Standar Septic Tank Jamban Sehat
Sebagai seorang yang berprofesi sebagai sanitarian atau Kesehatan masyarakat, tentu akan sangat akrab dengan kata septic tank. Bahkan dahulu diawal melakoni pendidikan Kesehatan lingkungan (saat ospek) nama ini dijadikan nama identitas, disamping nama-nama trend lainnya seperti bowl, jetting, dan lain-lain, sehingga sekarangpun nama itu seakan telah menjadi trade mark sanitarian (sebagai mantri kakus). Berikut adalah informasi yang sebaiknya kita ketahui terkait dengan septic tank tersebut.
Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan ekskreta untuk kelompok kecil yaitu rumah tangga dan lembaga yang memiliki persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem penyaluran limbah masyarakat (Chandra, 2007). Septic tank merupakan cara yang terbaik yang dianjurkan oleh WHO tapi memerlukan biaya mahal, tekniknya sukar dan memerlukan tanah yang luas (Entjang, 2000).
Pembangunan septic tank juga perlu memperhatikan keadaan tanah, pada kondisi tanah yang terlalu lembab dalam jangka waktu yang lama, maka tanah tersebut tidak sesuai untuk lokasi septic tank. Pada tingkat tertentu kelembaban tanah sangat mendukung kehidupan manusia, tetapi pada tingkat kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menimbulkan permasalahan bagi manusia.
Kelembaban tanah perlu diperhatikan karena berdasarkan beberapa studi disimpulkan bahwa air tanah juga tidak luput dari pencemaran. Bahan pencemar dapat mencapai aquifer air tanah melalui berbagai sumber diantaranya meresapnya bakteri dan virus melalui septic tank. Pada kondisi tanah kering, gerakan bahan kimia dan bakteri relatif sedikit, dengan gerakan ke samping praktis tidak terjadi. Dengan pencucian yang berlebihan (tidak biasa terjadi pada jamban dan septic tank) perembesan ke bawah secara vertikal hanya sekitar 3 m. Apabila tidak terjadi kontaminasi air tanah, praktis tidak ada bahaya kontaminasi sumber air.
Dengan memperhatikan pola pencemaran tanah dan air tanah, maka hal-hal berikut. harus diperhatikan untuk memilih lokasi penempatan sarana pembuangan tinja (Soeparman, 2002):
- Pada dasarnya tidak ada aturan pasti yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan sumber air. Banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan bakteri melalui air tanah, seperti tingkat kemiringan, tinggi permukaan air tanah, serta permeabilitas tanah. Yang terpenting harus diperhatikan adalah bahwa jamban atau kolam pembuangan (cesspool) harus ditempatkan lebih rendah, atau sekurang-kurangnya sama tinggi dengan sumber air bersih. Apabila memungkinka, harus dihindari penempatan langsung di bagian yang lebih tinggi dari sumur. Jika penempatan di bagian yang lebih tinggi tidak dapat dihindarkan, jarak 15 m akan mencegah pencemaran bakteriologis ke sumur. Penempatan jamban di sebelah kanan atau kiri akan mengurangi kemungkinan kontaminasi air tanah yang mencapai sumur. Pada tanah pasir, jamban dapat ditempatkan pada jarak 7,5 m dari sumur apabila tidak ada kemungkinan untuk menempatkannya pada jarak yang lebih jauh.
Pada tanah yang homogen, kemungkinan pencemaran air tanah sebenarnya nol apabila dasar lubang jamban berjarak lebih dari 1,5 m di atas permukaan air tanah, atau apabila dasar kolam pembuangan berjarak lebih dari 3 m di atas permukaan air tanah. - Penyelidikan yang seksama harus dilakukan sebelum membuat jamban cubluk (pit privy), kakus bor (bored-hole latrine), kolam pembuangan, dan sumur resapan di daerah yang mengandung lapisan batu karang atau batu kapur. Hal ini dikarenakan pencemaan dapat terjadi secara langsung melalui saluran dalam tanah tanpa filtrasi alami ke sumur yang jauh atau sumber penyediaan air minum lainnya.
a. Pipa ventilasi. Pipa ventilasi secara fungsi dan teknis dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Mikroorganisme dapat terjamin kelangsungan hidupnya dengan adanya pipa ventilasi ini, karena oksigen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya dapat masuk ke dalam bak pembusuk, selain itu juga berguna untuk mengalirkan gas yang terjadi karena adanya proses pembusukan. Untuk menghindari bau gas dari septick tank maka sebaiknya pipa pelepas dipasang lebih tinggi agar bau gas dapat langsung terlepas di udara bebas (Daryanto, 2005).
