 sampel siswa SD Negeri 5 Baturiti dalam keadaan yang buruk. Hal ini tentunya sangat tidak baik mengingat pertumbuhan gigi yang sangat optimal berada pada usia sekolah dasar.

5.3. Hasil Perhitungan Persentase Perubahan Dalam
Dari tabel diatas dapat dihitung presentase perubahan dalam sampel, dan diperoleh data, sebagai berikut :
NO NAMA SAMPLE NAMA ORANG TUA SISWA PERSENTASE PERUBAHAN DALAM (%)
1 Kdk. Karunia Dewi I Wayan Patra 22,52
2 I Md Yoga Bisama I Ketut Sudiarta 29,32
3 Kt. Putra Sentana Ketut Suardana 34,77
4 I Wayan Rai I Made Suputra 16,50
5 Ni Luh Gd Dewi R.M. I Gd Made Trimaya 05,99
6 Pd. Bgs. Ariestyawan Putu Ksamawan 49,08
7 I Kdk. Soma Budiana I Wayan Duria 51,33
8 Dw. Gd. Oka Saputera Dw Gd Prawira P. 33,80
9 I Pt. Pd. Dika Mugani I Gd Pande Riadnya 47,86
10 Linda Damayanti Nyoman Mastra 37,59

Dari tabel diatas dpat diuraikan bahwa untuk bertambahnya persentase perilaku orang tua siswa terhadap kesehatan gigi dan mulut, maka di butuhkan sikap perubahan yang dapat menguntungkan orang tua siswa dan tentunya anak itu sendiri. Setelah bersedianya dilakukan perubahan pada sikap orang tua siswa, maka data pada tabel diatas dapat menguaraikan persentase sikap setelah perubahan sikap menunjukan hasil yang baik. Perilaku orang tua siswa untuk menuju hidup yang sehat khususnya di dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang berada diatas 50 % ada 8 (delapan) sampel, dan 2 (dua) sampel berada dibawah 50 %. Sehingga persentase perilaku orang tua siswa dalam hal mengabaikan kesehatan gigi dan mulut sedikit banyak berkurang. Ada 8 (delapan) sampel yang berada di atas 50 % dan 2 (dua) sampel berada di bawah 50%. Persentase perubahan dalam yang tertinggi adalah 51,33% dan persentase perubahan dalam yyang terendah adalah 05,99%.
5.4. Faktor yang Mendasari Kerusakan Gigi Sampel
Dari sampel yang diteliti, sebagian besar ditemukan beberapa gigi yang berlubang, ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mendasarinya, antara lain:
1. Kebiasaan dari anak-anak tersebut tidak menggosok gigi secara teratur.
2. Kebiasaan anak-anak yang malas ke dokter gigi.
3. Kebiasaan anak-anak suka makan coklat dan permen dan setelah makan tidak berkumur atau gosok gigi.
4. Kebiasan anak-anak yang melupakan buah-buahan dan sayuran yang biasa disebut 4 sehat 5 sempurna.
5. Kurangnya wawasan orang tua untuk kesehatan gigi anak-anaknya mulai dari cara menjaga kesehatan gigi anaknya hingga cara menggosok gigi yang benar.

5.5. Upaya yang dilakukan setelah Penelitian
Dari hasil penelitian diatas, peneliti dapat melakukan upaya-upaya berupa memberikan saran pada orang tua siswa dan siswa itu sendiri, antara lain :
1. Membatasi frekuensi minum soft drink dan minuman yang manis-manis
2. Tidak memberikan susu ditengah waktu tidur malam anak
3. Memastikan anak minum susu dan juice menggunakan gelas
4. Mengganti permen dengan aktivitas bermain
5. Mengusahakan anak untuk tidak mengemut makanan
6. Diperlukan melakukan Surface Protector atau pelapis permukaan gigi pada anak yang terdapat garis kehitaman pada gigi belakang anak
7. Mengoleskan CPP-ACP (Krim Calsium Phospat) 2 (dua) kali sehari
8. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun keatas menggunakan pasta gigi sedikit saja, seukuran kacang polong. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun kebawah, pasta gigi hanya dioleskan tipis
9. Membantu anak untuk menggosok gigi tiap malam sebelum anak tidur
10. Diperlukan penambalan gigi pada gigi anak yang berlubang


