Blogger templates

Sabtu, 11 Juni 2011

Implementasi Improving Learning dengan teknik inquiry sebagai usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik
Selain itu pendidikan juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM baik fisik, mental maupun spiritual. Sejalan dengan konsep pendidikan yang dicanangkan oleh PBB bahwa pendidikan ditegakan oleh 4 pilar, yaitu lern to know, learn to do, learn to live together dan learn to be. Pilar pertama dan kedua lebih diarahkan untuk membentuk sense of having yaitu bagaimana pendidikan dapat mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas di bidang ilmu pengetahuan dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga mendorong sikap proaktif, kreatif dan inovatif ditengah kehidupan masyarakat. Sementara pilar ketiga dan keempat diarahkan untuk membentuk karakter bangsa atau sense of being, yaitu bagaimana harus terus menerus belajar, dan membentuka karakter yang memiliki integritas dan tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk melayani sesama. Sense of being ini penting karena sikap dan perilaku seperti ini akan mendidik siswa untuk belajar saling memberi dan menerima serta belajar untuk menghargai serta menghormati perbedaan atas dasar kesetaraan dan toleransi ( Upik : 2005 ).

Dengan diberlakukanya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di sekolah baru-baru ini menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu yang diperolenya dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu setiap pelajaran selalu dikaitkan dengan manfaatnya dalam lingkungan sosial masyarakat. Sikap aktif, kreatif, dan inovatif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan. Peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran.
Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dari siswa tidaklah mudah. Fakta yang terjadi adalah guru dianggap sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar.Sikap anak didk yang pasif tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapi pada hampir semua mata pelajaran termasuk metematika.
Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran metematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa prestasi belajar matematika yang dicapai siswa masih rendah. Berkaitan dengan masalah tersebut, pada pembelajaran matematika juga ditemukan keragaman masalah sebagai berikut : 1) Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih belum nampak, 2) Para siswa jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas, atau kurang paham, 3) Keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga masih kurang, 4) Kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal didepan kelas. Hal ini menggambarkan efektifitas belajar mengajar dalam kelas masih rendah.
Dalam pengajaran matematika diharapkan siswa benar-benar aktif. Sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari akan lebih lama bertahan. Suatu konsep mudah dipahami dan diingat oleh siswa bila konsep tersebut disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah yang tepat, jelas dan menarik. Keaktifan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Salah satu kegiatan pembelajaran yang menekankan berbagai kegiatan tindakan adalah menggunakan pendekatan tertentu dalam pembelajaran, karena suatu pendekatan dalam pembelajaran pada hakikatnya merupakan cara yang teratur dan terpikir secara sempurna untuk mencapai suatu tujuan pengajaran dan untuk memperoleh kemampuan dalam mengembangkan efektifitas belajar yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik. Pendekatan ini merupakan peran yang sangat penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang diinginkan.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut yang berkelanjutan maka perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. Para guru terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai model yang variasi agar siswa tertarik dan bersemangat dalam belajar matematika. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan Improving Learning dengan menggunakan teknik Inquiry.
Hakikat Improving Learning adalah pembelajaran dengan menggunakan penekanan pada proses pembentukan suatu konsep dan memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses tersebut. Adapun solusi yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan teknik Inquiry, karena dalam inquiry siswa dilatih untuk selalu bertanya, bermula dari pertanyaan siswa menentukan strategi atau cara menjawab. Akhirnya ditemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri. Dalam menyelesaikan permasalahan siswa harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan berhubungan serta mereka harus melaporkan hasil-hasil temuanya baik secara lisan maupun tertulis. Kemudian mereka membandingkan hasil temuanya itu dengan yang ditemukan oleh siswa lain dan kemudian mengambil keputusan dari temuan-temuan tersebut.
Untuk menerapkan pendekatan ini guru harus betul-betul berpikir dan berperilaku yang memfasilitasi karena siswa dituntut untuk dapat membuat identifikasi apa yang akan dipelajari. Guru membantu siswa dalam membuat pertanyaan, menentukan strategi mengumpulkan informasi dan mengolah informasi ( Ayub : 2005 ). Dengan Improving Learning siswa akhirnya menemukan banyak hal menarik yang kita temukan dalam pembelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Implementasi Improving Learning dengan teknik inquiry sebagai usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan bahwa keberhasilan pembelajaran matematika tidak hanya ditentukan oleh kemampuan guru serta tercapainya materi pembelajaran melainkan keaktifan siswa secara langsung juga sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran matematika.
Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar masih belum nampak. Misalnya, siswa enggan mengajukan pertanyaan jika ada suatu hal yang belum jelas, siswa kurang aktif dalam mengerjakan latihan-latihan soal sendiri dan kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal-soal didepan kelas. Hal hal tersebut secara tigak langsung menyebabkan hasil belajar matematika relatif masih rendah.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Peran aktif siswa dapat ditingkatkan melalui pengimplementasian improving learning dengan teknik inquiri, yaitu suatu cara penyampaian pelajaran dengan melibatkan siswa dalam proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip, proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, dan membuat kesimpulan.
Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dikhususkan pada keberanian siswa untuk bertanya, keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan dan keaktifan siswa untuk mengerjakan latihan-latihan soal yang diberikan.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut diatas, maka rumusan secara umum dari penelitian ini yaitu, �Apakah pengimplementasian improving learning dengan teknik inquiri dapat meningkatkan keaktifan siswa yang secara langsung juga akan meningkatkan hasil belajar siswa ?�. Dari permasalahan umum ini dapat dirinci menjadi dua permasalahan khusus, yaitu :
1. Apakah pengimplementasian improving learning dengan teknik inquiri dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran?
2. Apakah peningkatan peran aktif siswa dalam pembelajaran dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa?
3. Apakah pengimplementasian improving learning denagn teknik inquiry dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dan menguji apakah pengimplementasian improving learning dengan teknik inquiri dapat meningkatkan keaktifan siswa yang secara langsung juga akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis dan menguji peningkatan keaktifan siswa melalui Improving Learning dengan teknik inquiri.
2. Menganalisis dan menguji peningkatan hasil belajar siswa melalui peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.
3. Menganalisis dan menguji peningkatan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran melalui Improving Learning dengan teknik inquiri.

F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis berharap semoga hasil penelitian dapat memberikan manfaat konseptual utamanya kepada pembelajaran matematika. Disamping itu juga kepada penelitian peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran matematika SMP.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika melalui penerapan Improving Learning dengan teknik inquiri.
b. Sebagai pijakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan Improving Learning.
c. Bagi siswa agar dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran matematika melalui Improving Learning terutama dengan menggunakan teknik inquiri.
b. Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan masukan khususnya bagi guru kelas VII tentang suatu alternatif pembelajaran matematika dalam student centered untuk meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa dengan Improving Learning.
c. Bagi siswa terutama sebagai subyek penelitian, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai adanya kebebasan dalam belajar matematika secara aktif, kreatif dan menyenangkan melalui kegiatan penyelidikan sesuai perkembangan berfikirnya.

BAB II
LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka, kajian teori, kerangka pemikiran, dan perumusan hipotesis. Tinjauan pustaka merupakan sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Kajian teori yang dipaparkan adalah teori-teori yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian yang akan dibahas beserta indikator-indikatornya. Kerangka berfikir akan membahas tentang landasan teori dan hipotesis akan berhubungan antar semua variabel dalam peelitian. Hipotesis tindakan akan mengulas tentang jawaban sementara melalui tindakan-tindakan yang dilakukan dengan hasil yang diharapkan.

A. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai strategi pembelajaran lebih cenderung merupakan penelitian aspek psikologi dari suatu sistem atau struktur. Banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka penelitian kualitas pembelajaran tersebut diantaranya :
Wahyu Widiyastuti (2003) dalam penelitianya yang berjudul Eksperimentasi Pengajaran Matematika dengan Metode Penemuan melalui Tanya Jawab pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa, yang menyimpulkan bahwa (1) Ada dampak yang berarti antara metode mangajae guru terhadap prestasi belajar matematika, (2) Ada dampak yang berarti antara aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika, (3) Tidak ada dampak yang berarti antara metode mangajar guru dengan aktivitas belajar dalam mempengaruhi prestasi belajar matematika.
Rias Ernawati (2005) dalam skripsinya yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Metode Discoveri melalui Media Gambar. Kesimpulan dari penelitianya adalah (1) Ada peningkatan motivasi siswa dalam proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya 11 siswa (33,33 %). Peningkatan persentase dari putaran I dan putaran II mencapai 12,5% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 27,75%. (2) Ada peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya tiga siswa (9,09%), peningkatan persentase dari putaran I dan II mencapai 5,2% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 16,66%. (3) Ada peningkatan kreativitas siswa pada percobaan yang dilakukan dalam proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya delapan siswa (24,24%). Peningkatan persentase dari putaran I dan II mencapai 16,87% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 23,63%. (4) Ada peningkatan kemampuan matematika siswa selama proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya tujuh siswa (21,21%). Peningkatan persentase dari putaran I dan II mencapai 13,33% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 36,05%.
Subandriyo (2006) dalam tesisnya yang berjudul Studi Tentang Keefektifan Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Sikap Percaya Diri Siswa yang menyimpulkan bahwa Hasil analisis data pada taraf signifikan 5% sebagai berikut : 1) Terdapat perbedaan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang diajar dengan metode inkuiri dengan kelompok siswa yang diajar secara konvensional, 2) Terdapat perbedaan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki sikap percaya diri tinggi, kelompok siswa yang memiliki sikap percaya diri sedang dan kelompok siswa yang memiliki sikap percaya diri rendah, 3) Terdapat interaksi antara metode inkuiri dan sikap percaya diri siswa dalam mempengaruhi prestasi belajar matematika.
Sularmi (2006) dalam tesisnya yang berjudul Perbedaan Pengaruh Metode Inquiry-Discovery Dan Konvensional Terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri (Eksperimen di Sekolah Dasar Kecamatan Gatak Sukoharjo). Hasil analisis dari penelitian ini yaitu,(1) terdapat perbedaan pengaruh penerapan metode inquiry-discovery dan konvensional terhadap prestasi belajar IPA, (2) terdapat perbedaan pengaruh motivasi belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA, dan (3) terdapat pengaruh interaksi antara metode (Inquiry-Discovery dan Konvensional) dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA.
Dari penelitian yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dari setiap penelitian yaitu antara lain : Penelitian Slamet mengkaji tentang perbandingan metode penemuan terbimbing dengan metode pemberian tugas terhadap prestasi belajar, penelitian Rias Ernawati mengkaji tentang metode discovery melalui media gambar untuk meningkatkan hasil belajar, penelitian B. Subandriyo mengkaji tentang keefektifan metode inkuiri ditinjau dari sikap percaya diri dalam pembelajaran matematika, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sularmi mengkaji tentang perbedaan metode inquiry-discovery dengan metode konvensional terhadap proses belajar ditinjau dari motivasi belajar siswa. Dengan demikian penelitian � penelitian diatas mendukung penelitian ini yang menekankan pada penerapan Improving Learning dengan menggunakan teknik Inquiry sebagai usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika.
Tabel 2.1 Perbedaan variabel-variabel yang diteliti
No Variabel
Peneliti Tanya Jawab Metode Penemuan Motivasi Belajar Prestasi Aktivitas Pembelajaran Matematika
1 Wahyu Widyastuti v ? ? ? ?
2 Rias Ernawati ? ? ? ?
3 Subandriyo ? ? ?
4 Sularmi ? ?
5 Hema Nur Farida ? ? ? ?