- Panjang pipa ventilasi 2 meter dengan diameter pipa 175 mm dan pada lubang hawanya diberi kawat kasa (Machfoedz, 2004).
b. Dinding septic tank:
- Dinding septic tank dapat terbuat dari batu bata dengan plesteran semen (Machfoedz,2004)
- Dinding septic tank harus dibuat rapat air (Daryanto, 2005)
- Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang sama (Chandra, 2007).
c. Pipa penghubung:
- Septic tank harus mempunyai pipa tempat masuk dan keluarnya air (Chandra, 2007).
- Pipa penghubung terbuat dari pipa PVC dengan diameter 10 atau 15 cm (Daryanto, 2005)
d. Tutup septic tank:
- Tepi atas dari tutup septic tank harus terletak paling sedikit 0,3 meter di bawah permukaan tanah halaman, agar keadaan temperatur di dalam septic tank selalu hangat dan konstan sehingga kelangsungan hidup bakteri dapat lebih terjamin (Daryanto,2005).
- Tutup septic tank harus terbuat dari beton (kedap air).
Mekanisme Kerja Septic Tank
Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, sebagai tempat tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Di dalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses (Notoatmodjo, 2003):
a. Proses kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70%) zat-zat padat akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki tersebut. lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan di bawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.
b. Proses biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik dalam sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuknya gas dan zat cair lainnya, adalah juga pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan.
Kedua tahapan di atas berlangsung di dalam septic tank. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septic tank sehingga isi septic tank harus dibersihkan minimal sekali setahun.
- Penggunaan air sabun dan desinfektan seperti fenol sebaiknya dihindari karena dapat membunuh flora bakteri di dalam septic tank.
- Septic tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran pengeluaran, kemudian dilapisi dengan lumpur dari septic tank lain untuk memudahkan proses dokomposisi oleh bakteri (Chandra, 2007).
Pendapat lain dikemukakan Suriawiria (1996), bahwa salah satu cara pengelolaan tinja manusia adalah dengan penggunaan tanki septik (septic tank) dan resapannya. Dengan cara ini maka buangan yang masuk ke dalam bejana/tangki akan mengendap, terpisah antara benda cair dengan benda padatannya. Benda padatan yang mengendap di dasar tangki dalam keadaan tanpa udara, akan diproses secara anaerobik oleh bakteri sehingga kandungan organik di dalamnya akan terurai. Akibatnya, setelah kurun waktu tertentu, umumnya kalau tangki septik tersebut sudah penuh dan isinya dikeluarkan, maka sisa padatan sudah tidak berbau lagi, seperti halnya kalau kotoran/tinja tersebut dibiarkan di luar tangki septik. Yang tetap menjadi masalah adalah untuk benda cairan setelah padatannya dipisahkan, karena di dalam cairan tersebut masih akan terkandung sejumlah mikroba, yang mungkin masih bersifat patogen (dapat menyebabkan penyakit). Karenanya salah satu cara pemecahan yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan resapan, untuk mengalirkan benda cairan setelah benda padatnya mengendap. Cara resapan yang digunakan adalah dengan membuat lapisan yang terdiri dari batu kerikil di bawah tanah sehingga air yang meresap masih mendapatkan suplai oksigen (aerobik), sehingga mikroba patogen akhirnya akan terbunuh.
Pembangunan Septic Tank
Untuk keperluan perencanaan maka volume septic tank harus dihitung. Perencanaan ini alan menyangkut jumlah pemakai, masa pengurasan, serta perkiraan volume rata-rata tinja yang dihasilkan. Untuk keperluan perencanaan apabila tidak tersedia data hasil penelitian setempat, maka dapat digunakan angka kuantitas tinja manusia sebesar 1 Kg berat basah per orang per hari (Soeparman, 2002).
Septic tank satu ruangKeterangan:
A | = | Inlet |
B | = | Outlet |
C | = | Penahan |
D | = | Busa yang mengapung |
E | = | Lumpur |
F | = | Ruang bebas busa |
G | = | Ruang bebas lumpur |
H | = | Kedalaman air dalam tangki |
I | = | Ruang kosong |
J | = | Kedalaman pemasukan penahan |
K | = | Jarak penahan ke dinding, 20-30 cm |
L | = | Sisi atas penahan 2,5 cm di bawah dinding atas tangki |
M | = | Tutup tangki, biasanya bulat |
N | = | Permukaan tanah, kurang dari 30 cm di atas tangki (jika kurang, naikkan tutup tangki ke permukaan tanah) |
Septic tank dua ruang
A | = | Bagian inlet |
B | = | Bagian outlet |
C | = | Ruang penggelontoran |
D | = | Sifon penggelontoran |
E | = | Penurunan kedalaman cairan |
F | = | Outlet |
G | = | Tutup lubang pemeriksa |
Article Source :
- Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
- Daryanto. 2005. Kumpulan Gambar Teknik Bangunan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
- Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: PT. Rineka Cipta
- Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
0 komentar:
Posting Komentar