BAB VI
PENUTUP

6.1. SIMPULAN
Kesehatan gigi dan mulut anak sangat penting untuk dijaga sejak dini. Sehingga, peran serta dari orang tua sangatlah penting untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak. Jadi, peneliti melaksanakan penelitian yang menggunakan instrument Irene�s Donut untuk mengetahui seberapa besar persentase perilaku orang tua siswa untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut baik sebelum perubahan dan sesudah perubahan sikap. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
a. Persentase perilaku orang tua siswa sebelum bersedianya berubah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut sangatlah buruk, karena sebagian besar presentase perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat dibawah 50% dan presentase perilaku orang tua siswa untuk menuju resiko gigi dan mulut tidak sehat atau rusak di atas 50 %. Jadi, Presentase perilaku orang tua siswa sebelum bersedianya berubah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut lebih besar persentase perilaku orang tua siswa untuk menuju resiko gigi dan mulut tidak sehat atau rusak dari pada persentase perilaku orang tua siswa untuk menuju gigi dan mulut yang sehat.
b. Persentase perilaku orang tua siswa setelah bersedianya berubah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut sedikit banyak terjadi perubahan. Sebagian besear persentase perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat lebih besar dari pada persentase perilaku orang tua siswa menuju resiko gigi dan mulut yang tidak sehat atau rusak.
c. Perubahan persentase yang paling besar adalah dari perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat sebelum perubahan sikap adalah 12,55 % ke perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat setelah perubahan sikap adalah 63,88 %. Jadi, jarak perubahan yang paling besar adalah 51,33 %.
d. Perubahan persentase yang paling kecil adalah dari perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat sebelum perubahan sikap adalah 57,89 % ke perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat setelah perubahan sikap adalah 63,88 %. Jadi, jarak perubahan yang paling kecil adalah 05,99 %.
e. Kesehatan gigi dan mulut anak tergantung dari perilaku orang tua anak untuk ikut berperan serta dalam menuju gigi dan mulut yang sehat dan mendampingi setiap perilaku anak.
f. Dengan menggunakan instrument Irene�s Donut, orang tua siswa dapat mengetahui cara-cara untuk mendidik anak-anak mereka untuk menuju gigi dan mulut yang sehat.
g. Setelah penelitian dilakukan, peneliti berupaya untuk memberikan saran kepada orang tua siswa dan siswa itu sendiri berupa saran-saran yang dapat meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak.
6.2. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan untuk orang tua siswa, dan siswa itu sendiri, adalah sebagai berikut :
a. Membatasi frekuensi minum soft drink dan minuman yang manis-manis
b. Tidak memberikan susu ditengah waktu tidur malam anak
c. Memastikan anak minum susu dan juice menggunakan gelas
d. Mengganti permen dengan aktivitas bermain
e. Mengusahakan anak untuk tidak mengemut makanan
f. Diperlukan melakukan Surface Protector atau pelapis permukaan gigi pada anak yang terdapat garis kehitaman pada gigi belakang anak
g. Mengoleskan CPP-ACP (Krim Calsium Phospat) 2 (dua) kali sehari
h. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun keatas menggunakan pasta gigi sedikit saja, seukuran kacang polong. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun kebawah, pasta gigi hanya dioleskan tipis
i. Membantu anak untuk menggosok gigi tiap malam sebelum anak tidur
j. Diperlukan penambalan gigi pada gigi anak yang berlubang


DAFTAR PUSTAKA

Drg.Ny.Itjingningsih, 1991, Anatomi Gigi, Buku Kedokteran , Jakarta.
Edwina A. M. Kidd. Dan Sally Joyston-Bechal, 1991, Dasar-dasar Karies, Buku Kedokteran, Jakarta.
Tarigan, Rasinta, 1990, Karies Gigi, hipokrates, Jakarta.
http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=731
http://www.ykgi.or.id/program.html
www.wextra.co.cc

Senin, 06 Juni 2011

Kenali Beberapa Pemicu Bayi Besar

Badan yang subur acap kali dijadikan salah satu indikator kemakmuran seseorang. Demikian halnya anggapan yang salah di kalangan masyarakat yang kerap menganggap anak gemuk itu lucu dan sehat. Padahal tidak demikian, kelebihan berat badan (overweight) apalagi obesitas saat ini sudah menjadi sebuah epidemi global yang perlu segera diatasi dan dicegah karena dapat menyebabkan beragam masalah kesehatan.

Tak hanya pada orang dewasa, kegemukan yang terjadi sejak masa kanak-kanak dapat menyuramkan kondisi kesehatan si anak pada kemudian hari. Dengan kata lain, anak yang kegemukan sejak kecil diprediksi bakal lebih cepat mengalami gangguan kesehatan. Sejumlah studi bahkan menyimpulkan, anak-anak yang kelebihan berat badan sejak usia kurang dari 10 tahun akan menghadapi ancaman stroke pada usia 40, bahkan bisa dimulai sejak usia 30. Cukup menyeramkan kan?

Nah, terkait janin besar, memang ada kemungkinan si bayi mencapai berat badan normal seiring pertumbuhannya. Namun, perlu dipahami bahwa bobot janin yang terlampau besar merupakan kondisi yang tidak baik bagi janin maupun ibunya. Kendati rata-rata berat normal bayi baru lahir adalah 3,2 kilogram, ras yang berbeda bisa melahirkan bayi dengan berat berbeda pula. Di Indonesia, bayi lahir dengan berat 4 kg terbilang besar, tapi di Amerika atau Pakistan misalnya, ukuran 4-5 kg bisa dianggap wajar.



Kondisi bayi dengan berat lahir berlebih atau abnormal diistilahkan dengan fetal macrosomia. Ini sering terjadi pada anak dengan ibu diabetes, atau mereka dengan gigantisme serebral. Saat hamil, gula darah memang cenderung meningkat.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol inilah yang dapat memicu pertumbuhan janin menjadi besar.

"Wanita diabetes harus berhati-hati saat mengandung. Gula darah harus selalu dipantau, dietnya juga diatur, kalau perlu minum obat untuk mengontrol kadar gula darah agar tetap stabil," saran spesialis kebidanan dan kandungan dari Brawijaya Women and Children Hospital dr Nugroho Kampono SpOG(K).