B. Tinjauan Teori
1. Pembelajaran
a. Pengertian pembelajaran
Gagne (dalam Hidayat dkk 1990 : 2 ), belajar adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar.
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan proses aktif bagi siswa dan guru urituk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan �tahu� terhadap pengetahuan dan pada akhirnya �mampu� untuk melakukan sesuatu. Prinsip dasar KBM adalah memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan pemahamannya terhadap fakta/konsep/prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berpikir logis, kritis, dan kreatif ( 2006 ).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, yaitu pengertian belajar dan kegiatan belajar mengajar maka terdapat istilah yang relevan sesuai dengan perkembangan pendidikan sekarang yaitu pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta berlaku di manapun dan kapanpun ( Wikipedia : 2007 ).
b. Jenis-jenis Pembelajaran
1) Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah berarti tindakan memberi respon terhadap suatu masalah untuk menekan akibat buruknya atau memanfaatkan peluang keuntunganya.
Pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para siswa dalam proses pemecahannya.
2) Improving learning
Improving learning adalah pembelajaran yang di dalamnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif belajar dan lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi matematika. Sifat pembelajarannya dengan �mengalami� atau dengan �melakukan�, istilah itu digunakan untuk rangkaian pendekatan belajar berdasarkan kegiatan termasuk eksperimen, main peran, metode �penemuan� dan diskusi.
3) Lembar Kerja (LK)
LK merupakan salah satu cara dan variasi agar siswa dapat lebih aktif selama proses pembelajaran. LK adalah lembaran duplikat yang dibagikan guru kepada tiap siswa di suatu kelas untuk melakukan kegiatan/aktivitas belajar mengajar.
4) Suatu Studi Kasus: Model Missouri Mathematics Project (MMP)
MMP adalah model pembelajaran yang memuat langkah-langkah: pendahuluan atau review, pengembangan, latihan dengan bimbingan guru, kerja mandiri dan penutup (membuat rangkuman pelajaran, membuat renungan tentang hal-hal baik yang sudah dilakukan serta hal-hal kurang baik yang harus dihilangkan).
5) NHT (Mumbered Heads Together)
NHT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
2. Pendekatan Improving Learning
Pendekatan secara umum memiliki arti yang sangat kompleks. Dalam Wikibooks Indonesia (2007) dikatakan bahwa Pendekatan adalah suatu upaya penyederhanaan masalah sampai batas-batas tertentu sehingga masih dapat ditoleransi untuk memudahkan penyelesaiannya. Upaya ini digunakan hampir dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan di mana suatu masalah baru umumnya diselesaikan dengan menggunakan modifikasi cara pemecahan yang telah diketahui bagi permasalahan lain.
Basis pendekatan yang telah diubah terhadap pengajaran dan pembelajaran adalah bahwa pemikir dunia pendidikan dalam perempat abad 20 terakhir memusatkan perhatiannya agar para siswa dapat belajar dengan berhasil dalam konteks pembelajaran yang baru. Piaget (dalam Hamzah, 2001:6) menyatakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.
Improving Learning pertama kali dikembangkan oleh Glover Law, beliau orang Amerika. Improving Learning dikembangkan di Indonesia bertujuan untuk membuat proses pembelajaran menjadi efesien, efektif dan menyenangkan. Atau dalam masyarakat sering dikenal dengan pembelajaran yang lebih aktif. Improving lebih menekankan pada hasil yang dicapai, bukan metode yang digunakan. Selain itu improving learning cenderung didasarkan pada keaktifan siswa. Jadi improving learning adalah model perbaikan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dan lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi matematik.
Teori belajar Improve memandang anak sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Guru yang dipandang sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, sebaiknya mengetahui tingkat kesiapan anak untuk menerima pelajaran, termasuk memilih metode yang tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental, yaitu (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, guru seharusnya mengetahui hakikat matematika itu sendiri, hakikat anak dan cara mengajarkan matematika menurut teori yang diterapkan. Menurut teori belajar Improve, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (Hamzah, 2001 : 6).
West-Burnham (1992), mengidentifikasi pendekatan improving learning yang sifat pembelajarannya lewat �mengalami� atau dengan melakukan. Ia memberikan pemeri-pemeri mengenai kisaran guru dari �guru pengajar� ke �guru-fasilitator�, dan kisaran siswa dari �yang pembudak� ke �siswa yang belajar secara aktif�. Kemampuan menfasilitasi siswa-siswa pelajar aktif tercermin dalam pendekatan yang dibuat terhadap pengajaran dan dalam menggunakan ketrampilan berpikir pendukung sebagai basis perencanaan pelajaran.
Untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Improve ini digunakan teknik Inquiry. Menurut buku Making The PYP Happen yang diterjemahkan oleh Gatut Samuel ( 2004 : 78-80 ) berpendapat bahwa pembelajaran unit berdasarkan inquiri merupakan point penting dalam belajar matematika dimana siswa akan mengalami seakan berfikir dan bertindak sebagai ahli matematika. Siswa dan guru mengidentifikasi bersama apa yang mereka sudah ketahui yang relevan dengan inquirinya, apa yang ingin mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dan bagaimana cara terbaik untuk menemukan jawabannya.
Peaget (dalam Mulyasa, 2005 : 108) menyatakan inquiry merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. Inquiry sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan berlangsung mengajar harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Adapun langkah-langkah pelaksanaanya:
1) Membina suasana yang responsif diantara siswa. Penjelasan arti dan proses Improve dengan menggunakan Inquiry.
2) Mengemukakan permasalahan untuk di Inquiry (ditemukan) melalui cerita, film, gambar dan sebagainya, kemudian mengajukan pertanyaan kearah mencari, merumuskan dan memperjelas permasalahan dari cerita atau gambar.
3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Mengajukan pertanyaan yang bersifat mencari atau mengajukan informasi atas data tentang masalah tersebut.
4) Merumuskan hipotesis (asumsi atau perkiraan yang merupakan jawaban dari permasalahan tersebut). Perkiraan jawaban ini akan terlihat tidaknya setelah pengumpulan data dan pembuktian data. Siswa mencoba merumuskan hipotesis permasalahan tersebut. Guru membantunya dengan pertanyaan pancingan.
5) Menguji hipotesis. Guru mengajukan pertanyaan yang bersifat meminta data untuk pembuktian hipotesis.
6) Pengambilan kesimpulan. Perumusan kesimpulan ini dilakukan oleh guru dan siswa.
3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
a. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 17) aktivitas diartikan sebagai keaktifan, kegiatan, kesibukan. Kata aktivitas berasal dari bahasa Inggris dari kata activity yang berarti kegiatan (Budiono, 1998: 13). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer disebut aktivitas berasal dari kata kerja yang berarti giat, rajin, selalu berusaha, bekerja atau belajar dengan sungguh-sungguh supaya mendapat prestasi yang gemilang.
Keaktifan peserta didik dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan Aktivitas merupakan asas yang terpenting dari asas-asas didaktik karena belajar sendiri merupakan suatu kegiatan dan tanpa adanya kegiatan tidak mungkin seseorang belajar. Aktivitas sendiri tidak hanya aktivitas fisik saja tetapi juga aktivitas psikis. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat hanya pasif. Sedangkan aktivitas psikis adalah peserta didik yang daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran (Ahmad Rohani, 2004: 6).
Dalam konsep belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman pribadi yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan merupakan pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak didiknya. Sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan agar siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar. Menurut Piaget (Pardjono, 2001: 2006), ada 4 prinsip belajar aktif, yaitu: (1) siswa harus membangun pengetahuannya sendiri, sehingga bermakna, (2) cara belajar yang paling baik adalah jika mereka aktif dan berinteraksi dengan objek yang konkrit, (3) belajar harus berpusat pada siswa dan bersifat pribadi, (4) interaksi sosial dari kerjasama harus diberi peranan penting dalam kelas.
Jadi dalam proses belajar mengajar, siswalah yang harus membangun pengetahuannya sendiri. Sedangkan guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa (peserta didik) harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan objek yang nyata. Jadi belajar harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dan karena sekolah merupakan sebuah miniator dari masyarakat maka dalam proses pembelajaran harus terjadi saling kerjasama dan interaksi antar berbagai komponen yang terbaik. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang dia pelajari. Dengan mengalaminya sendiri, siswa memperoleh pengetahuan pemahaman dan ketrampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai.
b. Beberapa Aktivitas Siswa
Pendidikan saat ini menghendaki peranan aktivitas siswa dalam kegiatan interaksi dalam pembelajaran. Hal ini tidak berarti guru pasif atau tidak aktif dalam pembelajaran berlangsung, tetapi guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif belajar.
Herman Handoyo (dalam Rias, 1988 : 121-123) mengklasifikasikan aktivitas belajar atau yang menurutnya disebut aktivitas intelektual siswa, seperti pada uraian di bawah ini :
Pertama, menguji. Pada waktu guru memberikan materi, guru hendaknya melibatkan intelektual siswa yaitu dengan menguji dan eksplorasi situasi. Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengabstraksi dan menemukan. Mengabstraksi berarti mengidentifikasi esensi dari bentuk atau struktur dari hal yang diketahui sedangkan menemukan berarti menghasilkan sesuatu yang dianggap baru dengan menggunakan lmajinasi, pikiran atau eksperimen.
Kedua, mengungkapkan. Aktivitas ini mengharapkan siswa dapat menghasilkan kata, kalimat, bagan atau table dengan menggunakan symbol yang sesuai dengan situasi masalahnya. Ini merupakan proses belajar untuk mengkonstruksi model � model matematika dari situasi masalah yang dihadapi.
Ketiga, membuktikan. Apabila siswa sudah berhasil merumuskan sesuatu, mereka perlu membuktikan berdasarkan argument atau alas an yang terstruktur.
Keempat, mengaplikasikan masalah. Konsep dan prosedur yang telah diketahui perlu diaplikasikan kesituasi baru. Dalam mengaplikasikan mungkin siswa harus dapat mengabstraksikan.
Kelima, menyelesaikan masalah. Dari suatu masalah komplek yang dihadapai namun belum pernah diselesaikan, seorang siswa harus menyelesaikan dngan konsep atau teorema serta prosedur yang telah dikuasai.
Keenam, mengkomunikasikan. Aktivitas ini berupa pertukaran informasi diantara siswa, masing � masing dengan menggunakan symbol yang ama. Para siswa harus mendapat kesenpatan untuk menyatakan gagasan matematikanya secara verbal dan tertulis, mengkomprehensikan dan menginterpretasikan gagasan � gagasan yang nyatakan siswa lain.
Klasifikasi aktivitas belajar dari Herman Hudoyo di atas menunjukkan bahwa aktivitas dalam pembelajaran cukup kompleks dan bervariasi. Aktivitas disini tidak hanya terbatas pada aktivitas jasmani saja yang dapar secara langsung diamati tetapi juga meliputi aktivitas rohani.
c. Dampak Aktivitas Siswa
Dalam belajar sangat diperlukan adanya suatu aktivitas sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku menjadi kegiatan. Tidak akan ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau dasar yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Aktivitas tersebut tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja oleh siswa, tetapi juga harus dilakukan di luar kelas, kapanpun, dimanapun agar mendapat prestasi yang baik. Biasa melakukan, seperti halnya aktif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, rajin belajar setiap waktu tanpa ada harus menunggu disuruh, rajin membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang disampaikan oleh guru, rajin mencoba mengerjakan soal-soal yang terdapat didalam buku, dan juga melakukan aktivitas lainnya untuk meningkatkan prestasi.
Kecenderungan dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain, belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif sendiri. Bruner (dalam Erizal Gani, 2003) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar.
Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa adanya aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Jadi jelas bahwa dalam kegiatan belajar, siswa yang sebagai subyek haruslah aktif berbuat. Dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktvitas, belajar tidak akan mungkin berlangsung dengan baik.
4. Hubungan Aktivitas dan Prestasi Belajar
Dalam proses belajar yang sedang berlangsung di kelas melibatkan siswa dan menuntut siswa untuk melakukan aktiviatas belajar. Para siswa dituntut untuk mendengar, memperhatikan, dan mencerna pelajaran yang disampaikan oleh guru. Selain itu siswa juga harus aktif bertanya kepada guru tentang hal-hal yang belum jelas. Siswa harus lebih kritis, kreatif lebih perhatian dalam menerima pelajaran atau materi yang disampaikan oleh guru. Begitu juga sebaliknya guru juga harus memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan juga harus dapat menciptakan suasana belajar dalam kelas yang menimbulkan aktivitas siswa sehingga akan tercipta prose belajar mengajar yang baik dan akan menyebabkan interaksi di dalam kelas yang dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi didiknya.
Aktivitas merupakan hal yang sangat penting dalam peningkatan prestasi belajar siswa, karena di dalam proses kegiatan belajar mengajar tanpada adanya suatu keaktifan siswa, maka belajar tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Siswa yang aktif dalam belajar akan mendapatkan prestasi yang baik dibandingkan siswa yang kurang aktif di dalam belajar. Dengan demikian aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar karena segala sesuatu tidak akan tercapai secara maksimal bila setiap individu tidak aktif dalam melaksanakan suatu kegiatan.
C. Kerangka Berfikir
Prosedur penelitian tindakan kelas ini merupakan siklus dan dilaksanakan sesuai perencanaan tindakan atau perbaikan dari perencanaan tindakan terdahulu. Penelitian ini diperlukan evaluasi awal untuk mengetahui penyebab rendahnya keaktifan siswa dan observasi awal sebagai upaya untuk menemukan fakta-fakta yang dapat digunakan untuk melengkapi kajian teori yang ada dan untuk menyusun perencanaan tindakan yang tepat dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa.
Tindakan kelas yang dilaksanakan berupa pengajaran di kelas secara sistematis dengan tindakan pengelolaan kelas melalui strategi, pendekatan, metode dan teknik pengajaran yang tepat dengan penerapannya kondisional yang mengacu pada perencanaaan tindakan yang telah tersusun sebelumnya. Dalam penelitian setiap tindakan penelitian akan mengamati reaksi siswa dalam setiap tindakan pengajaran yang dilakukan didepan kelas. Dalam sekali tindakan biasanya permasalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian sehingga siklus tersebut harus terus berulang sampai permasalahan tersebut teratasi.
Gambar 2.1
Kerangka berfikir penelitian

