Tampilkan postingan dengan label Keperawatan Maternitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keperawatan Maternitas. Tampilkan semua postingan
Jumat, 13 Juli 2012
Rabu, 20 Juni 2012
Konsep Dasar Pre Eklamsia
a. Definisi Pre Eklamsia
Pre eklamsi merupakan suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke- 20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan proteinuria, edema juga dapat terjadi (Wijayarini, Maria:2001)
Pre eklamsi di sebut juga hipertensi pada kehamilan, merupakan kelainan yang tidak di ketahui etiologinya yang terjadi dalam kehamilan, di manifestasikan dengan hipertensi ( tekanan sistolik 30 mmHg atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai dasar). Edema, proteinusia ( pre eklamsia) yang dapat berlanjut pada kejang atau koma(eklamsia) (Marilyn E. Doengus: 2001: 178)
Pre eklamsi ialah penyakit dengan tanda – tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, umumnya terjadi dalam triwulan ke- 3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya ( Sarwono Prawihardjo, 1999: 282)
Preeklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (Bobak, 2005:62).
Dapat disimpulkan bahwa preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.
b. Etiologi Pre Eklamsia
Pre eklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan pada wanita yang memiliki sejarah pre eklamsi di keluarganya. Resiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil, usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40 tahun. Selain itu, wanita dengan tekanan darah tinggi atau memiliki gangguan ginjal sebelum hamil juga beresiko tinggi mengalami pre eklamsi. Penyebab sesungguhnya masih belum di ketahui , diaskes 21 april 2008)
Ada beberapa teori menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelaianan ini sering di kenal sebagai the disease of theory (Zweifel, 1916). Adapun teori – teori tersebut antara lain:
Faktor predisposisi:
1) Primigravida atau multipara, terutama pada umur reproduksi eksterm, yaitu remaja dan umur 35 tahun ke atas.
2) Multigravida dengan kondisi klinis:
a) Kehamilan ganda dan hidrops fetalis
b) Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes melitus
c) Penyakit ginjal
3) Hiperplasentosis
4) Riwayat keluarga pernah Pre eklamsi dan eklamsi
5) Obesitas dan hidramion
6) Gizi yan kurang dan anemi
7) Kasus – kasus dengan asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh kurang anti oksidan.
c. Tanda dan Gejala Pre Eklamsia
Menurut Williams, 2002 : 399, diagnosis preeklamsi ditegakan berdasarkan adanya dua dari empat gejala, yaitu:
1) Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali.
2) Edema, terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.
3) Hipertensi, tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolic >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit.
4) Proteiunuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan menunjukan+1 atau 2; atau kadar protein ≥1g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter, diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsi berat bila ditemukan gejala berikut:
a) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan diastolic ≥110 mmHg.
b) Proteinuria +≥5 gram/24 jam
c) Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
d) Nyeri epigastrium dan icterus.
e) Edema paru atau sianosis.
f) Trombositipenia.
g) Pertumbuhan janin terlambat.
d. Klasifikasi Pre Eklamsia
Menurut dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, SpOG, 2010 : 265, pembagian pre eklamsi terdiri dari:
1) Pre eklamsi ringan
Tanda klinis:
a) Tekanan darah sistolik naik lebih dari 30 mmHg atau diastolik lebih dari 15 mmHg (dari sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
b) Protein urine 0,3 gr/lt/24 jam atau secara kualitatif (++)
c) Edema pada dingding perut, wajah, tangan, dan edema pretibial
2) Pre eklamsi berat
Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan satu tanda berikut atau lebih:
a) Tekanan sistolik ≥ 160 mmHg, diastolik ≥110 mmHg, tekanan darah menurun meski ibu sudah di rawat di rumah sakit dan tirah baring
b) Proteinuri 5 gr atau lebih dalam 24 jam
c) Oliguri yaitu produksi urine > 400 cc/ 24 jam, dan kreatinin meningkat
d) Adanya gejala – gejal impending eklamsia: gangguang visus, gangguan serebral, nyeri epigastrium, hiperrefleksia
e) Edema paru dan cyanosis
f) Trombositopenia ( trombosit < 100000/mm)
g) Adanya “The HELP Syndrome” (H: hemolysis ELL: elevated liver enzyms dan P: low platelet count
e. Patofisiologi Pre Eklamsia
Pada kehamilan dengan pre eklamsia dapat terjadi tekanan intra uterin atau kelainan pada pembuluh darah sehingga aliran darah di uteri plasenta terganggu yang akibatnya terjadi iskemia uteri. Hal ini dapat menimbulkan pengeluaran renin dan terjadi penurunan aliran darah dari uterus mengalir ke seluruh tubuh ibu dalam merangsang angiotensi I dan II yang mempunyai khasiat dalam spasme pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi.
Kenaikan berat badan dan edema yng di sebabkan penimbunan cairan yang berlebih dalam ruang instertisial belum diketahui sebabnya. Pada pre eklamsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi garam dan natrium. Pada pre eklamsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
Perubahan pada organ – organ meliputi:
1) Otak
Pada pre eklamsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas – batas normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan dalam keadaan lanjut dapat terjadi pendarahan.
2) Plasenta dan Uterus
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
3) Ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50 % dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4) Paru – Paru
Kematian ibu pada pre eklamsia dan eklamsia biasanya di sebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia atau abses paru.