Macrosomia juga bisa terjadi pada kelahiran yang belum cukup umur. Misalkan, bayi yang terlahir pada usia 7 bulan kehamilan, tapi beratnya sudah mencapai 3-4 kilogram. Badannya mungkin terlihat besar, tapi organ tubuhnya belum matang. Akibatnya, bisa jadi pernapasan bayi tidak berkembang atau timbul hipoglikemi (kadar gula darah turun drastis).

Demikian halnya usia kehamilan yang terlalu lama (41 minggu atau lebih) dan kehamilan kembar juga meningkatkan risiko macrosomia. Bila bumil punya riwayat melahirkan bayi macrosomia sebelumnya, maka ia berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi macrosomia dibandingkan wanita yang belum pernah melahirkan bayi macrosomia.

Lebih jauh, aspek genetik juga diduga turut berperan. Orangtua yang tinggi dan gemuk tentunya lebih berpeluang melahirkan bayi berukuran besar pula. Bumil dengan berat badan berlebih, baik sebelum hamil ataupun pertambahan berat badan yang pesat selama kehamilan, juga perlu memantau dan mengendalikan bobot tubuhnya. Pasalnya, wanita obesitas berisiko lebih besar melahirkan bayi berbobot besar. Data menyebutkan, sekitar 15-30 persen wanita yang melahirkan bayi macrosomia memiliki bobot 90 kilogram atau lebih.

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan? Hal terbaik adalah melakukan perencanaan pola makan dan asupan gizi semasa hamil yang dikonsultasikan ke ahli gizi. Karena itu bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing bumil. Selain itu, lakukan pengendalian diri dengan tidak mengonsumsi makanan berpengawet dan berpewarna buatan.

"Pada kehamilan trimester pertama, sebaiknya bumil tidak melakukan diet atau mengurangi makan. Apalagi hamil tiga bulan pertama biasanya kecenderungan mual dan muntah. Jadi, ibu bisa makan apa yang dia selera dan tidak membuat mual atau muntah. Trimester pertama juga merupakan masa aktif pembelahan sel sehingga bumil perlu energi yang mencukupi," saran spesialis Kebidanan dan Kandungan dari RS Hermina Jakarta, dr Arju Anita SpOG.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Efektifitas Penggunaan Laboratorium Fisika Dalam Menunjang Kegiatan Praktikum di SMAN se-Kabupaten Lombok Tengah Tahun Ajaran 2007/2008

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Memasuki era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang amat pesat yang mendorong setiap negara yang sedang berkembang, termasuk negara Republik Indonesia untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional. Kesungguhan pemerintah ini terlihat dari adanya upaya peningkatkan mutu pendidikan, baik yang menyangkut perubahan kurikulum, peningkatan kualitas guru, dan penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pelaksanaan pendidikan tidak mungkin terlaksana dengan baik bilamana para tenaga kependidikan, peserta didik, dan kegiatan belajar mengajar tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan. Salah satu sumber belajar yang sangat penting adalah alat praktik yang membantu guru memperjelas konsep dan melatih keterampilan siswa (Emha, 2002).
Proses belajar dengan menggunakan alat praktik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat melihat, dan melakukan sendiri percobaan di laboratorium, sehingga peserta didik dapat memahami konsep melalui pengamatan dan percobaan secara langsung, meningkatkan kreativitas, dan keterampilan.