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka, kajian teori dan kerangka berfikir dapat dirumuskan sebagai berikut jika guru menerapkan improving learning dengan menggunakan teknik inquiry maka keaktifan siswa akan meningkat.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas , (PTK) yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan informasi bagaimana tindakan yang tepat untuk meningkatkan keaktifan siswa. Sehingga penelitian ini difokuskan pada tindakan-tindakan sebagai usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika.
Penelitian kelas merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dimulai dari : a) perencanaan (planning), b) pelaksanaan (action), c) pengumpulan data (observing), d) menganalisis data / informasi untuk memutuskan sejauh mana kelebihan atau kelemahan tindakan tersebut (reflecting). PTK bercirikan perbaikan terus menerus sehingga kepuasan peneliti menjadi tolak ukur berhasilnya (berhentinya) siklus-siklus tersebut.
Setelah dilakukan refleksi yang mencakup analisa, sintesa dan penelitian terhadap hasil pengamatan serta hasil tindakan, biasanya muncul permasalahan yang perlu mendapat perhatian sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang.
Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara kepala sekolah, guru tetap dan peneliti. Kegiatan perencanaan awal dimulai dari melakukan studi pendahuluan. Pada kegiatan ini juga mendiskusikan cara melakukan tindakan pembelajaran dan bagaimana cara melakukan pengamatannya.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan sebagai penelitian mengenai implementasi improving learning dengan teknik inquiri sebagai usaha meningkatkan keaktifan belajar siswa di SMP Muhammadiyah I Surakarta. Sekolah ini merupakan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang termasuk kategori �Menengah�. Bukan merupakan sekolah �Unggulan� dan bukan pula sekolah yang �Terbelakang�. Peneliti mengadakan penelitian di sini dengan pertimbangan sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama dengan peneliti.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian direncanakan pada semester I, bulan Agustus 2007 sampai dengan September 2007, secara terperinci sebagai berikut:
Kegiatan penelitian Bulan pelaksanaan tahun 2006/2007
Juni Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Tahap persiapan
a. Kajian studi pustaka
b. Pembuatan desain penelitian
c. Konsultasi rancangan penelitian
d. Perumusan rancangan penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Perencanaan
b. Implementasi tindakan
c. Pengamatan kelas
d. Refleksi
e. Analisis dan interprestasi data
f. Perumusan hasil
3. Tahap Pelaporan
a. Penyusunan laporan
b. Penulisan laporan
c. Revisi dan editing
d. Penggandaan data
e. Penyetoran laporan
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Muhammadiyah I Surakarta tahun ajaran 2008/2009 dengan pertimbangan bahwa siswa pada sekolah ini memiliki kemampuan yang heterogen. Dalam penelitian ini dipilih satu kelas yaitu kelas VII SMP Muhammadiyah I Surakarta. Pemilihan dan penentuan subyek penelitian ini berdasarkan pada purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa secara keseluruhan, karena menurut guru tetap, siswa memiliki kemampuan akademik yang heterogen dan secara keseluruhan berkemampuan sedang.

D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan berbasis kelas kolaboratif. Suatu penelitian yang bersifat praktis, situasional dan konteksual berdasarkan permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di SMP. Kepala sekolah, guru dan peneliti senantiasa berupaya memperoleh hasil yang optimal melalui cara dan prosedur yang efektif sehingga dimungkinkan adanya tindakan yang berulang-ulang dengan revisi untuk meningkatkan keaktifan siswa.
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika serta perolehan manfaat yang lebih baik. Kepala sekolah, guru matematika dan penelitian dilibatkan sejak dialog awal sampai evaluasi. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu: 1). Dialog awal 2). Perencanaan tindakan 3). Pelaksanaan tindakan 4). Observasi dan monitoring 5). Refleksi 6). Evaluasi.
Langkah-langkah penelitian untuk setiap siklus perlakuan pembelajaran matematika diilustrasikan dalam siklus sebaga berikut:

Putaran I

Putaran II

Gambar 3.1
Proses Penelitian Tindakan
Sumber: Modifikasi sari Kemmis dan MC Taggart (Sutama, 2000: 92)

1). Dialog awal
Dialog awal dilakukan peneliti, guru matematika dan kepala sekolah untuk melakukan pengenalan, penyatuan ide dan berdiskusi untuk membahas masalah yang muncul. Serta cara-cara peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika yang terfokus pada interaksi antara guru dan siswa. Peserta dialog juga membicarakan model dan alternatif pembelajaran yang akan dipraktekkan dan dikembangkan. Dialog ini nantinya akan menyepakati penanganan masalah peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika melalui improving learning.
2) Perencanaan Tindakan
Langkah-langkah persiapan yang dilakukan untuk mengadakan tindakan terdiri dari:
a. Memperbaiki kompetensi material guru dalam bidang matematika
Setiap guru pasti menemui berbagai masalah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, sehingga akan lebih baik jika guru mengajukan masalah kemudian peneliti memberi bantuan. Hal ini yang dapat dilakukan peneliti adalah melihat guru dalam pembelajaran melakukan suatu kemudian memberi masukan.
1) Mengenai materi matematika yaitu mengidentifikasi materi matematika kelas VII semester I yang akan diajarkan dan mendiskusikan penyebab rendahnya keaktifan siswa.
2) Mengenai metodologi pembelajaran yaitu mendiskusikan bagaimana manfaat berbagai strategi pembelajaran dan mendiskusikan bagaimana memanfaatkan strategi pembelajaran yang tepat untuk mendapatkan hasil yang optimal.
b. Identifkasi Masalah dan Penyebabnya
Peneliti merumuskan permasalahan siswa sebagai upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika. Tindakan yang ditawarkan pada identifikasi masalah antara lain:
1) Diskusi peneliti dengan guru kelas VII
Diskusi ini dilakukan untuk membahas batasan-batasan masalah yang terjadi pada siswa kelas VII.
2) Tes yang diberikan pada saat tindakan kelas
Tes yang diujikan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasikan materi yang dirasa sulit bagi siswa.
c. Identifikasi siswa
Proses identifikasi dilakukan untuk menemukan siswa yang aktif atau yang pasif dalam belajar melalui kegiatan rangkaian pengumpulan data. Tindakan yang ditawarkan pada identifikasi siswa ini antara lain:
1) Diskusi dengan guru kelas VII sebelum pelaksanaan tindakan
2) Mengacu pada dokumen hasil tes tentang materi yang diberikan pada saat dilaksanakan tindakan.
d. Perencanaan Solusi Masalah
Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika adalah menerapkan improving learning dengan menggunakan teknik inquiry.
3) Pelaksanaan Tindakan
Tindakan dilaksanakan berdasarkan perencanaan, namun tindakan tidak mutlak dikendalikan oleh rencana suatu tindakan yang diputuskan mengandung resiko karena terjadi dalam situasi nyata, oleh karena itu rencana tindakan harus bersifat tentatif dan sementara, fleksibel dan siap diubah sesuai dengan kondisi yang ada sebagai usaha kearah perbaikan. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan selama dua minggu terbagi dalam tiga putaran.
4) Observasi dan Monitoring
Observasi berperan dalam upaya perbaikan praktek profesional melalui pemahaman yang lebih baik dan perencanaan tindakan yang lebih kritis.
Kegiatan ini dilakukan peneliti dengan dibekali lembar pengamatan menurut aspek-aspek identifikasi, waktu pelaksanaan, pendekatan, metode dan tindakan yang dilakukan peneliti, tingkah laku siswa serta kelemahan dan kelebihan yang ditemukan.
5) Refleksi
Dalam pengambilan keputusan secara efektif perlu dilakukan refleksi yaitu merenungkan apa yang telah terjadi dan tidak terjadi. Mengapa segala sesuatu terjadi dan atau tidak terjadi pada observasi implementasi tindakan serta mencari solusi atau jalan alternatif lainnya yang perlu ditempuh pada perencanaan tindakan selanjutnya.
Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langsung lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Kegiatan refleksi ini dilakukan setiap akhir pembelajaran matematika, tetapi secara informal dapat dilakukan dialog menangani masalah yang muncul.
6) Evaluasi
Kegiatan ini sebagai proses pengumpulan data, mengolah data dan menyajikan informasi sehingga bermanfaat untuk pengambilan keputusan tindakan. Evaluasi diarahkan pada penemuan dari bukti-bukti dari peningkatan keaktifan siswa belajar matematika yang terjadi setelah suatu tindakan.

E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian bersumber dari interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran matematika dan berupa data tindakan belajar atau perilaku belajar yang dihasilkan dari tindakan yang mengajar. Pengambilan data dilakukan dengan:
2. Metode Observasi
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti dan sistematis (Suharsimi Arikunto, 1998:28). Pengumpulan data melalui observasi dilakukan sendiri oleh peneliti pada kelas yang dijadikan sample untuk mendapatkan gambaran secara langsung kegiatan belajar siswa dikelas.
3. Metode Tes
Suharsimi Arikunto (1998:139) menyatakan �Metode tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok�. Metode tes digunakan sebagai instrumen penelitian dalam pengumpulan data untuk mengetahui siswa yang mau mengerjakan soal dan yang tidak mengerjakan soal. Bentuk tes berupa uraian, karena dengan tes uraian akan terlihat kemampuan siswa dalam mempresentasikan setiap soal yang diberikan disamping melihat langkah-langkah pengerjaan dari soal.
4. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat temuan selama pembelajaran yang diperoleh peneliti yang tidak teramati dalam lembar observasi bentuk temuan ini berupa aktivitas siswa dan permasalahan yang dihadapi selama pembelajaran.
5. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode untuk memperoleh atau mengetahui sesuatu dengan buku-buku, arsip yang berhubungan dengan yang diteliti. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah dan nama siswa kelas VII, serta foto rekaman proses tindakan penelitian.
F. Instrumen Penelitian
1. Definisi Operasional Variabel
a. Improving Learning
Improving learning adalah pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa belajar. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan improving learning digunakan teknik inquiry.
b. Meningkatkan
Pada penelitian ini yang dimaksudkan meningkatkan adalah usaha untuk menjadikan lebih baik sesuai dengan kondisi yang dapat diciptakan atau diusahakan melalui pelaksanaan belajar mengajar dikelas, khususnya pada pelajaran matematika guna meningkatkan keaktifan siswa.
c. Keaktifan
Keaktifan yang dimaksudkan adalah kemampuan siswa untuk bertanya, berdiskusi dan mengerjakan latihan-latihan soal pada waktu pembelajaran matematika.
d. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar mengajar matematika dikelas yang melibatkan siswa, guru, materi ajar matematika dan lingkungan belajar. Pada pembelajaran matematika siswa sebagai subyek sedangkan guru berfungsi sebagai pembimbing, pemotifasi dan pengelola kegiatan belajar.
2. Pengembangan Instrumen
Instrumen penelitian dikembangkan oleh peneliti bersama mitra guru matematika, dengan menjaga validitas isi. Berdasarkan cara pelaksanaan dan tujuan, penelitian ini menggunakan observasi. Dalam melakukan observasi, menggunakan pedoman observasi (terlampir). Pedoman ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. Observasi tindak mengajar,
b. Observasi tindak belajar yang beraitan dengan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika,
c. Keterangan tambahan yang berkaitan dengan tindak mengajar maupun tindak belajar yang belum tercapai.
Jadi dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam ataupun sosial yang diamati. Dalam pengumpulan data digunakan beberapa instrumen sebagai berikut:
1. catatan lapangan
2. test
3. observasi
3. Validitas Isi Instrumen
Untuk menjamin pemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian, maka dipilih dan ditentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 1998:178).
Penelitian ini menggunakan triangulasi penyelidikan dengan jalan memanfaatkan peneliti atau penguatan untuk pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya dalam hal ini adalah guru matematika kelas VII dan kepala sekolah itu sendiri dapat membantu mengulangi kemenangan dalam pengumpulan data.