5) Mata
Dapat di jumpai dapat terjadinya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal – hal tersebut, maka harus di curigai terjadinya pre eklamsia berat. Pada eklamsia dapat terjadi ablasio retina yang di sebabkan edema intra okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejal lain yang dapat menunjukan pre eklamsia berat mengarah pada eklamsia< adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini di sebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
6) Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pada pre eklamsia ringan biasanya tidak di jumpai perubahan metabolisme air , elektrolit, kristaloid, dan protein serum. Jika tidak, terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sedangkan pada pre eklamsia berat, kadar gula darah dapt naik untuk sementara, asam lktat, asam organik lainnya naik,sehinnga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya di sebabkan oleh kejang – kejang. Setelah konvulsi selesai zat – zat organik di oksidasi dan di lepaskan, natrium yang kemudian bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali dalam batas normal (M. Rustam, 1998:200)
Induksi Persalinan
a. Definisi Induksi Persalinan
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan beda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan – tidakan tersebut di kerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu (Wiknjosastro, hanifa, 2007: 73)
Induksi persalinan merupakan suatu proses untuk memulai aktivitas uterus untuk mencapai pelahiran per vaginam (David T.Y Liu, 2002: 182)
Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelanng aterm, dalam keadaan belum terdapat tanda-tanda persalinan, atau belum in partu, dengan kemungkinan janin dapat hidup di luar kandungan ( umur kandungan di atas 28 minggu) (dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, SpOG 2010: 451)
Jadi, dapat di simpulkan bahwa induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran ( dari tidak ada tanda – tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada), cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahimsecara normal.
Jenis – Jenis Sectio Caesarea
Menurut buku Obstetric Operatif yang di tulis oleh bagian Obstetric dan Ginekologi FK UNPAD Bandung, 1981: 138 bahwa sectio caesarea di bagi dalam 4 macam, yaitu:
1) Sectio caesarea clasicatau corporal adalah insisi memanjang pada segmen atau uterus
2) Sectio caesarea transperitonealis profunda adalah insisi pada segmen bawah rahim. Teknik ini sering dilakukan pada :
a) Melintang
b) Memanjang
3) Sectio caesareaextra peritonealis
Rongga peritoneum tidak dibuka. Dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan.
4) Caesarian section hysterectomyadalah setelah sectio caesareadikerjakan hysterectomy dengan indikasi :
a) Atonia uteri
b) Placenta accrete
c) Myoma uteri
d) Infeksi intra uterinyang berat
Indikasi Sectio Caesarea
Menurut Hellen Ferrer, 2001: 161 bahwa indikasi sctio caesarea di bagi menjadi 2 yaitu:
1) Indikasi ibu
a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin.
b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.
d) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada persalinan, sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan.
e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan.
f) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak persalian yang lama (lebih dari delapan tahun)
g) Penyakit ibu (eklamsia/ preeklamsi yang berat, DM, penyakit jantung, kanker cervikal), pembedahan rahim sebelumnya (riwayat sectio caesarea, ruptur rahim yang sebelumnya, miomektomi), sumbatan jalan lahir .
Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas
1) Payudara
Keadaan payudara pada dua hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan kolostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mamae. Progesteron dan estrogen yang dihasilkan plasenta, merangasang pertumbuhan kelenjar-kelenjar susu. Setelah plasenta lahir, maka luteotropic hormone(LTH) dengan bebas dapat merangsang laktasi. Lobus posterior hipofisis mengeluarkan oxytocin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah refleks yang ditimbulkan oleh rangsang penghisapan putting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke hypophyse dan menghasilkan oxytocin yang menyebabkan payudara mengeluarkan air susunya. Pada hari ketiga postpartum, payudara menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalau areola mamae dipijat, keluarlah cairan putih dari putting susu.
2) Uterus
Involusio uteri merupakan proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram pada akhir minggu ke-6. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar setelah kontraksi otot-otot polos uterus.Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira dua cm di bawah umbilicus. Berikut ini perubahan uterus pada masa nifas :
Table II.1
Perubahan Uterus Masa Nifas
Waktu | Tinggi Fundus Uteri | Bobot Uterus | Diameter Uterus | Palpasi Serviks |
Akhir persalinan | Setinggi pusat | 900-1000 gram | 12.5 cm | Lembut/lunak |
Akhir minggu ke-1 | ½ pusat sympisis | 450-500 gram | 7.5 cm | 2 cm |
Akhir minggu ke-2 | Tidak teraba | 200 gram | 5.0 cm | 1 cm |
Akhir minggu ke-6 | Normal | 60 gram | 2.5 cm | Menyempit |
Sumber : Anggraeni, 2010:37
3) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan Rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea memiliki karakter berbau amis. Perubahan lochea dapat digambarkan dari table berikut :
Tabel II.2
Jenis-Jenis Lochea
Lochea | Waktu | Warna | Ciri-ciri |
Rubra | 1-2 hari | Merah kehitaman | Terdiri dari darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding uteru, lemak bayi, lanuago (rambut bayi), dan sisa meconium |
Sanginolenta | 3-4 hari | Merah kecoklatan dan berlendir | Sisa darah bercampur lendir |
Serosa | 7-14 hari | Kuning kecoklatan | Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan/laserasi plasenta |
Alba | >14 hari | Putih | Mengandung leukosit, sel desidua dan sel epitel, selaput lender serviks dan serabut jaringan mati. |
Sumber : Anggraeni,S.ST, 2010:38
4) Vulva, Vagina, dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi lahir.
Segera setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postpartum hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipn tetap lebih kendur dari pada keadaan semula.
Langganan:
Postingan (Atom)