Laboratorium merupakan salah satu prasarana pendidikan, yang dapat digunakan sebagai tempat berlatih para siswa dalam memahami konsep-konsep IPA dengan melakukan percobaan dan pengamatan. Dengan demikian, laboratorium IPA-Fisika merupakan bagian yang integral tak dapat dipisahkan dari suatu pengajaran Fisika. Ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil observasi, eksperimentasi dan harus siap diuji melalui observasi dan eksperimentasi lanjutan. Keberadaan laboratorium IPA-Fisika diperlukan untuk memberikan pengalaman langsung dari aplikasi teori yang diterima melalui kegiatan laboratorium/praktikum, untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas. Praktikum IPA khususnya Fisika tidak hanya terbatas dilaksanakan di ruang laboratorium, tetapi dapat juga dengan memanfaatkan alam melalui kegiatan lapangan.
Berkaitan dengan hal di atas maka peranan laboratorium IPA-Fisika menjadi sangat penting, karena laboratorium merupakan pusat proses belajar mengajar untuk mengadakan percobaan, penyelidikan, atau penelitian dalam bidang IPA. Dengan demikian laboratorium mempunyai fungsi sebagai tempat kegiatan penunjang dari kegiatan kelas, atau sebaliknya kegiatan kelas menjadi penunjang kegiatan laboratorium. Di laboratorium siswa akan memperoleh keterampilan sebagaimana yang diharapakan oleh kurikulum.
Penggunaan laboratorium dapat berjalan secara optimal, apabila terdapat interaksi antara siswa, guru, alat, dan bahan serta waktu yang tersedia dalam pelaksanaan pembelajaran di laboratorium. Guru harus senantiasa membimbing dan menjelaskan hal-hal yang kurang dapat dipahami siswa baik mengenai materi maupun pengoperasiannya dari setiap alat dan bahan praktikum yang dilakukan. Keefektifan interaksi, akan menentukan keefektifan dari suatu laboratorium sebagai tempat dalam melaksanakan kegiatan praktikum.
Dalam Anonim (2003), menyatakan bahwa berdasakan hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum Dan Inspektorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, diperoleh informasi bahwa masih banyak laboratorium Fisika (secara umum laboratorium Ilmu pengetahuan Alam/IPA) yang belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya, bahkan pengelolaan dan pemanfaatannya sebagai sumber belajar belum optimal atau ada yang belum digunakan sama sekali,.masalah tersebut disebabkan oleh berbagai macam factor. Hal ini dapat berakibat, siswa belajar fisika yang bersifat hafalan, sehingga menjadi kurang bermakna dan berdampak pada pembelajaran yang kurang optimal.
Dari hasil observasi, dari 15 SMA negeri yang ada, terdapat 9 sekolah yang mempunyai laboratorium, dan sejauh mana penggunaan laboratorium untuk kepentingan praktikum fisika dalam menunjang kegiatan belajar mengajar di SMAN se-Kabupaten Lombok Tengah tahun 2007 belum ada informasi yang akurat. Hal itulah yang melatar belakangi penulis untuk meneliti tentang Efektifitas Penggunaan Laboratorium Fisika Dalam Menunjang Kegiatan Praktikum di SMAN se-Kabupaten Lombok Tengah Tahun Ajaran 2007/2008.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah penggunaan laboratorium IPA-Fisika dalam menunjang kegiatan praktikum fisika di SMAN se-kabupaten Lombok Tengah sudah efektif ?
2. Hambatan-hambatan apakah yang muncul selama penggunaan laboratorium IPA-Fisika dalam menunjang kegiatan praktikum fisika di SMAN se-kabupaten Lombok Tengah tahun ajaran 2007/2008 ?
3. Upaya-upaya apa yang dilakukan guru untuk mengatasi hambatan tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui efektifitas penggunaan laboratorium IPA-Fisika di SMAN se-kabupaten Lombok Tengah tahun ajaran 2007/2008.
2. Mengetahui hambatan-hambatan dalam penggunaan laboratorium IPA-Fisika.
3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan tersebut

1.4. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dilakukan di SMA Negeri yang memiliki laboratorium IPA-Fisika se-kabupaten Lombok Tengah tahun ajaran 2007/2008 dengan objek penelitian yang dibatasi pada masalah penggunaan laboratorium IPA-Fisika untuk pengajaran fisika pada semester ganjil yaitu pada kelas X semester 1, kelas XI semester 3, dan kelas XI semester 5.


1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini berguna sebagai informasi awal pelaksanaan kegiatan laboratorium Fisika di SMAN se-kabupaten Lombok Tengah.
2. Sebagai acuan bagi sekolah-sekolah agar lebih meningkatkan efektifitas penggunaan laboratorium IPA-Fisika sehingga dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang maksimal.
3. Sebagai masukan bagi dinas terkait untuk pengembangan laboratorium.

1.6. Definisi Operasional
Efektivitas artinya keberhasilan (Anonim, 2005). Efektifitas dalam hal ini keberhasilan suatu kegiatan praktikum yang dilakukan di laboratorium, sehingga laboratorium yang ada di sekolah digunakan semaksimal mungkin. Keefektifan penggunaan laboratorium dilihat dari beberapa indikator, yaitu frekuensi penggunaan laboratorium, kelengkapan alat-alat yang ada di laboratorium, kesesuaian materi dengan alat yang tersedia di laboratorium dan alokasi waktu yang cukup untuk kegiatan praktikum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Laboratorium
Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali (Anonim, 2007). Sementara menurut Emha (2002), laboratorium diartikan sebagai suatu tempat untuk mengadakan percobaan, penyelidikan, dan sebagainya yang berhubungan dengan ilmu fisika, kimia, dan biologi atau bidang ilmu lain.
Pengertian lain menurut Sukarso (2005), laboratorium ialah suatu tempat dimana dilakukan kegiatan kerja untuk mernghasilkan sesuatu. Tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar, atau ruangan terbuka, misalnya kebun dan lain-lain.
Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium adalah suatu tempat yang digunakan untuk melakukan percobaan maupun pelatihan yang berhubungan dengan ilmu fisika, biologi, dan kimia atau bidang ilmu lain, yang merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau ruangan terbuka seperti kebun dan lain-lain.

2.2. Fungsi Laboratorium
Menurut Sukarso (2005), secara garis besar laboratorium dalam proses pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan intelektual melalui kegiatan pengamatan, pencatatan dan pengkaji gejala-gejala alam.
2. Mengembangkan keterampilan motorik siswa. Siswa akan bertambah keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia untuk mencari dan menemukan kebenaran.
3. Memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakekat kebenaran ilmiah dari sesuatu objek dalam lingkungn alam dan sosial.
4. Memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang calon ilmuan.
5. Membina rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau penemuan yang diperolehnya.
Lebih jauh dijelaskan dalam Anonim (2003), bahwa fungsi dari laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium sebagai sumber belajar
Tujuan pembelajaran fisika dengan banyak variasi dapat digali, diungkapkan, dan dikembangkan dari laboratorium. Laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah atau melakukan percobaan. Berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran terdiri dari 3 ranah yakni: ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan/afektif.
2. Laboratorium sebagai metode pembelajaran
Di dalam laboratorium terdapat dua metode dalam pembelajaran yakni metode percobaan dan metode pengamatan

3. Laboratorium sebagai prasarana pendidikan
Laboratorium sebagai prasarana pendidikan atau wadah proses pembelajaran. Laboratorium terdiri dari ruang yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.