G. Teknik Analisis Data
Pada penelitian tindakan kelas ini, data dianalisis sejak tindakan pembelajaran dilakukan dan dikembangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan laporan. Untuk kesinambungan dan kedalaman dalam pengajaran data dalam penelitian ini digunakan analisis interaktif. Data yang dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penadikan kesimpulan dilakukan dalam bentuk interaktif dengan pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Menurut M. B. Miles (1992 : 20) proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam skema berikut:
Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data Penarikan Kesimpulan

Gambar 3.2 Proses Analisis Interaktif
Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari hasil catatan lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami, dilakukan secara bertahap adri kesimpulan sementara kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, Rias. 2005. Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Metode Discoveri melalui Media Gambar. Skripsi. Surakarta: UMS (tidak diterbitkan)

Law, Glover. 2005. Improving Learning, Jakarta: Grasindo.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Jakarta: UI-Press..

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Subandriyo, B. 2006. Studi Tentang Keefektifan Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Sikap Percaya Diri Siswa. Tesis. Surakarta: UNS http://pasca.uns.ac.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=81

Sularmi. 2006. Perbedaan Pengaruh Metode Inquiry-Discovery Dan Konvensional Terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri. Tesis. Surakarta: UNS. http://pasca.uns.ac.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=60

Sutama. 2000. Peningkatan Efektifitas Pembelajaran Matematika Melalui Pembenahan Gaya Mengajar Guru di SLTP Negeri 18 Surakarta. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UMY (tidak dipublikasikan).

Widiyastuti, Wahyu. 2003. Eksperimentasi Pengajaran Matematika dengan Metode Penemuan melalui Tanya Jawab pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa. Skripsi. Surakarta: UMS (tidak diterbitkan)

Kamis, 09 Juni 2011

PERSENTASE PERILAKU ORANG TUA UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK PADA SD NEGERI 5 BATURITI, TABANAN

LAPORAN INDIVIDU
KULIAH KERJA NYATA (KKN) PROGRAM ALTERNATIF
PERSENTASE PERILAKU ORANG TUA UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK PADA SD NEGERI 5 BATURITI, TABANAN



PUSKESMAS : BATURITI 1
KECAMATAN : BATURITI
KABUPATEN : TABANAN

OLEH :
Irmayanti
(p07120108095)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. ANALISIS SITUASI
Sampai saat ini masalah kesehatan gigi termasuk salah satu
penyakit yang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan gigi sehingga angka kesehatan gigi di Indonesia terus menurun tiap tahunnya. Sejauh ini beberapa program sudah dilakukan Pemerintah untuk menaikkan derajat kesehatan gigi termasuk penyuluhan dan lain sebagainya akan tetapi kurang dapat menaikkan dearajat kesehatan gigi di sektor masyarakat. Pendidikan kesehatan gigi sejak dini sangat penting, untuk mencegah terjadinya kerusakan gigi sejak dini. Karena, kesehatan gigi sangat berpengaruh pada kesehatan umum dan tentunya aktivitas individu sehari-hari.
Tujuan dari pencegahan dan perawatan gigi sejak dini adalah untuk mendapatkan suatu keadaan gigi yang bebas dari penyakit, gigi yang sehat dan bersih. Mulut yang benar-benar sehat sangat jarang dijumpai, dimana mulut yang sehat adalah mulut yang memiliki gusi yang sehat dan tidak tercium bau mulut ( Halitosis ). Maka dari itu untuk mendapatkan mulut yang sehat kita harus menjaga kesehatan dan kebersihan mulut dengan mengurangi makanan manis yang bisa menimbulkan gigi berlubang, dan selalu memakan makanan yang bergizi untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut.
Peran serta orang tua siswa sangatlah berpengaruh pada perilaku anak untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pendidikan kesehatan gigi dan mulut tidaklah dituju pada anak-anak saja, melainkan orang tua siswa juga perlu pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut. Tidak hanya untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut sendiri, melainkan dapat memberikan contoh pada anak mereka masing-masing, oleh karena itu dibutuhkan suatu gagasan inovatif untuk memberi pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut kepada orang tua siswa, dan dapat memberikan saran-saran yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut anak.

Untuk mewujudkan kesehatan yang optimal bagi anak-anak, maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pelayanan usaha kesehatan dapat dikembangkan melalui puskesmas dengan melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut. Dalam hal ini, pada lingkungan sekolah dasar merupakan sasaran yang tepat untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit gigi dan mulut. Melalui aplikasi Irene�s Donut mengarahkan kepada orang tua siswa untuk mendidik siswa dalam melakukan kebiasaan pemeliharaan kesehatan gigi sejak dini yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut di kemudian hari, serta memberikan pengarahan pada orang tua siswa.
Penelitian Kesehatan Gigi dan Mulut ini dilakukan pada siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan. Dengan jumlah siswa sebanyak 124 orang, dan penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 10 orang secara random atau acak serta mendatangi rumah masing-masing sampel. Disekolah ini masih jarang dilakukan program peningkatan kesehatan gigi dan mulut dalam bentuk penyuluhan, pemeriksaan, dan perawatan oleh tenaga kesehatan. Dengan dilakukannya penelitian kesehatan gigi dapat diketahui masalah kesehatan gigi dan mulut dan mengupayakan untuk seringnya dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan sikat gigi massal sebagai dasar program pencegahan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemikiran analisis situasi diatas, maka penulis dapat mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1. Berapakah persentase perilaku orang tua sebelum dilakukannya penelitian menggunakan Irene�s Donut?
2. Berapakah persentase perilaku orang tua setelah dilakukannya penelitian menggunakan Irene�s Donut?
3. Apa saja saran yang dapat dianjurkan untuk meningkatkan perilaku kesehatan gigi dan mulut?
4. Apa saja yang dapat dilakukan peneliti setelah melakukan penelitian menggunakan Irene�s Donut?




BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT

2.1. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan permasalahan yang dikemukakan penulis di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui persentase perilaku orang tua sebelum dilakukannya penelitian menggunakan Instrument Penelitian Irene�s Donut
2. Untuk mengetahui persentase perilaku orang tua setelah dilakukannya penelitian menggunakan Instrument Penelitian Irene�s Donut
3. Untuk mengetahui berbagai saran dari Instrument penelitian Irene�s Donut yang dapat dianjurkan untuk meningkatkan perilaku kesehatan gigi dan mulut
4. Untuk mengetahui yang dapat peneliti lakukan setelah melakukan penelitian menggunakan Instrument Penelitian Irene�s Donut


2.2. MANFAAT PENULISAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut :
1. Dapat memberikan masukan kepada orang tua siswa untuk meningkatkan perilaku mereka dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, agar dapat memberikan contoh pada anak untuk tetap menjaga kesehatan gigi dan mulut.
2. Dapat memberikan masukan kepada anak- anak untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut diri sendiri agar kesehatan gigi dan mulut mereka mulai terjaga sejak dini.

3. Dapat memberikan masukan kepada petugas kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas agar dapat menyusun rencana kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk masyarakat terutama anak-anak tingkat SD yang masih perlu banyak pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut.



BAB III
KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH

3.1. ANATOMI GIGI
3.1.1. Pengertian Anatomi Gigi
Anatomi gigi merupakan ilmu yang mempelajari tentang susunan/striktur dan bentuk/konfigurasi gigi, hubungan antara gigi yang satu dengan gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan disekitarnya.
3.1.2. Awal Perkembangan Gigi
Mahkota dan bagian akar dibentuk jauh sebelum gigi tersebut keluar di dalam mulut (erupsi), mahkota dibentuk dahulu, baru akar. Perkembangan setiap gigi individu dimulai dengan pembentukan benih gigi. Benih gigi berasal dari 2 jaringan embrio yaitu bagian yang berkembang dari lamina gigi yang berasal dari ektodermal dan bagian lain yang berasal dari mesensim yang terletak di bawah ektodermal. Benih gigi dibentuk dari 3 organ pembentuk :
a. Organ enamel merupakan organ yang berkembang seperti tombol, tumbuh di atas lamina gigi (berasal dari ektodermal), dan berasal dari epitel dimana lapisan dalamnya membentuk enamel. Kuntum dari sel epithelial (organ enamel) dibentuk sebagai hasil dari pembiakan sel-sel. Perkembangan selanjutnya, mengahsilkan bentuk kuntum (bud), bentuk topi (cup), bentuk lonceng (bell) dari organ enamel.
b. Dental papilla (organ dentin) merupakan yang berkembang dari dasar jaringan mesensim (jaringan pengikat permulaan) yang berasal dari mesensim dan akan membentuk dentin dan tinggal di sekitar ruang sentral dari dentin sebagai pulpa.
c. Kantung gigi (organ periodontal) merupakan yang juga berkembang dari dasar jaringan mesensim, yang berasal dari jaringan mesensim dan akan membentuk struktur penyanggah gigi, sementum, tulang alveolar dan selaput periodontal.
Tidak semua gigi berkembang dalam waktu yang sama. Tanda-tanda pertama dari perkembangan gigi pada embrio ditemukan di daerah anterior mandibula waktu usia 5 saampai 6 minggu, sesudah terjadi tanda-tanda perkembangan gigi di daerah anterior maksila kemudian berlanjut kea rah posterior dari kedua rahang. Perkembangan dimulai dengan pembentukan lamina gigi. Dental lamina adalah suatu pita pipih yang terjadi karena penebalan jaringan epitel mulut (ektodermal) yang meluas sepanjang batas oklusal dari mandibula dan maksila pada tempat mana gigi-gigi akan muncul kemudian. Dental lamina tumbuh dari permukaan sampai dasar mesensim.
3.1.3. Bagian Gigi
A. Bagian gigi yang dilihat secara makroskopis (menurut letak dari email dan sementum) :
1. Mahkota/korona merupakan bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel atau email dan normal terletak diluar jaringan gusi/gingival.
2. Akar/radix merupakan bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibula.
3. Garis servikal atau biasa disebut semento enamel junction merupakan batas antara jaringan sementum dan email, yang merupakan pertemuan antara mahkota dan akar gigi.
4. Ujung akar atau apeks merupakan titik yang terujung dari suatu benda yang runcing atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi.
5. Tepi insisal (insisal edge) merupakan suatu tonjolan kecil dan panjang pada bagian korona dari gigi insisivus dan yang digunakan untuk memotong makanan.
6. Tonjolan atau Cups merupakan tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan gigi posterior, yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal.
B. Bagian gigi yang dilihat secara mikroskopis
1. Email / Enamel
Enamel atau email berasal dari jaringan ectoderm, susunannya agak istimewa yaitu penuh dengan garam-garam CA. Bila dibandingkan dengan jaringan-jaringan gigi yang lain, email merupakan jaringan yang paling keras, paling kuat oleh karena itu ia merupakan pelindung gigi yang paling kuat terhadap rangsangan-rangsangan pada waktu pengunyahan. Tetapi email tidak mempunyai kemampuan untuk menggantikan bagin-bagian yang rusak.
2. Dentin
Dentin berasal dari jaringan mesoderm yaitu mempunyai susunan dan asal yang sama dengan jaringan tulang. Dentin mempunyai hubungan dengan jaringan-jaringan yang ada di dalam rahang/gusi sehingga bila rusak, dentin mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali.
3. Pulpa
Pulpa merupakan jaringan lunak yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf, yang menyuplai oksigen dan nutrisi untuk gigi, serta berperan dalam menghasilkan kepekaan gigi. Fungsi utama pulpa adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan gigi. Pulpa terletak memanjang dari atap kamar pulpa sampai ujung saluran akar.
4. Sementum
Sementum bagian dari jaringan gigi dan termasuk juga bagian dari jaringan periodontium karena menghubungkan gigi dengan tulang rahang dengan jaringan yang terdapat di selaput periodontal. Jaringan sementum tidak mengadakan resorpsi atau pembentukan kembali tetapi mengalami apposisi makin tua umur maka makin tebal lapisan semen, pembentukan semen ini berjalan dari arah selaput periodontal sebagai lapisan.
3.1.4. Fungsi Gigi
Gigi geligi manusia mempunyai fungsi, sebagai berikut :
a. Untuk memotong dan memperkecil bahan-bahan makanan pada waktu pengunyahan. Gigi yang fungsinya untuk memotong adalah gigi insisivus, gigi yang fungsinya untuk merobek makanan adalah gigi kaninus, gigi yang fungsinya untuk mengoyak atau menggiling makanan adalah gigi molar.
b. Untuk mempertahankan jaringan penyanggahan, supaya tetap dalam kondisi yang baik, dan terikat dengan erat dalam lengkung gigi serta membantu dalam perkembangan dan perlindungan dari jaringan-jaringan yang menyanggahnya.
c. Untuk memproduksi dan mempertahankan suara atau bunyi
d. Untuk estetik
e. Untuk melindungi jaringan-jaringan penanamnya.
3.2. DENTAL PLAK
Permukaan gigi kita tidak pernah betul-betul bersih. Segera setelah kita sikat gigi pun, lapisan tipis (disebut biofilm) akan segera terbentuk, yang mengandung banyak sekali mikroorganisme baik maupun jahat, dan akan bergabung dengan sisa makanan yang kemudian disebut plak gigi.
Dental plak merupakan deposit lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam saliva dan koloni mikroorganisme mulut ( pada umumnya Streptococcus mutans ). Dental plak merekat kuat pada permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang sulit terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigi-gigi premolar-molar atau pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan malposisi. Pelekatannya melalui pellicle memerlukan gosok gigi dengan tepat untuk dapat terlepas, tidak sekedar kumur-kumur. Dental plak adalah �rumah� ideal dari mikroorganisme mulut untuk menempel pada gigi, karena kuman terlindung dengan baik dari pembersihan alami dengan saliva dan lidah, kuman akan terus berkembang, membentuk asam dari sisa-sisa makanan dan memicu mineralisasi dari struktur keras gigi, dengan demikian gigi pun perlahan tapi pasti akan �keropos� dan membentuk karies yang jika berlanjut dapat merusak pulp chamber dan memicu penyakit-penyakit pulpa. Namun jika proses tersebut terjadi pada dental plak yang terletak pada gigi dekat gusi, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginal dan mengarah pada penyakit-penyakit periodontal (gingivitis marginal, periodontitis marginal bahkan hingga abses periodontal ).
Plak akan �matang� setelah 1-2 hari tanpa penyikatan gigi sama sekali, dan mengandung material organik seperti lemak, protein dan enzim serta material anorganik yaitu mineral terutama kalsium dan fosfor. Plak yang menumpuk dapat menyebabkan peradangan pada gusi, akibatnya gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah berdarah. Kondisi ini juga dapat menyebabkan bau mulut karena plak akan diolah oleh bakteri dan menghasilkan senyawa sulfur yang menjadi sumber bau tak sedap.
3.3. KARIES GIGI
3.3.1. Pengertian Karies
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan peri apeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan.
3.3.2. Etiologi Karies
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa, dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat factor penyebab tersebut kadang-kadang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat factor tersebut diatas ada.
Keempat factor tersebut merupakan factor dalam :

WAKTU
PLAK
SUBSTRAT
HOST
KARIES
a. Host (Gigi dan Saliva)
Gigi adalah bagian tubuh yang terkeras dan terkuat dari anggota tubuh lainnya. Bahkan jika dibandingkan dengan tulang sekalipun. Hanya saja kelemahan dari gigi adalah tidak tahan terhadap serangan asam dan jika rusak, gigi tidak mempunyai daya reparatif (memperbaiki diri sendiri) sebagaimana anggota tubuh lainnya. Karena itu sekali lubang gigi terbentuk maka tidak ada jalan lain untuk mengembalikannya ke keadaan semula kecuali dengan ditambal. Sedangkan untuk mencegah terbentuknya karies maka pencegahan pertama adalah dengan mengurangi aktivitas fermentasi gula menjadi asam oleh bakteri yaitu mengurangi akumulasi plak dengan menggosok gigi setiap hari dan teliti setiap permukaan gigi sudah tersikat.
Plak yang mengandung bakteri marupakan awal bagi terbentuknya karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan tersebut yaitu:
a. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit palatal insisif.
b. Permukaan halus di daera proksimal sedikit di bawah titik kontak
c. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
d. Pemukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodontium
e. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper
f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan
b. Agent (Bakteri Kariogenik)
Walaupun penyebabnya rnultifaktor, namun dapat dikatakan bahwa pemicu terjadinya Ieries gigi adalah bakteri kariogenik Streptococcus mutans, terutama S. mutans serolipe c (Schachtele, 1990). S. mutans mempunyai sistem enzim yang dapat mensintesis gluten dari sukrosa. Enzim yang berperan adalah glukosiltransferase (GTF) yang terdapat di dalam dinding selnya (Lehner, 1992). Glukan ikatan glikosidik a(1-3) yang disintesis oleh GTF, merupakan prekursor pembentuk plak gigi (Schachtele, 1990).
Telah diketahui bahwa mikroorganisme penyebab karies gigi adalah bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melekat dan berkolonisasi pada jaringan mulut (Brady, 1992), hal ini karena Streptococcus mutans mempunyai berbagai polimer permukaan sel sebagai bahan antigen yang dikenal sebagai antigen B, 1/I1, IF, Pac, SR, P1 (Matshusita, 1994). Antigen tersebut berperan sebagai adhesin yang memiliki reseptor pada salah satu komponen saliva yang dikenal sebagai reseptor adhesin sehingga terjadi interaksi antara bakteri dengan saliva yang dapat membentuk lapisan biofilm di permukaan gigi atau bahan restorasi sehingga menghantar terjadinya proses kolonisasi.
Bakteri Streptococcus mutans dapat berikatan dan beragregasi dengan berbagai molekul saliva seperti: sIgA, B2, mikroglobulin, histidin rich polipeptides, glikoprotein 60 kD dan glikoprotein dengan berat molekul tinggi. Khusus untuk antigen Pac diketahui dapat berikatan dengan protein saliva dengan berat molekul 28000 kD, lisozim dan a amilase. Protein saliva yang berikatan dengan molekul Pac tersebut dikenal dengan agglutinin saliva sebagai media perlekatan (adherensi) bakteri Streptococcus mutans (Nakai dkk, 1993).

c. Environment
Bahan makanan (karbohidrat) dapat memicu terjadinya karies gigi harus kontak dengan permukaan gigi dalam waktu cukup lama. Karbodidrat ini apabila terdapat dalam jumlah cukup besar, sering dikonsumsi, terutama jenis yang lengket atau melekat pada gigi , maka kemungkinan terjadinya karies juga cukup tinggi. Ada jenis karbohidrat yang dijumpai, yaitu : tepung polisakarida, sukrosa dan glukosa, dimana sukrosa paling mudah menyebabkan terjadinya karies atau lubang gigi.
Karbohidrat ini dapat dijumpai pada hampir semua makanan, sedangkan makanan atau pada jajanan yang disukai pada anak-anak banyak dijumpai pada makanan : permen, coklat, kue-kue dan gula. Sedangkan karbohidrat dalam buah-buahan tidak menimbulkan karies, karena jumlahnya tidak banyak. Meskipun karbohidrat dapat menyebabkan karies, namun demikian kita tidak perlu takut untuk mengkonsumsinya, asalkan kita rajin membersihkan dan merawat gigi kita dengan baik dan benar.
Bakteri pada mulut seseorang akan mengubah glukosa, fruktosa, dan sukrosa menjadi asam laktat melalui sebuah proses glikolisis yang disebut fermentasi. Bila asam ini mengenai gigi dapat menyebabkan demineralisasi. Proses sebaliknya, remineralisasi dapat terjadi bila pH telah dinetralkan. Mineral yang diperlukan gigi tersedia pada air liur dan pasta gigi berflorida dan cairan pencuci mulut. Karies lanjut dapat ditahan pada tingkat ini. Bila demineralisasi terus berlanjut, maka akan terjadi proses pelubangan.
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstrasel. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menrunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email.
Sintesa polisakarida ekstrasl dari sukrosa lebih cepat ketimbang glukosa, fruktosa dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena sukrosa merupakan gula yan paling banyak diknsumsi maka sukrosa merupakan penyebab karies utama.
d. Time
Waktu berperan pada perkembangan karies, dimana setelah seseorang mengkonsumsi gula atau karbohidrat/substrat makan terjadi penumpukan sisa makanan, jika tidak dibersihkan terjadi penumpukan sisa makanan yang nantinya menarik bakteri dan bakteri akan memetaboisme menjadi asam dan menurunkan pH. pH dapat menjadi normal karena dinetralkan oleh air liur dan proses sebelumnya telah melarutkan mineral gigi. Demineralisasi akan terjadi setelah 2 jam. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur, sebagai upaya pencegahan karies secara dini.
Tingkat frekuensi gigi terkena dengan lingkungan yang kariogenik dapat mempengaruhi perkembangan karies. Setelah seseorang mengonsumsi makanan mengandung gula, maka bakteri pada mulut dapat memetabolisme gula menjadi asam dan menurunkan pH. pH dapat menjadi normal karena dinetralkan oleh air liur dan proses sebelumnya telah melarutkan mineral gigi. Demineralisasi dapat terjadi setelah 2 jam.
Apabila keempat faktor tersebut saling bekerja sama maka proses karies akan semakin cepat terjadi. Sedangkan jika salah satu dari keempat faktor tersebut tidak bekerja maka karies tidak akan terjadi.
Selain Faktor dalam, terdapat juga factor luar yang mempengaruhi terbentuknya karies, antara lain :
a. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor-faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Seseorang yang memiliki faktor resiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibandingkan yang kurang kuat pengaruhnya.
b. Jenis Kelamin
Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama di dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies.
c. Suku Bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapat hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.
d. Letak Geografis
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.
e. Kultur Sosial Penduduk
Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.
f. Kesadaran, Sikap dan Prilaku Individu
Keadaan kesehatan gigi dan mulut sangat ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran dari masing-masing individu akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, yang kemudian akan menentukan sikap dan prilaku yang diambil oleh masing-masing individu. Misalnya dengan kebiasaan menggosok gigi minimal 2 kali setelah sarapan dan sebelum tidur, rajin kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, dan lain-lain.
3.3.3. Penggolongan Karies
Karies dapat diklasifikasikan menjadi 6 (enam) golongan, antara lain :
a. Penggolongan karies berdasarkan dalamnya karies, ada 3 (tiga) jenis yaitu :
1. Karies Superficial
Karies Superficial merupakan karies yang baru menyerang sampai bagian enamel gigi.
2. Karies Media
Karies Media merupakan karies yang sudah menyerang enamel dan dentin tapi belum melewati setengah tebal dentin.
3. Karies Profunda
Karies Profunda merupakan karies yang telah menyerang lebih dari setengah tebal dentin dan terkadang sudah sampai atap dan pulpa gigi.