2.3. Peranan Laboratorium Sekolah
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru fisika sangat dituntut dalam kreatifitas membuat alat-alat sederhana yang mampu menjelaskan teori dan konsep fisika, sesuai dengan peralatan yang ada dan kondisi daerahnya agar tervisualisasi sehingga mudah dipahami dan dimengerti siswanya. Untuk itu peranan laboratorium fisika menjadi sangat penting, karena laboratorium merupakan pusat proses belajar mengajar untuk mengadakan percobaan, penyelidikan atau penelitian (Ar1, 2007).
Adapun peranan laboratorium sekolah antara lain :
1. Laboratorium sekolah sebagai tempat timbulnya berbagai masalah sekaligus sebagai tempat untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Laboratorium sekolah sebagai tempat untuk melatih keterampilan serta kebiasaan menemukan suatu masalah dan sikap teliti.
3. Laboratorium sekolah sebagai tempat yang dapat mendorong semangat peserta didik untuk memperdalam pengertian dari suatu fakta yang diselidiki atau diamatinya.
4. Laboratorium sekolah berfungsi pula sebagai tempat untuk melatih peserta didik bersikap cermat, bersikap sabar dan jujur, serta berpikir kritis dan cekatan.
5. Laboratorium sebagai tempat bagi para peserta didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya (Emha, 2002).

2.4 Pengelolaan Laboratorium
Selama ini pengelolaan laboratorium sekolah belum dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Bahkan terkesan ruang laboratorium yang dibangun tidak berfungsi. Tidak sedikit ruangan yang dibangun bagi kegaiatan laboratorium sekolah ada yang berubah fungsi. Tentu saja hal tersebut sangat disayangkan dan merugikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan bergesernya laboratorium sebagai tempat untuk mengamati, menemukan, dan memecahkan suatu masalah manjadi ruang kelas ataupun gudang, antara lain :
1. Kurangnya kemampuan dalam mengelola laboratorium sekolah.
2. Kurangnya pemahaman terhadap makna dan fungsi laboratorium sekolah serta implikasinya bagi pengembangan dan perbaikan sistem pembelajaran IPA. Ironisnya keberadaan laboratorium sekolah dianggap membebani sehingga jarang dimanfaatkan sebagai mana mestinya.
3. Terbatasnya kemampuan guru dalam penguasaan mata pelajaran.
4. belum meratanya pengadaan dan penyebaran alat peraga Kit IPA sehingga menyulitkan bagi pusat kegiatan guru untuk menjalankan fungsi pembinaannya kepada para guru (Emha, 2002).
Berdasarkan hasil pemantauan Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan Inspektorat Jendral dalam Anonim (2003), Laboratorium IPA-Fisika yang pemanfaatan dan pengelolaannya sebagai sumber belajar yang belum optimal atau tidak digunakan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
1. Kemampuan dan penguasaan guru terhadap peralatan dan pemanfaatan bahan praktek masih belum memadai
2. Kurang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas tenaga laboratorium
3. Banyak alat-alat laboratorium dan bahan yang sudah rusak yang belum diadakan kembali
4. Tidak cukupnya/terbatasnya alat-alat dan bahan mengakibatkan tidak setiap siswa mendapat kesempatan belajar untuk mengadakan eksperimen.