b. Penggolongan karies berdasarkan lokasi dari karies, ada 3 (tiga) jenis yaitu :
1. Pit dan Fissure Karies
Karies Pit dan Fissure merupakan karies yang terjadi pada daerah pit dan fissure dari gigi geligi belakang.
2. Smooth Surface Karies
Karies Smooth Surface merupakan karies pada daerah permukaan yang halus misalnya pada ujung cups dari gigi geligi belakang.
3. Cervical Karies
Karies Cervical merupakan karies pada daerah cervical gigi, biasanya terjadi pada gigi geligi yang telah mengalami retraksi gingival.
c. Penggolongan karies berdasarkan cepatnya penjalaran proses karies, ada 5 (lima) jenis yaitu :
1. Acute Karies / Aktiva Karies
Acute karies atau aktiva karies merupakan karies yang prosesnya berjalan sangat cepat, disinilah terlihat jaringan dentin yang kekuning-kuningan dan lunak.
2. Chronic Karies
Chronic karies merupakan karies yang prosesnya berjalan lambat, dentin terlihat coklat tua, karena pulpa gigi masih sempat membentuk sekunder dentin.
3. Rampant Karies
Rampant karies merupakan karies yang menyerang seseorang dengan hebat dan perjalanannya sangat cepat sekali sehingga hampir seluruh gigi diserang, demikian juga gigi yang telah ditumpat.
4. Jenile Karies
Jenile karies merupakan karies yang biasanya terjadi pada permukaan akar dari gigi yang telah mengalami retraksi gingiva, umumnya pada orang usia lanjut.
5. Arrested Karies
Arrested karies merupakan karies yang telah menyerang suatu gigi kemudian proses penjalarannya berhenti. Di daerah dentin sering terlihat adanya transparant dentin yang dibentuk dalam usaha menahan penjalaran karies
6. Penggolongan karies berdasarkan jumlah permukaan gigi yag terserang karies, ada 2 (dua) jenis yaitu :
7. Simple Karies
Simple karies merupakan karies yang terjadi hanya pada satu permukaan saja, misalnya : karies oklusal.
8. Compound atau Complex Karies
Compound atau complex karies merupakan karies yang terjadi dan mengenai lebih dari satu permukaan gigi
9. Penggolongan karies berdasarkan G.V. Black, karies dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu :
10. Kelas I
Karies kelas I terjadi pada permukaan occlusal. Karies pada 2/3 occlusal, baik pada permukaan labial/lingual/palatal dari gigi-geligi, juga karies yang terdapat pada permukaan lingual gigi-geligi depan.
11. Kelas II
Karies kelas II merupakan karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi belakang temasuk karies yang menjalar ke permukan occlusalnya.
12. Kelas III
Karies kelas III merupakan karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi depan dan belum mengenai incisal edge.
13. Kelas IV
Karies kelas IV merupakan karies yang terdapat pada permukaan proximal gigi-geligi depan dan telah mengenai incisal edge.
14. Kelas V
Karies kelas V merupakan karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan buccal/labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi.
15. Kelas VI
Karies kelas VI merupakan karies yang terdapat pada daerah incisal edge gigi depan atau pada ujung cups dari gigi belakang.
d. Penggolongan karies berdasarkan gigi geligi yang mudah diserang karies, ada 14 jenis yaitu :
1. Molar satu bawah
2. Molar satu atas
3. Premolar dua atas
4. Premolar satu atas
5. Molar dua bawah
6. Molar dua atas
7. Premolar dua bawah
8. Incisive dua atas
9. Incisive dua bawah
10. Caninus atas
11. Premolar satu bawah
12. Incisive dua bawah
13. Incisive satu bawah
14. Caninus bawah
3.3.4. Proses Terjadinya Karies
Dari berbagai teori mengenai terjadinya karies, ternyata bukti-bukti penelitian banyak mendukung teori Miller, dengan penyempurnaan teori ini dan membuktikan bahwa interaksi antara faktor-faktor utama yaitu : host, agent,lingkungan dan waktu adalah cukup rumit. Permulaan terjadinya karies adalah larutnya permukaan enamel oleh asam hasil fermentasi karbohidrat oleh kuman. Dengan adanya sistem buffer yang ada pada saliva, plak, dan karang gigi, maka asam yang terjadi akan dinetralkan kembali. Hal ini telah dibutuhkan oleh Stephan bahwa setelah berkumur-kumur dengan larutan glukosa atau sukrosa, pH plak akan turun, tetapi secara berangsur-angsur akan meningkat kembali dalam waktu 40 menit dan menjadi normal setelah lebih kurang satu jam. Dengan meningkatnya pH kembali akan terjadi redeposisi ion-ion mineral dari cairan di sekitar email dan dapat terjadi presipitasi pada daerah yang semula mengalami dekalsifikasi. Dan jika gula masuk lagi, hal yang sama akan terjadi, demikian seterusnya sehingga proses karies dapat dianggap sebagai hasil kumulatif antara proses demineralisasi dan remineralisasi yang terjadi terus menerus atau proses disolusi (larut) jika pH turun dan presipitasi jika pH meningkat. Dengan kata lain jika keseimbangan bergeser kearah demineralisasi, karies atau erosi akan terjadi, sedang jika keseimbangan bergerak kearah remineralisasi gigi menjadi lebih tahan terhadap asam (Feyerskov & Thylstrup, 1986). Proses karies berjalan lama dan karies juga dapat disebut sebagai penyakit multi faktor yang kronis. Proses karies umumnya sudah terjadi lama sebelum tanda-tanda klinik dapat dilihat. Tahapan tersebut diantaranya:
a. tahap ultrastruktural
b. tahap yang terlihat dengan mikroskop cahaya (tahap sub klinik)
c. terlihat bercak putih (tahap klinik)
d. tahap kavitasi
e. kerusakan menyeluruh
Pada semua tahap perkembangan karies, proses remineralisasi masih mungkin terjadi terutama jika pasien aktif meningkatkan kebersihan mulutnya dan tidak mengonsumsi gula. Karena itu sampai pada tahap kavitasi karies masih mungkin tidak berkembang lagi atau terhenti. Saliva adalah cairan untuk remineralisasi yang cukup baik dan berfungsi protektif, pertahanan terhadap kuman patogen serta mempertahankan flora normal dalam rongga mulut.
Hal-hal yang mendukung terjadinya karies gigi:
a. Gigi yang peka, yaitu gigi yang mengandung sedikit fluor atau memiliki lubang, lekukan maupun alur yang menahan plak.
b. Bakteri, mulut mengandung sejumlah besar bakteri, tetapi hanya bakteri jenis tertentu yang menyebabkan pembusukan gigi. Yang paling sering adalah bakteri Streptococcus mutans.
c. Sisa-sisa makanan. Dalam keadaan normal, di dalam mulut terdapat bakteri. Bakteri ini mengubah semua makanan (terutama gula dan karbohidrat) menjadi asam.
Bakteri, asam, sisa makanan dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak, yang menempel pada gigi. Plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang.
Jika tidak dibersihkan maka plak akan membentuk mineral yang disebut karang gigi (kalkulus). Plak dan kalkulus bisa mengiritasi gusi sehingga timbul gingivitis (radang gusi).
3.3.5. Pencegahan Karies dengan Pengendalian Plak
Pencegahan maupun perawatan pada gigi dapat dilakukan dengan perawatan non invasive yaitu :

1. Peningkatan kebersihan mulut, yaitu dengan menyikat gigi secara teratur dan sempurna sebanyak 3 kali sehari terutama sebelum tidur malam. Gosoklah gigi dengan gerakan benar yaitu dari arah gusi ke permukaan puncak gigi, sentuhan sikat gigi pada gusi akan memberikan pijatan bagi gusi sehingga merangsang aliran darah pada gusi. Dianjurkan untuk tidak langsung menyikat gigi setelah makan karena biasanya suasana mulut sehabis makan menjadi asam. Bila langsung disikat, kemungkinan ada mineral yang terkikis dari gigi tersebut. Idealnya tunggulah selama satu jam dulu, baru sikat gigi.
2. Penggunaan benang gigi/dental floss untuk menjaga kebersihan mulut. Dental floss digunakan untuk membersihkan permukaan antara dua gigi yang sering menjadi tempat terselipnya makanan dan menjadi tempat penimbunan plak. Selain itu, dapat juga menggunakan sikat lidah.
3. Penilaian faktor diet. Penilaian secara menyeluruh terhadap diet sebaiknya dilakukan untuk menentukan makanan apa saja yang dapat menyebabkan karies gigi. Kontrol diet dalam pencegahan karies sangat bergantung pada kemauan pasien sendiri. Tugas dokter gigi memberikan pengetahuan yang cukup mengenai makanan dan minuman yang baik untuk kesehatan gigi. Misalnya, sehabis makan pasien dianjurkan makan buah � buahan yang berair dan berserat karena makanan tersebut memberikan efek self cleansing pada gigi geligi. Selain itu makanlah makanan yang mengandung vitamin terutama vitamin C yang menyehatkan gusi.
4. Mengkonsumsi xylitol, merupakan pemanis alami yang ada dalam konsetrasi rendah pada buah � buahan dan sayuran. Rasa manisnya sama dengan sukrosa tapi kandungan kalorinya 40% lebih rendah. Biasanya dikemas dalam bentuk permen karet dan memiliki manfaat dalam rongga mulut yaitu meningkatkan produksi dan pH saliva sehingga proses remineralisasi dapat meningkat dan menghambat terjadinya proses demineralisasi.
5. Peningkatan faktor pelindung saliva. Penurunan kemampuan proteksi saliva dapat menyebabkan terjadinya karies akibat penurunan produksi saliva. Penurunan tersebut dapat disebabkan karena konsumsi obat � obat yang menurunkan jumlah saliva dan penyakit sistemik yang mempengaruhi saliva. Salah satu cara meningkatkan kualitas saliva adalah dengan banyak mengkonsumsi air putih.
6. Penggunaan obat kumur antiseptik yang mengandung klorheksidin. Penggunaannya harus dikombinasikan dengan penyikatan gigi dan digunakan setelah menyikat gigi untuk mengurangi terjadinya plak. Obat kumur antiseptik tidak boleh digunakan dalam waktu lama karena dapat mengubah ekosistem flora normal rongga mulut. Jika ada radang dan karies yang banyak, penggunaannya boleh setiap hari dengan maksimal waktu penggunaannya selama 2 minggu. Obat kumur yang mengandung pewangi dan berfungsi sebagai penyegar mulut tanpa kandungan antiseptik, boleh digunakan setiap hari.

7. Penggunaan fluoride. Adanya peningkatan fluoride dalam rongga mulut dapat menghambat terjadinya demineralisasi. Umumnya dokter gigi akan memberikan secara topikal (dioleskan secara merata) pada seluruh permukaan gigi dan waktu pemberiannya sesuai dengan aturan pabrik yang tertera di kemasan masing � masing produknya. Kadar fluor yang diberikan biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kadar fluor dalam pasta gigi.

3.4. USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS)
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Kegiatannya dapat dilakukan didalam gedung Puskesmas dan di luar Gedung Puskesmas. Salah satu kegiatan di luar gedung Puskesmas adalah program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).
UKGS adalah upaya kesehatan gigi sekolah yang ditujukan bagi anak usia sekolah di lingkungan sekolah dari tingkat pelayanan promotif, promotif-preventif, hingga pelayanan paripurna. UKGS menurut Depkes RI adalah bagian integral dari UKS yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana, pada para siswa, terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar (STD) dalam kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket UKS yaitu paket minimal, paket standar dan paket optimal.
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang telah berdiri sejak tahun 1951 merupakan suatu kegiatan yang sangat relevan dalam pelaksanaan upaya penanggulangan penyakit gigi dan mulut. Hal ini disebabkan karena kegiatanya diarahkan kepada penanaman kebiasaan pelihara diri kesehatan gigi sejak dini.

Pemerintah membuat program UKGS sebagai kegiatan puskesmas bertujuan untuk :
a. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dengan jalan mengadakan usaha preventif dan promotif.
b. Mengusahakan timbulnya kesadaran dan keyakinan bahwa untuk meningkatkan taraf kesehatan gigi perlu pemeliharaan kebersihan mulut (oral hygiene).
c. Mengusahakan agar anak-anak sekolah dasar itu mau memelihara kebersihan mulutnya di rumah (habit formation).
d. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dasar dengan menjalankan usaha kuratif apabila usaha prevensi gagal melalui sistem selektif.
e. Meningkatkan kesadaran kesehatan gigi dengan suatu sistem pembiayaan yang bersifat praupaya (prepayment system).

3.5. Perilaku Kesehatan Gigi dan Mulut
Perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap perangsangan dari lingkungan.,1 bisa
berupa respon pasif atau tanpa tindakan, maupun aktif dengan tindakan. Perilaku
dapat mengalami suatu perubahan yang relative menetap. Perubahan perilaku terjadi melalui suatu proses belajar, latihan, dan pengalaman. Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu proses pendidikan yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup.
Perilaku manusia yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu dan
lingkungannya. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan
perilaku atau kebiasaan individu. Kebiasan dilakukan dalam kehidupan seseorang
sehari-hari tanpa adanya perasaan terpaksa. Definisi lain menyebutkan bahwa
perilaku adalah kegiatan individu atas sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut, yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan. Dari kedua definisi
terlihat bahwa banyak faktor-faktor yang membentuk perilaku seseorang. Perilaku
setiap orang akan berbeda dengan orang lain, namun perlu diingat bahwa perilaku
dapat dibentuk sejak kecil. Lingkungan rumah terdekat yaitu orang tua, saudara kandung, dan pengasuh merupakan pembentuk tingkah laku utama pada anak.
Perilaku Kesehatan Gigi dan mulut yang sehat, adalah sebagai berikut :
a. Kumur-kumur dengan larutan fluor
Tujuannya adalah untuk mendapatkan lapisan gigi yang lebih tahan terhadap serangan asam. Asam merupakan hasil akhir dari sisa-sisa makanan terutama yang mengandung karbohidrat. Dengan lapisan email yang lebih tahan terhadap asam, diharapkan tidak akan cepat terjadi lubang pada gigi (karies).

b. Sikat gigi
Kepada setiap siswa/i diberikan pasta Fluocaril pada saat kegiatan ini berlangsung. Kegiatan ini dilakukan di tempat khusus yang sudah disediakan sekolah dan sebaiknya dilengkapi juga dengan cermin, sehingga mereka dapat melihat sendiri pada saat mereka menyikat gigi. Cara sikat gigi yang baik dan benar diajarkan oleh perawat yang bertugas di lokasi sekolah tersebut. Untuk menguji apakah siswa/i telah menyikat gigi dengan bersih diberikan suatu larutan (disclosing solution) yang berwarna merah. Jika masih banyak sisa-sisa makanan/lapisan plak yang menempel akan terlihat banyak bagian gigi (email) yang berwarna merah. Kepada siswa/i yang belum menyikat giginya dengan bersih dianjurkan untuk melanjutkan kegiatan menyikat gigi ini. Dengan cara tersebut diharapkan setiap siswa/i mempunyai pengalaman dan latihan untuk mengetahui berapa lama seseorang harus menyikat gigi sampai bersih betul. Kegiatan sikat gigi bersama ini dapat dilakukan beberapa kali dalam satu bulan.
c. Pendidikan Kesehatan Gigi Dan Mulut
Pada siswa/i TK dan SD diberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut dengan cara menggunakan buku pegangan yang bisa didapat dari Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia. Buku-buku tersebut telah disusun berdasarkan urutan kelasnya yaitu buku I untuk kelas I dan seterusnya sampai buku VI dan dilengkapi dengan buku kerjanya masing-masing. Penyuluhan diberikan oleh dokter gigi dengan dibantu overhead projector, slide, gambar-gambar dan alat-alat peraga yang menarik seperti model gigi dan lain-lainnya sehingga penyuluhan itu tidak berkesan membosankan, selain tentang kesehatan gigi, diberikan juga penyuluhan tentang bagaimana menjaga kesehatan mulut yang nantinya akan berpengaruh pada kesehatan gigi. Kerjasama dengan kepala sekolah sangat diperluka karena penyuluhan ini dilaksanakan pada jam-jam sekolah dan seharusnya sudah dijadwalkan pada awal tahun pelajaran. Tujuan dari penyuluhan tersebut adalah agar siswa/i lebih sadar bagaimana seharusnya menjaga kesehatan gigi dan mulutnya masing-masing. Peran serta guru kelas dan kepala sekolah besar artinya dalam keberhasilan usaha kegiatan penyuluhan tersebut. Perawatan gigi dan mulut ditunjukkan dalam memperoleh pengobatan yang diperlukan, terutama pengobatan dalam menghilangkan rasa sakit, dan mencegah kerusakan gigi semakin parah. Sebaiknya sebelum dilakukan perawatan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan untuk membuat data dari setiap siswa/i. Pada tiap-tiap awal tahun pengajaran dilakukan pemeriksaan awal untuk dibuatkan kartu status tentang keadaan gigi geligi masing-masing juga tentang kesehatan mulut secara keseluruhan. Berdasarkan data-data tersebut, diperoleh gambaran mengenai berapa jumlah siswa/i yang memerlukan penambalan dan pencabutan diberikan surat untuk ditandatangani orang tuanya sebagai tanda persetujuan bahwa putra/i-nya diizinkan dirawat di sekolah. Mengingat UKGS bukanlah poliklinik, maka perawatan yang diberikan hanyalah penambalan tetap, pencabutan gigi susu yang sudah saatnya tanggal, pengobatan gigi untuk menghilangkan rasa sakit/pencegahan kerusakan lebih lanjut.
d. Makanan dan Minuman yang Sehat
Makanan yang buruk untuk gigi adalah makanan yang banyak mengandung gula dan lengket seperti coklat dan permen. Jika tidak dibersihkan dengan benar sisa-sisa makanan tersebut akan difermentasikan oleh bakteri-bakteri plak yang berakumulasi dan mengubahnya menjadi asam, kemudian asm tersebut akan melarutkan dan merusak jaringan keras gigi, dan terbentuklah kavitas. Begitu halnya dengan minuman, minuman yang manis mampu merusak jaringan keras gigi termasuk susu. Makanan yang baik untuk gigi adalah makanan sehat berupa buah dan sayur. Buah dan sayur adalah makanan yang kaya akan vitamin. Namun selain nutrisi yang dikandung oleh mereka, tekstur kasarnya sekaligus menjadi sikat gigi alami.
e. Pemakaian Dental Floss
Pemakaian dental floss mampu membantu untuk membersihkan sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi
f. Kontrol ke Dokter Gigi 6 Bulan Sekali
Dengan cara mengontrol gigi ke dokter gigi kita akan dapat mengetahui apa saja yang mengenai gigi dan menjaga kesehatannya serta mengetahui langkah preventif mengenai kasus-kasus penyakit gigi dan mulut.
Pembentukan gigi pada anak sudah dimulai sejak ia masih dalam kandungan. Faktor gizi ibu hamil sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan janin, tak terkecuali bagian gigi dan mulutnya. Motivasi dari orangtua dan orang di sekitarnya sangat membantu anak untuk memperbaiki perilaku mereka, sehingga anak menjadi mudah untuk diajak bekerjasama ketika akan dilakukan perawatan gigi di dokter gigi.
Adapun pembagian perilaku anak dalam perawatan gigi, sebagai berikut:
1. Anak yang bisa diajak bekerjasama (Tipe Kooperatif)
Kebanyakan anak merupakan pasien yang kooperatif, dan hanya memiliki rasa takut yang minimal. Anak seperti ini, mau diajak bekerjasama, sehingga sangat membantu dokter gigi untuk bekerja secaraefektif dan efisien.
2. Tidak mampu menjadi kooperatif
� Anak yang masih sangat muda usianya. Anak usia muda, bukannya tidak mampu diajak kerjasama, tapi belum mampu. Pada kelompok anak ini, komunikasi masih belum bisa dilakukan karena anak belum mempunyai pemahaman. (anak di bawah usia 3 tahun)
� Anak cacat mental. Anak ini tidak mempunyai kemampuan untuk kooperatif karena kemampuannya terbatas.
3. Berpotensi untuk diajak bekerjasama (Berpotensi untuk kooperatif)
Pada kelompok anak ini, pada awal perawatan, biasanya anak tidak mau diajak kerjasama. Tapi dengan teknik pendekatan yang tepat, akhirnya si kecil dapat diajak bekerjasama.
Salah satu masalah serius yang mungkin timbul akibat gigi berlubang adalah gangguan jantung. Kuman yang bersarang pada gigi yang berlubang bisa menembus ke pembuluh darah, dan akhirnya mengumpul di jantung. Selain itu, bakteri juga bisa menempel pada lapisan lemak di pembuluh darah. Akibatnya, plak yang terbentuk menjadi makin tebal. Semua kondisi ini menghambat aliran darah ke jantung. Ini jugalah yang membuat penyaluran sumber makanan dan oksigen ke jantung tersendat. Jika berlangsung terus, jantung tak akan mampu berfungsi secara baik. Maka terjadilah penyakit jantung yang ditakutkan banyak orang. Pada kerusakan gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke aliran darah dan mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sel sistem kekebalan tubuh yang rusak melepaskan sejenis protein yang disebut cytokines. Unsur ini menyebabkan kerusakan sel pankreas penghasil insulin, hormon yang memicu diabetes.
Upaya untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut telah banyak dilakukan berbagai pihak sejak lama, baik melalui program pemerintah, media massa, iklan di televisi, atau penyuluhan di pusat kesehatan.

3.6. Pola Hidup Anak-anak
Pola hidup sehat anak dipengaruhi pola makan dan kebiasaan orangtua. Jika kedua orangtua menjalankan pola hidup sehat dengan gizi seimbang, maka kemungkinan besar dapat menunjang kesehatan fisik dan mental anak agar mereka bisa berprestasi dengan optimal.
Anak-anak adalah generasi penerus kita yang akan menggantikan keberadaan kita dan anak kandung adalah aset yang paling berharga ketika kita sudah tua renta nanti. Anak yang sehat umumnya akan tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat. Orang yang sehat akan memiliki banyak peluang dalam kehdupan di dunia dibandingkan dengan orang yang sakit-sakitan.
Untuk itu mari kita ajarkan anak-anak kita dengan berbagai pemahaman dengan berbagai metode agar mereka dapat menjadi anak yang sehat. Mendidik anak haruslah sabar dan dilakukan dengan pendekatan yang baik dan jika perlu berikan penjelasan secara mendalam disertai dengan contoh, analogi, cerita, sejarah, gambar, audio, video, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa hal pola hidup anak-anak, yang tidak sehat, terutama untuk kesehatan gigi dan mulut :
a. Tidak Menggosok Gigi Secara Teratur
Kebanyakan dari anak-anak jadwal untuk sikat gigi minimal 2 kali sehari pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur jarang terealisasikan. Besar kemungkinan itu yang menyebabkan mudahnya anak-anak terserang karies pada tahap gigi susu. Maka dari itulah peran dan perhatian dari orang tua sangat besar dalam hal ini. Orang tua harus membuatkan jadwal dan turut membantu dalam pelaksanaan menggosok gigi setiap hari.
b. Melupakan Pentingnya Berkumur Terutama Menggunakan Mouthwash
Penggunaan mouth wash pada anak-anak memang tidak dianjurkan karena adanya rasa pedas dan menyengat yang ditimbulkan mouthwash itu sendiri. Padahal rasa pedas dan menyengat itulah yang menyebabkan menurunnya jumlah plak dalam mulut. Sehingga kebersihan dan kesehatan mulut dapat terjaga.
c. Malas ke Dokter Gigi
Rasa malas pada anak-anak untuk berkunjung ke dokter gigi mungkin disebabkan oleh rasa takut pada anak-anak terhadap segala sesuatu yang ada di ruang kerja atau ruang praktek dokter gigi. Rasa takut tersebut mungkin dikarenakan peralatan yang terlihat seram dan menakutkan seperti bunyi bor dan darah. Dan peran orang tua juga diperlukan dalam hal ini. Misalnya, orang tua dapat menemani sang anak untuk duduk di dental chair, untuk mengurangi rasa takut pada anak. Konsultasi dengan dokter gigi mampu memberikan wawasan terhadap anak maupun orang tua mengenai kesehatan gigi dan mulut.
d. Suka Coklat dan Permen
Memang kehidupan anak-anak tidak bisa terlepas dari coklat dan permen ataupun hal yang berasa manis. Sebagaimana kita ketahui bersama makanan yang mengandung gula danlengket seperti halnya permen dan coklat akan memperparah tingkat kesehatan gigi dan mulut, sehingga dianjurkan untuk anak-anak yang menyukai permen dan coklat untuk mengurangi jumlah pengkonsumsian dari permen dan coklat tersebut atau sehabis makan dan minum yang manis dan lengket dianjurkan untuk berkumur-kumur minimal dengan air putih.
e. Melupakan buah-buahan dan sayuran
Buah dan sayur adalah makanan yang kaya akan vitamin. Namun, selain nutrisi yang dikandung oleh mereka, tekstur kasarnya sekaligus menjadi sikat gigi alami yang bisa membersihkan sisa makanan pada sela-sela gigi.
3.7. Irene�s Donut
Irene�s Donut merupakan sebuah program yang dibuat berdasarkan penelitian Disertasi S3 Dr. drg. Irene Adyatmaka yang melibatkan 2.568 murid TK dan orang tuanya.
Irene�s Donut merupakan instrument penelitian dimana persentase yang tampak menggambarkan kemungkinan gigi akan berlubang. Program ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan gigi pada anak yang mungkin muncul dikarenakan prilaku anak dan terutama prilaku orang tua dari sang anak tersebut. Irene�s Donut mempunyai 20 buah pertanyaan dimana pertanyaan tersebut ditujukan pada orang tua siswa, dan dari beberapa pertanyaan terdapat bersedia atau tidaknya sikap orang tua siswa untuk berubah agar dapat menuju gigi dan mulut yang sehat.

3.8. ALUR PENYELESAIAN MASALAH
Persiapan alat-alat dan bahan
Wawancarai orang tua siswa dengan menggunakan Irene�s Donut
Mengukur Kadar pH Mulut Anak
Pemeriksaan Dasar (Oral Diagnosa)
Orang Tua Siswa Dan Anak
Hasil dan Saran-saran

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1. REALISASI PENYELESAIAN MASALAH
Tahap pertama yang peneliti lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan untuk penelitian, kemudian peneliti mengambil data (alamat) siswa SD N5 Baturiti, Kabupaten Tabanan perkelas untuk mengetahui rumah masing-masing siswa, kemudian pergi ke rumah masing-masing siswa sebanyak 10 orang (sampel). Setelah sampai di rumah siswa peneliti mengecek tingkat keasaman kuman dengan menggunakan plak check, dengan cara mengambil plak di gigi anterior anak, kemudian dicelupkan pada larutan A, tunggu selama lima menit. Setelah itu melakukan pemeriksaan dasar (Oral Diagnosa) untuk mengecek ada garis kehitaman dan karies atau tidak. Sambil menunggu hasil kadar Ph mulut, peneliti mewawancarai orang tua siswa dengan menggunakan aplikasi Irene Donut, serta ditulis dalam form penelitian yang telah disiapkan oleh peneliti. Dan yang mengisi form ini adalah peneliti dengan arahan dari orang tua siswa. Setelah mewawancarai orang tua siswa, peneliti memberikan saran untuk orang tua siswa agar kesehatan gigi dan mulut anak mereka terus meningkat. Untuk memperkuat hasil penelitian, peneliti meminta tanda tangan dan paraf orang tua siswa yang dibubuhkan di form penelitian dan daftar sampel, dimana tanda tangan ini akan menjadi bukti penelitian.
4.2. KHALAYAK SASARAN
Sasaran peneliti adalah siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan yang berumur mulai dari 6 tahun sampai 12 tahun bisa dikatakan mulai dari kelas I sampai kelas VI, dimana anak-anak tersebut sebagian besar belum paham benar mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut untuk diri mereka sendiri. Perilaku anak-anak tersebut masih belum memenuhi criteria untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut, seperti masih suka makanan yang mengandung gula, sikat gigi yang digunakan berbanyak atau penggunaan sikat gigi yang sangat lama. Perilaku tersebut menyebabkan tingginya tingkat kerusakan gigi dan mulut.
Orang tua siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai petani dan pedagang, serta tempat tinggal mereka di Desa Pacung. Karena pekerjaan orang tua siswa sebagian besar sebagai petani dan pedagang, maka dapat dilihat bahwa pendidikan mereka juga rendah, dan dapat diketahui juga bahwa pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut juga rendah, sehingga menyebabkan perilaku orang tua siswa terhadap kesehatan gigi dan mulut sangatlah buruk. Dan tidak dapat memberikan contoh yang baik untuk anak-anak mereka.
4.3. METODE YANG DIGUNAKAN
Metode penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif dengan pendekatan survei pada anak-anak SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan . Teknis pengambilan sample yang digunakan adalah combined sampling, dimana gabungan dari quota sampling dan random sampling karena penelitian ini sudah memiliki ketetapan jumlah sampel yang akan diambil yaitu sebanyak 10 orang dari satu Sekolah Dasar dan diambil secara acak atau random untuk meneliti presentase perilaku orang tua siswa dalam peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut di SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti - Kabupaten Tabanan.