2.5 Kelengkapan Alat Dan Bahan
Hal ini menuntut para guru fisika membuat lembar kerja siswa yang merangsang siswa untuk bekerja dan mencoba menemukan teori, konsep, rumus fisika sederhana, sehingga mereka dilatih untuk menjadi peneliti-peneliti muda.
Dalam proses belajar mengajar diperlukan berbagai peralatan yang memadai untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini alat peraga mempunyai peranan yang sangat penting bahkan dapat menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan proses belajar mengajar. Secara garis besar alat peraga, ada yang mudah dibuat dan ada yang sukar dibuat. Alat yang mudah dibuat dinamakan alat peraga sederhana karena dapat menggunakan bahan murah dan mudah didapat dari lingkungan sekitar dan dapat pula dibuat sendiri oleh guru atau bersama-sama dengan peserta didik. Penggunaan dan pembuatan alat peraga sederhana dapat merangsang kreativitas para guru atau peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya dalam membuat alat peraga, sedangkan alat yang sukar akan dibuatkan oleh instansi yang memerlukan dan kemudian disebarkan ke sekolah (Emha, 2002).
Adapun administrasi alat praktek IPA menurut sukarso (2005), terdiri dari beberapa bagian antara lain :
1. Kartu stok adalah untuk mengetahui jumlah alat/bahan yang tersedia di laboratorium dan tempat penyimpanannya
2. Buku inventaris, memuat catatan tentang jumlah semua macam barang yang ada di laboratorium termasuk perabot laboratorium
3. Daftar alat/bahan sesuai LKS
4. Buku harian kegiatan laboratorium berguna untuk merekam semua kejadian dalam kegiatan laboratorium
5. Label, memuat kode alat, nama alat dan jumlah alat dan keterangan mengenai kondisi alat tersebut
6. Format permintaan alat/bahan, biasanya diisi oleh guru bila akan melaksanakan kegiatan laboratorium dan diberikan kepada laboran sebelum kegiatan dilakukan
7. Jadwal kegiatan laboratorium.
2.6 Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Fisika
Untuk melaksanakan kegiatan di laboratorium fisika perlu perencanaan yang sistematis agar dapat dicapai tujuan pembelajaran secara optimal. Kegiatan praktikum fisika dapat dilaksanakan di dalam laboratorium atau di luar laboratorium (di lapangan), tergantung pada kepentingannya di dalam membahas konsep dan subkonsep. Dalam hal ini guru fisika dengan pertimbangannya dapat mengetahui alat mana yang dapat di bawa ke lapangan dan mana yang harus ada di laboratorium atau tidak mungkin di bawa ke luar.
Dalam anonim (2003), Langkah-langkah praktis pelaksanaan kegiatan laboratorium fisika adalah sebagai berikut :
1. Guru Fisika pada awal tahun pelajaran dan semester sebaiknya menyusun program semester yang ditanda tangani oleh kepala sekolah. Tujuannya untuk mengidentifikasi kebutuhan alat/bahan serta menyusun jadwal dan untuk keperluan supervisi bagi kepala sekolah.
2. Setiap akan melaksanakan kegiatan laboratorium, guru sebaiknya mengisi format permintaan/peminjaman alat/bahan kemudian diserahkan kepada penanggung jawab teknis laboratorium atau laboran. Ini diperlukan untuk mempersiapkan alat/bahan serta mengecek fungsi tiap-tiap alat.
3. Di laboratorium, guru tidak hanya memberikan bimbingan kepada siswa untuk melakukan eksperimen, tetapi guru dapat pula menyampaikan konsep atau subkonsep non eksperimen, yang memerlukan alat bantu, misalnya cara menggunakan osiloskop.
4. Kegiatan di lapangan juga dapat dilakukan yang merupakan laboratorium alam. Dalam melaksanakan kegiatan di laboratorium alam ini adalah untuk menyampaikan atau menerapkan aplikasi-aplikasi dari materi fisika dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus sudah menyiapkan fasilitas, alat seadanya ataupun siap memberikan pemahan konsep tentang aplikasi dari materi.
Kegiatan praktikum fisika dapat dan seharusnya dilaksanakan di laboratorium, baik laboratorium yang disiapkan terlebih dahulu yang dilengkapi dengan segala macam peralatan yang dibutuhkan untuk praktik, dapat pula di laboratorium alam yang memiliki fasilitas seadanya sesuai dengan alam yang ada disekitar sekolah. Laboratorium ini diharapkan dapat menempatkan cara belajar fisika sebagaimana seharusnya yang akan dapat melibatkan siswa belajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga siswa dapat lebih memahami materi dibandingkan dengan pembelajaran biasa.

2.7 Kerangka Berfikir
Laboratorium merupakan suatu tempat yang digunakan untuk melakukan percobaan maupun pelatihan khususnya yang berhubungan dengan ilmu fisika, yang merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau ruangan terbuka seperti kebun dan lain-lain. Kegiatan praktikum fisika dapat dilaksanakan di dalam laboratorium atau di luar laboratorium (di lapangan), tergantung pada kepentingannya di dalam membahas konsep dan subkonsep. Keberadaan laboratorium tersebut jelas merupakan sarana dan prasarana pembelajaran yang dapat memudahkan proses belajar mengajar fisika dari guru kepada siswa. Efektivitas penggunaan laboratorium dalam menunjang kegiatan praktikum, didukung oleh beberapa komponen yang meliputi guru, siswa, alat dan bahan serta waktu yang mencukupi. Kesesuaian dari komponen-komponen tersebut merupakan indikator dari keefektifann laboratorium IPA fisika dalam kegiatan praktikum.


Minggu, 05 Juni 2011

PENGEMBANGAN MISSION PUZZLE UNTUK PEMBELAJARAN IPA FISIKA BERBASIS PAKEM PADA SISWA KELAS IV DI SDN 16 MATARAM TAHUN AJARAN 2006-2007