BAB V
HASIL KEGIATAN

5.1. Hasil Pendataan Sampel
Data siswa SD Negeri 5 Baturiti , Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan peneliti dapatkan dari bagian Tata Usaha di SD Negeri 5 Baturiti, dengan format data sebagai berikut:
NO NAMA SISWA (SAMPEL) NAMA ORANG TUA SISWA KELAS ALAMAT
1. Kdk. Karunia Dewi I Wayan Patra III Pacung
2. I Md Yoga Bisama I Ketut Sudiarta V Pacung
3. Kt. Putra Sentana Ketut Suardana I Pacung
4. I Wayan Rai I Made Suputra VI Pacung
5. Ni Luh Gd Dewi R.M. I Gd Made Trimaya IV Pacung
6. Pd. Bgs. Ariestyawan Putu Ksamawan II Pacung
7. I Kdk. Soma Budiana I Wayan Duria I Pacung
8. Dw. Gd. Oka Saputera Dw Gd Prawira P. IV Pacung
9. I Pt. Pd. Dika Mugani I Gd Pande Riadnya VI Pacung
10. Linda Damayanti Nyoman Mastra V Pacung

5.2. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada orang tua siswa SD Negeri 5 Baturiti, Kecamatan Baturiti � Kabupaten Tabanan, diperoleh data sebagai berikut :
NO NAMA SISWA (SAMPEL) NAMA ORANG TUA SISWA SEBELUM (%) SESUDAH (%)
SEHAT RUSAK SEHAT RUSAK
1. Kdk. Karunia Dewi I Wayan Patra 20,98 79,02 43,50 56,50
2. I Md Yoga Bisama I Ketut Sudiarta 14,83 85,17 44,15 55,85
3. Kt. Putra Sentana Ketut Suardana 15,98 84,02 50,75 49,25
4. I Wayan Rai I Made Suputra 41,24 58,76 57,74 42,26
5. Ni Luh Gd Dewi R.M. I Gd Made Trimaya 57,89 42,11 63,88 36,12
6. Pd. Bgs. Ariestyawan Putu Ksamawan 15,25 84,75 64,33 35,67
7. I Kdk. Soma Budiana I Wayan Duria 12,55 87,45 63,88 36,12
8. Dw. Gd. Oka Saputera Dw Gd Prawira P. 29,46 70,54 63,26 36,74
9. I Pt. Pd. Dika Mugani I Gd Pande Riadnya 09,88 90,12 57,74 42,26
10. Linda Damayanti Nyoman Mastra 20,15 79,85 57,74 42,26

Hasil pada tabel diatas dapat menguraikan persentase sebelum perubahan sikap dan sesudah perubahan sikap. Dapat dilihat perilaku orang tua siswa (sampel) untuk menuju peningkatan kesehatan gigi yang baik sangatlah kecil. Dari 10 sampel hanya satu sampel yang perilaku untuk menuju kesehatan gigi dan mulut lebih dari 50% dan 9 sampel berada di bawah 50%. Untuk perilaku orang tua yang mengabaikan kesehatan gigi dan mulut sebagian besar berada di atas 50 % bahkan mendekati 100%, hanya satu sampel saja yang presentasenya di bawah 50 %. Hal ini dapat menjelaskan bahwa gigi 10 sampel siswa SD Negeri 5 Baturiti dalam keadaan yang buruk. Hal ini tentunya sangat tidak baik mengingat pertumbuhan gigi yang sangat optimal berada pada usia sekolah dasar.

5.3. Hasil Perhitungan Persentase Perubahan Dalam
Dari tabel diatas dapat dihitung presentase perubahan dalam sampel, dan diperoleh data, sebagai berikut :
NO NAMA SAMPLE NAMA ORANG TUA SISWA PERSENTASE PERUBAHAN DALAM (%)
1 Kdk. Karunia Dewi I Wayan Patra 22,52
2 I Md Yoga Bisama I Ketut Sudiarta 29,32
3 Kt. Putra Sentana Ketut Suardana 34,77
4 I Wayan Rai I Made Suputra 16,50
5 Ni Luh Gd Dewi R.M. I Gd Made Trimaya 05,99
6 Pd. Bgs. Ariestyawan Putu Ksamawan 49,08
7 I Kdk. Soma Budiana I Wayan Duria 51,33
8 Dw. Gd. Oka Saputera Dw Gd Prawira P. 33,80
9 I Pt. Pd. Dika Mugani I Gd Pande Riadnya 47,86
10 Linda Damayanti Nyoman Mastra 37,59

Dari tabel diatas dpat diuraikan bahwa untuk bertambahnya persentase perilaku orang tua siswa terhadap kesehatan gigi dan mulut, maka di butuhkan sikap perubahan yang dapat menguntungkan orang tua siswa dan tentunya anak itu sendiri. Setelah bersedianya dilakukan perubahan pada sikap orang tua siswa, maka data pada tabel diatas dapat menguaraikan persentase sikap setelah perubahan sikap menunjukan hasil yang baik. Perilaku orang tua siswa untuk menuju hidup yang sehat khususnya di dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang berada diatas 50 % ada 8 (delapan) sampel, dan 2 (dua) sampel berada dibawah 50 %. Sehingga persentase perilaku orang tua siswa dalam hal mengabaikan kesehatan gigi dan mulut sedikit banyak berkurang. Ada 8 (delapan) sampel yang berada di atas 50 % dan 2 (dua) sampel berada di bawah 50%. Persentase perubahan dalam yang tertinggi adalah 51,33% dan persentase perubahan dalam yyang terendah adalah 05,99%.
5.4. Faktor yang Mendasari Kerusakan Gigi Sampel
Dari sampel yang diteliti, sebagian besar ditemukan beberapa gigi yang berlubang, ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mendasarinya, antara lain:
1. Kebiasaan dari anak-anak tersebut tidak menggosok gigi secara teratur.
2. Kebiasaan anak-anak yang malas ke dokter gigi.
3. Kebiasaan anak-anak suka makan coklat dan permen dan setelah makan tidak berkumur atau gosok gigi.
4. Kebiasan anak-anak yang melupakan buah-buahan dan sayuran yang biasa disebut 4 sehat 5 sempurna.
5. Kurangnya wawasan orang tua untuk kesehatan gigi anak-anaknya mulai dari cara menjaga kesehatan gigi anaknya hingga cara menggosok gigi yang benar.

5.5. Upaya yang dilakukan setelah Penelitian
Dari hasil penelitian diatas, peneliti dapat melakukan upaya-upaya berupa memberikan saran pada orang tua siswa dan siswa itu sendiri, antara lain :
1. Membatasi frekuensi minum soft drink dan minuman yang manis-manis
2. Tidak memberikan susu ditengah waktu tidur malam anak
3. Memastikan anak minum susu dan juice menggunakan gelas
4. Mengganti permen dengan aktivitas bermain
5. Mengusahakan anak untuk tidak mengemut makanan
6. Diperlukan melakukan Surface Protector atau pelapis permukaan gigi pada anak yang terdapat garis kehitaman pada gigi belakang anak
7. Mengoleskan CPP-ACP (Krim Calsium Phospat) 2 (dua) kali sehari
8. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun keatas menggunakan pasta gigi sedikit saja, seukuran kacang polong. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun kebawah, pasta gigi hanya dioleskan tipis
9. Membantu anak untuk menggosok gigi tiap malam sebelum anak tidur
10. Diperlukan penambalan gigi pada gigi anak yang berlubang


BAB VI
PENUTUP

6.1. SIMPULAN
Kesehatan gigi dan mulut anak sangat penting untuk dijaga sejak dini. Sehingga, peran serta dari orang tua sangatlah penting untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak. Jadi, peneliti melaksanakan penelitian yang menggunakan instrument Irene�s Donut untuk mengetahui seberapa besar persentase perilaku orang tua siswa untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut baik sebelum perubahan dan sesudah perubahan sikap. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
a. Persentase perilaku orang tua siswa sebelum bersedianya berubah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut sangatlah buruk, karena sebagian besar presentase perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat dibawah 50% dan presentase perilaku orang tua siswa untuk menuju resiko gigi dan mulut tidak sehat atau rusak di atas 50 %. Jadi, Presentase perilaku orang tua siswa sebelum bersedianya berubah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut lebih besar persentase perilaku orang tua siswa untuk menuju resiko gigi dan mulut tidak sehat atau rusak dari pada persentase perilaku orang tua siswa untuk menuju gigi dan mulut yang sehat.
b. Persentase perilaku orang tua siswa setelah bersedianya berubah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut sedikit banyak terjadi perubahan. Sebagian besear persentase perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat lebih besar dari pada persentase perilaku orang tua siswa menuju resiko gigi dan mulut yang tidak sehat atau rusak.
c. Perubahan persentase yang paling besar adalah dari perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat sebelum perubahan sikap adalah 12,55 % ke perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat setelah perubahan sikap adalah 63,88 %. Jadi, jarak perubahan yang paling besar adalah 51,33 %.
d. Perubahan persentase yang paling kecil adalah dari perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat sebelum perubahan sikap adalah 57,89 % ke perilaku orang tua siswa menuju gigi dan mulut yang sehat setelah perubahan sikap adalah 63,88 %. Jadi, jarak perubahan yang paling kecil adalah 05,99 %.
e. Kesehatan gigi dan mulut anak tergantung dari perilaku orang tua anak untuk ikut berperan serta dalam menuju gigi dan mulut yang sehat dan mendampingi setiap perilaku anak.
f. Dengan menggunakan instrument Irene�s Donut, orang tua siswa dapat mengetahui cara-cara untuk mendidik anak-anak mereka untuk menuju gigi dan mulut yang sehat.
g. Setelah penelitian dilakukan, peneliti berupaya untuk memberikan saran kepada orang tua siswa dan siswa itu sendiri berupa saran-saran yang dapat meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak.
6.2. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan untuk orang tua siswa, dan siswa itu sendiri, adalah sebagai berikut :
a. Membatasi frekuensi minum soft drink dan minuman yang manis-manis
b. Tidak memberikan susu ditengah waktu tidur malam anak
c. Memastikan anak minum susu dan juice menggunakan gelas
d. Mengganti permen dengan aktivitas bermain
e. Mengusahakan anak untuk tidak mengemut makanan
f. Diperlukan melakukan Surface Protector atau pelapis permukaan gigi pada anak yang terdapat garis kehitaman pada gigi belakang anak
g. Mengoleskan CPP-ACP (Krim Calsium Phospat) 2 (dua) kali sehari
h. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun keatas menggunakan pasta gigi sedikit saja, seukuran kacang polong. Untuk anak-anak 2 (dua) tahun kebawah, pasta gigi hanya dioleskan tipis
i. Membantu anak untuk menggosok gigi tiap malam sebelum anak tidur
j. Diperlukan penambalan gigi pada gigi anak yang berlubang


DAFTAR PUSTAKA

Drg.Ny.Itjingningsih, 1991, Anatomi Gigi, Buku Kedokteran , Jakarta.
Edwina A. M. Kidd. Dan Sally Joyston-Bechal, 1991, Dasar-dasar Karies, Buku Kedokteran, Jakarta.
Tarigan, Rasinta, 1990, Karies Gigi, hipokrates, Jakarta.
http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=731
http://www.ykgi.or.id/program.html
www.wextra.co.cc