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
IPA merupakan pengetahuan tentang alam sekitar kita. IPA untuk tingkat dasar terdiri atas Biologi dan Fisika. Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pelajaran yang sudah mulai diajarkan pada anak Sekolah Dasar (SD) kelas rendah dengan memakai istilah sains.
Banyak siswa takut dengan pelajaran fisika. Fisika dianggapnya sebagai pelajaran yang sulit dan memusingkan. Padahal, fisika merupakan pelajaran yang sangat menarik. Banyak hal yang terlihat aneh dan unik dapat dijelaskan dengan konsep-konsep fisika dengan mudah.
Agar siswa menyenangi dan menyukai fisika maka guru perlu mengembangkan berbagai pendekatan dan metode yang bervariasi sehingga siswa akan terhindar dari rasa bosen dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru hendaknya mengajar dengan menggunakan pendekatan yang dapat meningkatkan aktifitas dan kreatifitas siswa
sehingga siswa itu terlatih dan termotivasi dalam belajar.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang sudah digunakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu pendekatan yang berbasis PAKEM atau pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Pemilihan sekolah dasar didasarkan atas pertimbangan bahwa secara psikologis, anak-anak sekolah dasar masih berada pada kondisi �suka bermain�, sehingga pembelajaran yang divariasikan dengan permainan akan lebih disukai.
Jenis permainan yang bisa dimanfaatkan di sini adalah permainan mission puzzle yang dapat dikembangkan sebagai media pembelajaran IPA-FISIKA yang berbasis PAKEM. Agar tidak mengganggu aktifitas pembelajaran formal di kelas, permainan ini juga bisa diberikan di luar jam kelas sebagai pembelajaran tambahan atau dikenal dengan pembelajaran suplemen.
Permainan mission puzzle merupakan salah satu variasi dari permainan puzzle tetapi pada permainan ini kita menyisipkan misi-misi tertentu yang harus dipecahkan oleh siswa tersebut. Permainan ini tidak hanya sekedar sebagai alat untuk bermain saja tapi bisa dimanfaatkan untuk mengasah otak dan menambah wawasan/pengetahuan bagi siswa, karena permainan ini sarat dengan materi pembelajaran yang ingin disampaikan kepada siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas,maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mengembangkan mission puzzle sebagai media pembelajaran IPA-FISIKA?
2. Bagaimanakah respon siswa SD Negeri 16 Mataram terhadap model permainan mission puzzle untuk pembelajaran IPA-FISIKA?
3. Bagaimanakah prestasi (peningkatan pengetahuan) dan motivasi belajar siswa kelas IV di SDN 16 Mataram tahun ajaran 2006/2007?
1.3 Hipotesis
1. Ha (hipotesis alternatif): permainan mission puzzle (fisika) berpengaruh terhadap peningkatan prestasi (peningkatan pengetahuan) dan motivasi belajar siswa kelas IV SDN 16 Mataram tahun ajaran 2006/2007.
2. Ho (hipotesis awal): permainan mission puzzle (fisika) tidak berpengaruh terhadap peningkatan prestasi (peningkatan pengetahuan) dan motivasi belajar siswa kelas IV SDN 16 Mataram tahun ajaran 2006/2007.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengembangkan mission puzzle sebagai media pembelajaran IPA-FISIKA.
2. Mencari tahu respon siswa SDN 16 Mataram terhadap permainan mission puzzle untuk pembelajaran IPA-FISIKA.
3. Mengetahui pengaruh permainan mission puzzle terhadap peningkatan prestasi (peningkatan pengetahuan) dan motivasi belajar siswa kelas IV SDN 16 Mataram tahun ajaran 2006/2007.
1.5 Batasan Masalah
Untuk menghindari luasnya ruang lingkup penelitian, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas IV semester kedua SDN 16 Mataram tahun ajaran 2006/2007.
2. Penelitian ini hanya berfokus pada pengembangan mission puzzle (fisika) sebagai media pembelajaran yang berbasis PAKEM dan juga bagaimana pengaruhnya terhadap prestasi serta mengetahui respon mereka terhadap pendekatan pembelajaran ini.
3. Media pembelajaran ini bisa disajikan dalam pembelajaran formal maupun pembelajaran non-formal.
4. Materi permainan mission puzzle (fisika) mengacu pada silabus pengetahuan sains untuk sekolah dasar pada kelas IV khususnya materi/ bab � Benda dan sifatnya � serta � Bumi dan permukaannya �.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pola fikir dan daya kreativitas mahasiswa FKIP sebagai calon guru khususnya mahasiswa fisika dalam mengembangkan media pembelajaran yang inovatif, menarik, dan kreatif sebagai salah satu upaya dalam peningkatan kualitas pengajaran.
2. Bagi Guru
Media pembelajaran dengan menggunakan mission puzzle fisika ini diharapkan bisa dijadikan sebagai alternatif lain dalam melaksanakn kegiatan belajar mengajar, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif.
3. Bagi Siswa
Kehadiran permainan mission puzzle fisika ini diharapkan dapat dijadikan sebagai motivator dan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan alternatif permainan yang menarik serta konstruktif di sekolah.

1.7 Definisi Operasional
Untuk memudahkan memahami isi penelitian ini perlu didefinisikan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Permainan mission puzzle merupakan suatu bentuk media pembelajaran yang berbasis permainan yang bisa mengasah dan menambah wawasan tentang pengetahuan fisika dan juga tokoh-tokoh ilmuan fisika..
2. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) yaitu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang lebih melengkapi peserta didik dengan keterampilan-keterampilan, pengetahuan dan sikap bagi kehidupannya kelak (Depdiknas, 2004).
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar (Dimyati dan Mudjiono,2006:7).
Belajar merupakan usaha sadar yang dilakukan individu atau manusia untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku hasil belajar bersifat positif. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi terampil dan lain-lain. Di samping itu, hasil belajar tidak hanya menyangkut pengetahuan, tetapi juga berkaitan dengan sikap dan keterampilan. (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1104/29/0314.htm).
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang dilakukan oleh seseorang/individu untuk memperoleh pengetahuan/keterampilan yang dengan pengetahuan/keterampilan itu ia bisa menjadi pribadi manusia seutuhnya yang menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengetahuan tersebut bisa berasal dari alam sekitar baik itu keadaan alam dan sebagainya.
2.2 Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti �tengah�, �perantara�, atau �pengantar�.
Gerlach dan Ely (1971) dalam Arsyad (2000) mengatakan bahwa � media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap�.
Media bisa diistilahkan sebagai suatu obyek yang bisa digunakan untuk menyampaikan/mengantarkan pesan-pesan atau informasi khususnya dalam hal ini pesan-pesan/informasi pengajaran. Media pembelajaran ini bisa berbentuk apa saja asalkan itu masih berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.
2.3 Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu.Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar , maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi - tingginya. Berdasarkan batasan pengertian prestasi belajar tersebut , dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar Fisika adalah hasil yang telah dicapai siswa melalui suatu kegiatan belajar Fisika.Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu maupun dan secara kelompok (http://artikel.us/art05-57.html.).
Prestasi juga bisa diistilahkan sebagai hasil atau tolak ukur dari suatu kegiatan pembelajaran apakah kegiatan tersebut berhasil/telah mencapai target/tujuan yang ingin dicapai. Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mengakibatkan prestasi belajar mereka ada yang tinggi dan ada yang rendah.


Perkembangan Kemampuan Berfikir Anak Tingkat Sekolah Dasar
Menurut Jean Piaget, anak usia SD tergolong pada tahap concrete-operational. Pada fase ini kemampuan berpikirnya masih bersifat intuitif, yakni berpikir dengan mengandalkan ilham.
Dalam periode ini, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Anak sudah berkembang ke arah berpikir konkrit dan rasional. Piaget menamakannya sebagai masa operasi konkrit, masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir konkrit.
Dalam intelegensi operasional anak yang sedang berada pada tahap kongkret operasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi;
1) conservation
2) addition of classes
3) multiplication of classes
Conservation adalah kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. Anak yang mampu mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahu bahwa sifat kuantitatif benda tersebut tidak akan berubah secara sembarangan.
Addition of classes adalah kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah, dan menghubungkannya dengan benda yang berkelas lebih tinggi. Di samping itu, kekampuan ini juga meliputi kecakapan memilah-milah benda-benda yang tergabung dalam sebuah benda yang berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah.
Multiplication of classes yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda untuk membentu gabungan golongan benda. Selain itu, kemampuan ini juga meliputi kermampuan memahami cara sebaliknya, yakni cara memisahkan gabungan golongan benda-benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri. (http://www.dikdasdki.go.id/download/standarbuku/ips.doc).
2.5 Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
( PAKEM).
PAKEM bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang lebih melengkapi peserta didik dengan keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan sikap bagi kehidupannya kelak (Depdiknas,2004).
Aktif diartikan peserta didik maupun guru berinteraksi untuk menunjang pembelajaran. Guru harus menciptakan suasana sehingga peserta didik aktif bertanya, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide dan demonstrasikan gagasan atau idenya.
Kreatif diartikan guru memberikan variasi dalam kegiatan belajar-mengajar dan membuat alat bantu mengajar, bahkan menciptakan teknik-teknik mengajar tertentu sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dan tujuan belajarnya. Peserta didik akan kreatif, bila diberi kesempatan merancang/membuat sesuatu, menuliskan ide dan gagasan.
Efektif yang diartikan sebagai ketercapaian suatu tujuan (kompetensi) merupakan pijakan utama suatu rancangan pembelajaran. Pembelajaran yang nampaknya aktif dan menyenangkan, tetapi tidak efektif akan hanya sekedar permainan belaka dan tanpa belajar (Depdiknas,2004).
Menyenangkan diartikan sebagai suasana belajar-mengajar yang �hidup� semarak, terkondisi untuk terus berlanjut, ekspresif, dan mendorong pemusatan perhatian peserta didik terhadap belajar. Agar menyenangkan, diperlukan afirmasi (penguatan,penegasan), memberi pengakuan dan merayakan kerja kerasnya dengan tepuk tangan, poster umum, catatan pribadi, atau saling menghargai (Depdiknas,2004).
Pengertian permainan mission puzzle
Menurut Sudjana (2001) dalam Khaerani (2006),� Permainan (game) digunakan untuk menyampaikan informasi kepada peserta didik dengan menggunakan simbol-simbol atau alat-alat komunikasi lainnya�.Setiap permainan memiliki empat kelompok komponen utama, yaitu: adanya pemain, lingkungan di mana pemain berinteraksi, aturan main, dan tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Permainan puzzle adalah sebuah permainan konstruksi melalui kegiatan memasang atau menjodohkan kotak-kotak, atau bangun-bangun tertentu sehingga akhirnya membentuk sebuah pola tertentu. Apabila kotak atau bengun tertentu tersebut dimuati dengan konsep-konsep sains sehingga untuk memasangkannya diperlukan pengetahuan tentang sains itu, maka puzzle tersebut menjadi salah satu media pembelajaran yang inovatif dan berbasis pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Permainan mission puzzle adalah salah satu bentuk permainan yang dapat digunakan sebagai media untuk menyampaikan informasi berupa materi IPA-FISIKA melalui pertanyaan-pertanyaan konsep atau subkonsep dalam fisika. Selain pertanyaan-pertanyaan yang terdapat didalamnya terdapat materi tambahan yaitu mengenai nama dan gambar ilmuan tokoh fisika yang dapat diketahui dari pertanyaan misi yang ada dalam permainan tersebut.